Berbeda dari stres, kecemasan (anxiety) sering kali muncul tanpa pemicu yang jelas dan bertahan lebih lama. Kecemasan ditandai oleh rasa takut atau khawatir berlebihan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi, bahkan terhadap hal yang kecil atau sepele.
Dr. Maria menjelaskan bahwa kecemasan lebih kompleks karena dapat muncul dari pikiran berulang yang negatif, pengalaman traumatis, atau bahkan ketidakseimbangan kimia otak. “Orang dengan gangguan kecemasan bisa merasa cemas sepanjang hari tanpa tahu kenapa, dan itu sangat melelahkan,” ujarnya.
Gejala khas kecemasan antara lain:
- Jantung berdebar atau napas cepat
- Pikiran tidak bisa berhenti
- Merasa gelisah terus-menerus
- Serangan panik
- Sulit merasa tenang meski dalam situasi aman
Seperti contoh pada mahasiswa, banyak mahasiswa sering mengalami stres dan kecemasan seiring dengan tekanan akademik, sosial, dan tuntutan hidup mandiri yang mereka hadapi. Stres pada mahasiswa biasanya muncul akibat beban tugas, ujian, tekanan nilai, hingga konflik sosial dengan teman atau keluarga. Stres ini merupakan respon normal tubuh terhadap tekanan dan dalam kadar tertentu bisa mendorong mahasiswa menjadi lebih fokus dan produktif. Namun, bila tekanan berlangsung terus-menerus tanpa dikelola, stres dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik.
Sementara itu, kecemasan atau anxiety pada mahasiswa sering kali lebih kompleks. Rasa cemas ini bisa muncul tanpa pemicu yang jelas, berlangsung lama, dan menimbulkan ketakutan berlebihan terhadap masa depan, nilai akademik, atau penilaian orang lain. Mahasiswa dengan kecemasan berlebihan cenderung overthinking, sulit tidur, merasa gelisah terus-menerus, dan bahkan bisa mengalami serangan panik.
Perbedaan utama antara stres dan kecemasan terletak pada durasi dan penyebabnya. Stres biasanya bersifat situasional dan mereda setelah tekanan selesai, sementara kecemasan bisa berlangsung terus walau penyebabnya tidak nyata atau sepele. Kedua kondisi ini bila tidak ditangani dengan baik dapat menurunkan prestasi, mengganggu hubungan sosial, dan memicu masalah kesehatan jangka panjang.
Karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mengenali tanda-tanda stres dan kecemasan sejak dini, serta mencari dukungan baik dari teman, keluarga, maupun tenaga profesional seperti konselor kampus. Mengelola waktu dengan baik, menjaga kesehatan fisik, serta rutin melakukan aktivitas yang menyenangkan juga dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan selama masa studi.
Lalu Apa Perbedaanya Antara Stress dan Anxiety?
Banyak orang sering salah membedakan antara stres dan anxiety (kecemasan) karena keduanya memiliki gejala yang mirip, seperti gelisah, sulit tidur, dan ketegangan fisik. Padahal, stres biasanya merupakan respon normal terhadap tekanan eksternal, seperti beban kerja atau masalah keluarga, dan umumnya akan mereda setelah pemicunya selesai. Sementara itu, anxiety sering kali muncul tanpa pemicu yang jelas, berlangsung lebih lama, dan disertai rasa takut atau khawatir berlebihan yang tidak rasional.
Stres dan anxiety atau kecemasan merupakan dua kondisi emosional yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat menghadapi tekanan, ketidakpastian, atau perubahan besar. Keduanya sering kali dianggap sama karena memiliki gejala yang mirip, seperti sulit tidur, kelelahan, gelisah, dan gangguan konsentrasi. Namun, secara ilmiah dan psikologis, stres dan kecemasan memiliki perbedaan yang cukup mendasar dari segi penyebab, sifat, durasi, serta dampaknya terhadap individu.
Stres merupakan respons alami tubuh terhadap tekanan atau tuntutan dari luar, seperti tugas menumpuk, konflik interpersonal, beban pekerjaan, masalah keuangan, atau perubahan hidup. Ketika seseorang mengalami stres, tubuh memproduksi hormon seperti adrenalin dan kortisol untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan atau ancaman, suatu mekanisme yang disebut "fight or flight response". Respons ini bisa membantu seseorang menjadi lebih fokus, waspada, dan produktif dalam jangka pendek. Dalam konteks ini, stres dapat bersifat adaptif atau bahkan positif jika dikelola dengan baik. Namun, stres yang berlangsung terus-menerus atau kronis tanpa penanganan yang tepat dapat berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental, seperti kelelahan, gangguan tidur, masalah pencernaan, hingga depresi.