Bisa. Lihatlah ke dalam dirimu, tengok hatimu, perhatikan bisikan terdalam di relung kalbumu. Karena kamu benci menyakiti hati orang lain maka kamu tidak melakukannya, jadilah itu mata air rasa bahagia. Karena kamu benci menzalimi orang lain maka kamu hindari tabiat itu, itulah jalan bagi hatimu untuk menemukan rasa bahagia.
Hanya dua contoh itu yang dapat saya agihkan. Dua orok berbeda yang sama-sama lahir dari kebencian. Yang pertama merawat kebencian agar bisa mendulang uang, yang kedua mengasuh kebencian supaya tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Ujungnya sama-sama bahagia. Yang pertama bahagia dengan cara menari di atas derita orang, yang kedua bahagia dengan cara berdansa di atas rasa benci. Tinggal pilih jalan mana yang sesuai dengan bisikan hati nurani.
Bisakah kita bahagia dengan membiakkan kebencian?
Esensi benci sejatinya adalah benteng pertahanan hati agar sanggup menahan serangan putus asa. Target utama ialah bertahan hidup. Seseorang yang putus cinta, lalu patah hati, lalu tidak mampu melakukan agresi perasaan dari putus asa menuju perbaikan harapan, kemungkinan besar ia akan tiba pada gairah mengakhiri hidup. Itu berbahaya.
Bayangkan. Setelah ditinggalkan tanpa alasan, setelah diabaikan tanpa pesan, si Impli (nama lengkap: implikatur--maksud yang terkandung secara taklangsung) mati-matian membenci sang mantan. Dalam hati ia berkata, “Kelak kau akan tahu betapa sakit ditinggalkan tanpa sebab!”
Tidak baik mendoakan sesuatu yang buruk bagi orang lain, termasuk mantan. Ya, itu betul. Hanya saja, jangan lihat itu sebagai doa. Anggap sebagai sugesti batin agar tidak terjerambap ke dalam liang putus asa. Dari situ, akan terbentuk mekanisme pertahanan diri. Soal nanti agresif atau tidak, itu perkara belakangan.
Dari situ, si Impli akan mendapati cara bertahan hidup, cara mengatasi sakit hati, cara merawat harapan, bahkan cara membalas dendam. Jikalau kelak ia abaikan cara terakhir dengan cara memaafkan, itu bonus yang berisi rasa bahagia. Jikalau nanti ia mampu memaafkan, sekalipun takmampu melupakan, di situlah ia akan menemukan kebahagiaan.
Dengan demikian, Diari, kebencian dapat mengantar kita ke dalam bilik bahagia. Asal kita tahu takar benci seperti apa yang patut untuk memburu bahagia, asal kita paham porsi benci seperti apa yang dapat mengantar kita ke dalam pelukan bahagia.
Begitulah, Diari. Selamat tidur.
Salam takzim, Khrisna Pabichara