Mohon tunggu...
325 putri sintawati
325 putri sintawati Mohon Tunggu... Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional

Putri Sintawati adalah penulis lepas/ pemerhati isu kebijakan publik dan hubungan internasional dan alumni Hubungan Internasional UMM. Fokus tulisannya mencakup diplomasi, politik luar negeri, dan isu-isu transnasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IPK Tinggi, Tapi Nganggur: Salah Siapa?

1 Juli 2025   20:17 Diperbarui: 1 Juli 2025   20:17 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yakin kamu mengenal seseorang atau mungkin dirimu sendiri yang mengalami ini, lulus dari perguruan tinggi dengan IPK nyaris sempurna, aktif organisasi, punya segudang soft skill, bahkan sudah magang di tempat bergengsi. Tapi nyatanya, tetap menganggur. Atau kalaupun dapat kerja, posisi yang didapat terasa "di bawah standar" kualifikasi yang dimiliki.

Fenomena ini bukan sekadar curhatan anak muda atau bumbu motivasi TikTok. Ini nyata. Ini menyakitkan. Dan ini terjadi pada banyak lulusan sarjana setiap tahun di negeri ini.

Sebagai seseorang yang pernah ada di fase itu, saya merasa penting untuk membedah ironi ini. Bukan untuk menyalahkan siapa-siapa, tapi untuk melihat persoalan secara lebih jernih dan mencari solusi bersama.

IPK Tinggi Tak Menjamin: Realita Pasar Kerja Kita

Sejak kecil kita diajarkan: rajin belajar masuk kuliah lulus dengan nilai bagus langsung dapat kerja. Tapi realitasnya, pasar kerja punya logika lain.

Bayangkan seorang lulusan cumlaude jurusan Komunikasi, fasih berbahasa Inggris, ahli menulis, dan pernah magang di agensi PR ternama. Tapi setelah mengirim puluhan lamaran, yang datang hanyalah tawaran menjadi staf admin dengan gaji pas-pasan. Bahkan seringkali... nihil panggilan.

Frustrasi? Sudah pasti. Bingung? Apalagi.

Data resmi BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan perguruan tinggi pada Februari 2024 mencapai 12,12%, artinya lebih dari satu dari sepuluh sarjana masih belum terserap di pasar kerja. Angka ini jauh lebih tinggi daripada estimasi sebelumnya dan menjadi tanda bahwa fenomena "overqualified tapi nganggur" adalah isu yang nyata dan mendalam. Angka yang terlihat kecil, tapi menyimpan ribuan kisah individu yang merasa stuck, kehilangan arah, dan merasa sia-sia.

Masalah Sistemik: Bukan Salah Mahasiswa Saja

Lalu, apa yang sebenarnya salah? Setidaknya ada empat akar masalah yang saling terkait:

  1. Skill Gap (Kesenjangan Keterampilan):
    Kurikulum kita belum sepenuhnya adaptif terhadap perubahan industri. Dunia kerja membutuhkan keterampilan praktis dan multidisipliner, tapi banyak lulusan hanya dibekali teori.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun