Tahu kah kamu? Jembatan ini menggantung banyak kenangan massa kecil ku. Tempatku menggantungkan diri, seakan seperti kelelawar yang sedang tidur siang. Tempat aku dan kawan-kawanku berlomba memancing kayu. Jembatan yang menjadi penghubung desaku dengan desamu.
Setiap hari kita memperbaiki bagian-bagian yang mudah patah, baik patah oleh meluapnya sungai, maupun retak oleh egonya manusia.
Terdengar riuh tawa kawan-kawan melihat aku dan kamu menghammer paku, satu tanganmu memegang paku dan satunya memegang kawat pinggiran jembatan, sedangan kedua tanganku memegang batu. Keras teriakan ketika batu mengenai tanganmu, kemudian engkau tersipu malu.
Aah... Indahnya massa itu,
Memar badanku, ketika terjun dari jembatan itu. Berceceran tanah liat bekas langkahku di samping tangga kayu, yang menjadi jalan kembali ke jembatan itu. Begitupun dengan mu.
Memar pula bokong ku, ketika ayah datang membawa rotan sebesar batang paku. Pukulan pertama mengajak aku dan kamu pulang tersedu-sedu.
Menjelang malam terdengar riuh bolak balik kendaraan desamu dan desaku. Tak hentinya melonggarkan paku yang terpasang hanya setengah tubuh. Sehingga menjadi pekerjaan, dan sebagai alasan aku dan kamu untuk bertemu.