Mohon tunggu...
Almanico Islamy Hasibuan
Almanico Islamy Hasibuan Mohon Tunggu... Bankir - Saya adalah Forever Blues.

Saya hobi menulis dan bermain sepak bola seperti Eden Hazard.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak-Anak

24 Agustus 2022   11:42 Diperbarui: 24 Agustus 2022   11:47 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

          Hari ini aku pindah tugas ke suatu kota yang cukup terpencil. Aku merupakan guru di sekolah dasar. Aku tidak sabar mengajar anak-anak dengan latar belakang budaya yang berbeda. Seniorku berkata kalau budaya di sini masih sangat kental dan berat. Aku sangat suka belajar terkait hal itu. "Selamat datang pak Rudi. Senang sekali anda bisa datang ke kota kami ini.", pak RT mereka sangat ramah. Dia juga memakai cincin emas yang banyak. Silau sekali. "Terima kasih banyak pak.", balasku. Beliau langsung mengajak saya berkeliling kota yang bisa dibilang cukup besar. Semuanya berjalan dengan lancar, aku melihat banyak tempat remaja dan keluarga berbincang-bincang, kafe, restoran, dan bahkan air mancur kota. Meriah sekali, namun aku tidak melihat satu pun anak-anak di tengah-tengah kemeriahan ini. Kondisi berbalik menjadi sedikit aneh dengan suasanya yang meriah. Semua orang terlihat bahagia. "Tangkap dia!" Kami mendengar suara teriakan lelaki. Dia sedang mengejar seseorang yang mencuri tasnya dan itu adalah seorang anak-anak. Aku harus menangkapnya dan memberinya nasihat setelah ini. Sesaat aku hampir saja menangkap anak itu, tiba-tiba seorang pria dengan seragam lengkap langsung menabrakkan badannya ke anak itu dengan keras. Aku terkejut melihat keganasan itu. "Hei! Apa yang kau lakukan?! Dia hanya seorang anak kecil!" Aku diberhentikan oleh pak RT. Aku masih melihat anak itu yang terbujur kaku. "Lepaskan aku pak!" Cengkeraman pak RT semakin keras. Wajah dia juga terlihat tersenyum. Ada apa dengan pria ini? "Syukurlah pak keamanan menangkapnya. Sialan kau!" Pria itu masih memiliki pemikiran dan tindakan nyata untuk menendang anak itu. "Rasakan!" Semua orang tidak ada yang menganggap perilaku bejat itu sebagai hal yang buruk. Semua mendukung pria itu. "Ada apa ini pak?!" Pak RT melihatku dengan sinis. "Kita harus logis pak Rudi. Semua orang yang berbuat jahat harus dihukum setimpal, walaupun dia masih anak-anak.", ujarnya. Aku langsung mengambil tasku dan pergi ke kontrakanku. Aku masih belum bisa mencerna semua ini. Aku akan langsung menghubungi polisi saat sudah sampai nanti.

          Aku sampai di kamarku yang indah dan tertata rapi. Aku memeriksa tetangga sebelahku. Aku melihat seseorang yang sedang mengajari anaknya belajar. "Sore pak.", ujarku. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya. Syukurlah, aku kira semua orang seperti mereka yang tadi siang. "M-maaf ayah. A-aku lapar.", ujar anak itu sambil menangis. Ayahnya hanya tersenyum dan mengangkat sebuah pisau yang sudah memiliki bercak-bercak merah. Aku kemudian mencoba menghubungi polisi, namun sinyal tidak ada. Aku berniat untuk pergi ke kantor pak RT. Aku tidak bisa membiarkan hal ini. Aku berjalan menyusuri kota yang indah dan rapi ini, namun aku tidak bisa menghiraukan perasaan aneh ini. Ada sesuatu yang tidak beres di kota ini. Aku kemudian masih melihat anak yang tadi siang masih tergeletak di jalanan. Aku berlari menghampirinya. Denyut nadinya sudah sangat lemah. Sialan. Aku berusaha menggendong anak ini. Aku kemudian dihampiri banyak bapak-bapak dan orang berseragam. "Pak Rudi. Tolonglah berpikir logis. Janganlah membuat hal ini semakin rumit.", ujar pak RT. Aku bahkan melihat mereka membawa senjata tajam. Firasatku benar. Semua orang di sini sudah gila. "Pendatang! Kau tidak bisa seperti itu! Ini sudah menjadi aturan dan budaya kami! Jangan ikut campur!" Petugas yang tadi siang masih mengingatku. Aku langsung berlari sambil membawa anak itu.

          Aku berlari tunggang langgang, namun aku tidak melihat mereka mengejarku dengan serius. Mereka kemudian berhenti saat aku melewati gerbang kota ini. Sialan, aku meninggalkan tasku di kontrakan itu. Aku terpaksa membawa anak ini ke rumah sakit terdekat. Aku harap aku masih sempat. Satu jam perjalanan aku lalui untuk sampai di rumah sakit terdekat. "A-abang siapa?" Akhirnya dia bisa berbicara. "Tenanglah. Aku akan segera membebaskanmu.", ujarku. Dia kemudian bergetar di punggungku. "Sudahlah nak. Kau pasti akan selamat, tetapi berjanjilah untuk tidak mencuri lagi. Oke?" Dia mengusap matanya sambil menangis. "Aku berjanji.", ujarnya. Angin tiba-tiba bertiup dengan kencang. "Asalkan abang mau memberiku makan.", ujar anak itu dengan suara yang aneh. "Tentu saja.", ujarku sambil berbalik dan menemukan bahwa telinga kananku sudah hilang. "Huh?" Anak itu terdengar sedang mengunyah dan memakan sesuatu yang enak. "Sudah kuduga, daging orang baik rasanya lebih enak. Terima kasih abang telah membebaskanku, tapi maaf bang. Aku sudah tidak tahan. Hehe, selamat makan.", ujarnya. "Aaaaaaaaa!!!" Teriakanku ditelan malamnya hari.

          "Selamat malam.", ujarpetugas meja depan sebuah rumah sakit. Dia kemudian heran melihat tidak adaorang yang datang. "Halo?" Petugas wanita itu keluar dari mejanya dan tiba-tibadikejutkan oleh pria yang berlumuran darah. "T-tolong. Larilah dari sini!" Diakemudian menangkap pria yang jatuh tak sadarkan diri tersebut. "Medis! Medis!"Teriakan petugas itu dipatahkan oleh suara orang mengunyah. "Kakak mau akusuapin?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun