Bukittinggi --- Di balik semangat revolusioner dan pemikiran-pemikiran yang jauh melampaui zamannya, Tan Malaka ternyata pernah dihadapkan pada dilema paling manusiawi: mencintai, namun tak dicintai kembali. Perempuan itu bernama Syarifah Nawawi --- teman seangkatannya di Kweekschool Bukittinggi, dan satu-satunya cinta yang ia perjuangkan hingga dua kali, meski berakhir dengan penolakan yang sama pahitnya.
Antara Gelar Datuk dan Jodoh Paksa
Awal kisah bermula ketika Tan Malaka, atau Sutan Ibrahim gelarnya kala itu, dihadapkan pada pilihan berat yang diberikan oleh keluarganya: menerima gelar Datuk Tan Malaka, atau menikahi perempuan pilihan keluarga. Tan menolak perjodohan tersebut. Ia lebih memilih menerima gelar adat, bukan karena ambisi status, tetapi karena ia sudah menambatkan hati pada seseorang --- Syarifah Nawawi, rekan sependidikan di Kweekschool Bukittinggi. Perempuan cerdas, maju, dan memiliki semangat pembebasan yang sejiwa.
Namun jalan cinta Tan Malaka tak semudah medan perjuangannya. Syarifah kemudian pindah ke Cianjur, Jawa Barat. Di sanalah takdir mempertemukannya dengan R.A.A. Wiranatakusumah V, Bupati Cianjur yang telah menikah dua kali dan memiliki lima anak. Syarifah yang menawan dan progresif menarik perhatian sang Bupati. Pada Mei 1916, keduanya menikah, dan memiliki empat anak: dua perempuan dan dua laki-laki.
Syarifah Menjadi Raden Ayu, Tan Malaka Tetap Menyimpan Rasa
Empat tahun setelah pernikahan, Wiranatakusumah V diangkat menjadi Bupati Bandung, menjadikan Syarifah sebagai Raden Ayu Bandung --- sebuah gelar kebangsawanan Sunda. Tan Malaka, yang kala itu sudah mulai dikenal sebagai pemikir kiri dan aktivis antikolonial, tetap menyimpan rasa kepada cinta lamanya itu. Namun ia tak pernah mencoba mendekati, karena menghormati ikatan pernikahan sang pujaan hati.
Namun takdir kembali memberi celah harapan. Tahun 1942, ketika Tan Malaka tengah berjuang dalam bayang-bayang pengasingan dan pelarian, kabar perceraian Syarifah dengan sang Bupati sampai ke telinganya. Alasannya ironis: Syarifah dianggap terlalu luwes dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan budaya Sunda.
Mendengar berita itu, Tan Malaka --- yang sudah matang sebagai sosok pejuang dan pemikir --- memberanikan diri untuk kembali mengutarakan perasaannya. Ia meminang Syarifah untuk yang kedua kalinya. Namun, lagi-lagi, ia harus menelan penolakan yang sama pedihnya. Cinta yang ia pertahankan selama puluhan tahun, ternyata tetap tak berbalas.
"Tiga Kali Jatuh Cinta, Tapi Semua Gagal"
Beberapa tahun kemudian, dalam sebuah obrolan santai yang kemudian menjadi legenda, Adam Malik --- salah satu tokoh nasional yang juga pernah dekat dengan Tan Malaka --- bertanya kepadanya,
"Bung, apa pernah jatuh cinta?"
Tan menjawab dengan tenang,
"Pernah, tiga kali malahan. Sekali di Belanda. Sekali di Filipina. Dan sekali lagi di Indonesia. Tapi semuanya itu katakanlah hanya cinta yang tidak sampai... perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan."