Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengulik Pernyataan Firli dan IPK Indonesia yang Jeblok

13 April 2021   20:59 Diperbarui: 13 April 2021   21:03 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Perlu kita ingat bahwa Indeks Demokrasi Indonesia 2020 terjun bebas ke posisi terendah sejak 14 tahun terakhir. Tahun lalu, skor indeks demokrasi kita hanya 6,3 sehingga berhak atas rangking 64 dari 167 negara. Itu alarm bahaya.

Kalau mau kata yang lebih spesifik: gawat. Kategori indeks demokrasi kita, sebagaimana yang dilaporkan oleh The Economist Intelligency Unit (EIU), pada 2020 adalah demokrasi yang cacat (flawed demoracy). Malu, Pak Firli. Malu!

Sememangnya Ketua KPK perlu menapis pernyataan. Sekalipun beliau melontarkan pendapat pribadi, marwah lembaga yang dia pimpin pasti terbawa. Maraknya pemberitaan OTT merupakan bagian dari kontrol sosial. Biar semua orang tahu "si anu sudah menganu uang negara".

Apabila informasi soal korupsi disamaratakan dengan berita tentang maling ayam, korupsi bisa-bisa dianggap sebagai tindak kejahatan biasa. Padahal, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Pak Firli tidak bisa membatasi ingar-bingar pemberitaan soal garong uang negara. Masyarakat berhak tahu apa yang terjadi dan apa yang dilakukan KPK.

Ada persoalan lain yang akan muncul apabila informasi penangkapan dianggap biasa. Selain alir kabar memampat, kejelasan hasil akhir dari sebuah tindakan korup tidak akan tersebar luas. Itu perkara besar. Sanksi sosial sejatinya menjadi salah satu hukuman psikososial bagi pelaku.

Makin mudah seseorang "mengamankan" uang negara ke dalam saku sendiri makin merangsang orang lain untuk melakukan hal serupa. Akan berbeda jika koruptor "dimiskinkan", baik dalam bentuk pengembalian hasil garong maupun dalam pemberian perlakuan khusus.

Saya percaya, Pak Firli pasti paham soal kontrol sosial dan sanksi sosial. Jika maling motor dikasih tempat tidur berupa lantai tanpa alas, koruptor sebaiknya diperlakukan serupa. Kalau bisa, lebih menyedihkan. Jangan sebaliknya, koruptor masuk penjara justru diberi layanan yang setara dengan kamar hotel mewah.

Maka dari itu, Pak Firli--selaku panglima pemberantasan korupsi--tidak boleh memandang enteng perlakuan terhadap koruptor. Biarlah Bapak Firli dan kolega bekerja mati-matian memberangus korupsi, lalu biarkan pula jurnalis habis-habisan mengabarkannya.

Jangan-jangan koruptor yang belum tertangkap melakukan rapat gelap. 

"Saudara-saudara, tetap setia pada perilaku korupsi. Kita hanya sedikit, tetapi kerugian yang kita hasilkan menyakiti seratus enam puluh dua juta rakyat Indonesia yang baik."

Oh, orasi demikian sungguh menyesakkan dada. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun