Fakta Menarik dari Kalimat "Kalau Makan, Minumnya Jangan Teh Es"
Kalimat "kalau makan, minumnya jangan teh es" bukan hal baru di telinga masyarakat Indonesia. Ungkapan ini sering terdengar dari orang tua atau para penggiat kesehatan yang mengingatkan agar kita menghindari konsumsi teh es setelah makan. Meski terdengar seperti mitos, ternyata ada sejumlah penjelasan ilmiah di balik anjuran ini yang patut untuk dipahami lebih dalam.
Apa Sebenarnya Masalah dari Teh Es setelah Makan?
Teh es merupakan minuman yang menyegarkan, apalagi ketika dikonsumsi setelah makan berat. Namun, ada beberapa alasan mengapa hal ini tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan. Masalah utamanya bukan hanya karena dingin, tetapi juga karena kandungan teh dan gula yang berinteraksi dengan proses pencernaan.
Berikut beberapa penjelasan ilmiah yang mendasari anjuran tersebut:
1. Teh Mengandung Tanin yang Menghambat Penyerapan Zat Besi
Tanin adalah senyawa polifenol yang terdapat dalam teh, terutama teh hitam dan teh hijau. Tanin bisa berikatan dengan zat besi non-heme (zat besi dari sumber nabati seperti sayur dan kacang-kacangan), membentuk kompleks yang sulit diserap tubuh.
Menurut American Journal of Clinical Nutrition (2022), konsumsi teh dalam waktu 30 menit setelah makan dapat menurunkan penyerapan zat besi hingga 60%. Jika kebiasaan ini dilakukan terus-menerus, terutama oleh anak-anak, ibu hamil, atau orang dengan anemia, risiko kekurangan zat besi bisa meningkat.
2. Minuman Dingin Mengganggu Proses Pencernaan
Ketika kita makan, suhu di dalam lambung meningkat seiring proses pemecahan makanan oleh enzim dan asam lambung. Teh es yang dingin bisa menurunkan suhu di dalam lambung secara tiba-tiba, menyebabkan pencernaan melambat. Hal ini dikonfirmasi dalam riset yang diterbitkan oleh Journal of Gastroenterology and Hepatology (2023), yang menyebutkan bahwa minuman sangat dingin dapat memperlambat motilitas lambung dan memperpanjang waktu pengosongan lambung.
Akibatnya, makanan lebih lama tinggal di perut, menimbulkan rasa begah, mual, atau bahkan kembung.
3. Gula Tambahan Menyebabkan Lonjakan Glukosa
Sebagian besar teh es yang dikonsumsi sehari-hari mengandung gula tambahan dalam jumlah cukup tinggi. Gula ini tidak hanya meningkatkan kalori harian tanpa nilai gizi, tapi juga bisa menyebabkan lonjakan gula darah, terutama bila dikonsumsi langsung setelah makan yang sudah tinggi karbohidrat.
Kondisi ini dapat membebani kerja pankreas dalam mengatur kadar insulin. Jika dilakukan secara berulang dalam jangka panjang, bisa memicu resistensi insulin atau meningkatkan risiko diabetes tipe 2, sebagaimana dijelaskan dalam publikasi Diabetes Care (2021).
Kapan Waktu yang Aman Minum Teh Es?
Jika kamu tetap ingin menikmati teh es, berikut beberapa tips agar dampaknya tidak mengganggu kesehatan:
Tunggu 1--2 jam setelah makan, agar penyerapan nutrisi utama, terutama zat besi, sudah berlangsung.
Pilih teh tanpa gula tambahan atau ganti dengan madu dalam jumlah kecil.
Gunakan suhu ruang atau teh hangat, terutama jika kamu baru selesai makan berat.
Hindari konsumsi teh saat sarapan jika kamu mengandalkan sayur atau sumber zat besi nabati sebagai menu utama.
Kesimpulan
Kalimat "kalau makan, minumnya jangan teh es" bukan sekadar petuah lama tanpa dasar. Ada sejumlah alasan ilmiah yang mendukung peringatan ini, mulai dari terganggunya penyerapan zat besi, perlambatan proses pencernaan akibat suhu dingin, hingga potensi lonjakan gula darah dari teh manis. Dengan memahami fakta-fakta ini, kita bisa lebih bijak memilih waktu dan cara menikmati teh es agar tetap sehat tanpa harus kehilangan kesegaran yang ditawarkan minuman ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI