Mohon tunggu...
Atse Aryangga Wowiliang
Atse Aryangga Wowiliang Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

hobi Traveling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anxiety vs Stress: Dua Hal yang Sering Tertukar, Tapi Berbeda

18 Juni 2025   20:30 Diperbarui: 18 Juni 2025   20:18 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stress, Anxiety, and Adjustment: Nationwide Children's Hospital

Kita semua saat ini hidup di tengah dunia yang rentan menimbulkan stres dan rasa cemas. Seperti halnya orang dewasa, anak-anak pun mengalami hal yang sama. Stres dan kecemasan merupakan dua kondisi emosional yang sering kali dianggap sama karena memiliki gejala yang mirip, seperti ketegangan, kesulitan tidur, kelelahan, dan gangguan konsentrasi. Namun secara psikologis, keduanya memiliki akar penyebab, sifat, dan dampak yang berbeda. Stres adalah respons alami tubuh terhadap tekanan eksternal yang spesifik, seperti beban akademik, pekerjaan yang menumpuk, konflik interpersonal, atau masalah keuangan. Ketika seseorang mengalami stres, tubuh merespons dengan meningkatkan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin, yang membuat individu menjadi lebih waspada dan siap menghadapi tantangan. Respons ini bisa bersifat positif dalam jangka pendek, karena dapat meningkatkan fokus dan performa. Namun, jika stres berlangsung terlalu lama atau terjadi secara terus-menerus tanpa penanganan yang tepat, hal ini dapat berujung pada gangguan kesehatan fisik maupun mental, seperti kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan daya tahan tubuh, hingga depresi.

Di sisi lain, kecemasan atau anxiety adalah kondisi psikologis yang lebih kompleks, ditandai dengan perasaan khawatir atau takut berlebihan terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi. Berbeda dengan stres yang memiliki pemicu nyata dan biasanya berakhir setelah masalah selesai, kecemasan bisa muncul tanpa sebab yang jelas, bersifat menetap, dan terus-menerus mengganggu pikiran serta aktivitas harian. Kecemasan dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan (anxiety disorder) bila rasa takut dan gelisah tersebut tidak terkendali, bersifat irasional, dan berdampak signifikan terhadap kehidupan seseorang. Individu dengan kecemasan sering kali mengalami gejala seperti jantung berdebar, napas cepat, pikiran yang terus-menerus memikirkan kemungkinan terburuk, serta kesulitan merasa tenang bahkan dalam situasi aman. Secara neurobiologis, kecemasan juga berkaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, seperti serotonin, dopamin, dan GABA, yang memengaruhi regulasi emosi dan respons terhadap stres.

Perbedaan mendasar antara stres dan kecemasan terletak pada waktu dan sifatnya. Stres lebih bersifat reaktif dan temporer, sedangkan kecemasan bersifat preventif dan berlangsung lebih lama, bahkan muncul tanpa alasan yang logis. Meski keduanya dapat saling berkaitan—di mana stres berkepanjangan bisa memicu kecemasan—penanganan terhadap masing-masing kondisi harus disesuaikan dengan karakteristiknya. Mengatasi stres bisa dilakukan dengan manajemen waktu, teknik relaksasi, atau dukungan sosial, sementara kecemasan memerlukan pendekatan yang lebih terstruktur, seperti terapi kognitif perilaku (CBT), mindfulness, atau dalam beberapa kasus, pengobatan dari profesional kesehatan mental.

Apa Itu Stres?

Stres adalah perasaan yang umumnya dapat kita rasakan saat berada di bawah tekanan, merasa kewalahan, atau kesulitan menghadapi suatu situasi. Stres dalam batas tertentu bisa berdampak positif dan memotivasi kita untuk mencapai suatu tujuan, seperti mengerjakan tes atau berpidato. Namun, stres yang berlebihan, apalagi jika terasa sulit dikendalikan, dapat berdampak negatif terhadap suasana hati, kesehatan fisik dan mental, dan hubungan kita dengan orang lain.

Pengalaman menghadapi stres pada anak tidak selalu sama dengan orang dewasa. Di kalangan orang dewasa, stres terkait pekerjaan sangat umum terjadi. Namun, bagi anak, stres terjadi ketika mereka tidak bisa menghadapi situasi yang mengandung ancaman, situasi sulit, atau situasi yang menyakitkan, antara lain:

  • Pikiran atau perasaan negatif tentang diri sendiri
  • Perubahan fisik, misalnya permulaan pubertas
  • Beban belajar, misalnya ulangan atau bertambahnya pekerjaan rumah seiring waktu
  • Masalah dengan teman di sekolah atau lingkungan sosial
  • Perubahan besar, seperti pindah rumah, pindah sekolah, atau perpisahan orang tua
  • Penyakit kronis, masalah keuangan di keluarga, atau kematian orang terdekat
  • Situasi rumah atau lingkungan sekitar yang tidak aman

Menurut Psikolog Klinis Dr. Maria Farida, stres dapat membantu seseorang tetap waspada dan fokus. “Dalam kadar tertentu, stres bisa positif dan memotivasi. Namun, jika dibiarkan berkepanjangan tanpa dikelola, bisa berdampak buruk bagi fisik dan emosi,” jelasnya.

Gejala stres biasanya mencakup:

  • Ketegangan otot
  • Mudah tersinggung
  • Sulit tidur
  • Penurunan produktivitas

Apa Itu Anxiety?

Anxiety adalah kondisi di mana munculnya perasaan gugup, gelisah, atau cemas yang berlebihan. Perasaan cemas merupakan respon alami tubuh terhadap stres dan dapat dialami oleh siapa saja, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Namun, jika rasa cemas yang muncul secara berlebihan, sulit dikontrol, bahkan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, maka kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai gangguan kecemasan. Anxiety bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan memiliki gejala yang bermacam-macam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun