Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Imlek 2021: Menyibak Geliat Pejuang Literasi Tionghoa Makassar

12 Februari 2021   12:31 Diperbarui: 12 Februari 2021   18:52 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Pecinan, simbol akulturasi budaya antaretnis di Kota Makassar (Foto: makassarguide.com)

Tuan Hoo tidak hanya mahir menggubah syair dalam bahasa Makassar, tetapi sebenarnya beliau juga menguasai esensi sastra Makassar. Dalam lagu Ati Raja, misalnya, ia bertutur tentang hidup di tiga alam sebagaimana keyakinan kuno masyarakat Bugis-Makassar. Kehidupan tiga alam itu ia simbolkan lewat tallung lawarak lekokna (tiga lembar sirih).

Beliau juga memahami sedalam-dalamnya spiritualitas Bugis-Makassar. Hal itu tergambar dalam lagu-lagu gubahannya. Ammak Ciang, Ati Raja, Sai Long, atau Makrencong-rencong. Sekilas ia terlihat hanya berkisah tentang gadis yang patah hati, padahal sejatinya ia bertutur tentang dunia yang sementara dan akhirat yang abadi.

Saya pernah menanggit esai yang khusus saya persembahkan buat Tuan Hoo, begitu saya sebut nama beliau. Menulis (Sepenuh) Cinta ala Tuan Hoo Eng Djie. Silakan klik dan mampir jika sempat.

***

ETNIS TIONGHOA sejak awal diterima dengan tangan terbuka di Makassar. Amanna Gappa, salah seorang petinggi di salah satu kerajaan Bugis, menikah dengan seorang putri Tionghoa. Hal itu menunjukkan jalinan hubungan antara orang Bugis-Makassar dengan orang Tionghoa beberapa abad lampau sudah sangat kuat.

Memang pernah terjadi benturan antaretnis yang melibatkan Bugis-Makassar dan Tionghoa, tetapi benturan antaretnis terjadi di mana-mana di belahan dunia. Semua bermula dari stereotipe individual. Merujuk pendapat Purwasito (2003, 224--231), kebiasaan individu akan membentuk pemikiran khusus mengenai kultur tertentu.

Itu betul. Gegar budaya sangat potensial terjadi. Itulah pentingnya memahami latar belakang budaya, seperti pola berpikir tiap individu, stereotipe, etnosentrisme, tradisi, nilai, norma, dan sistem religi. Perbedaan itu niscaya dan harus diterima.

Fakta menunjukkan bahwa manusia memang makhluk unik dan khas. Keunikan dan kekhasan ini, dalam konteks bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, dapat menimbulkan keragaman tatanan sosial dan kebudayaan. Indonesia adalah negara-bangsa yang terdiri atas beragam etnis, agama, dan bahasa. Jadi, gegar budaya bukanlah sesuatu yang aneh.

Selain itu, keragaman kultur tidak berarti menghalangi atau menyekat nilai-nilai kemanusiaan. Empat tokoh Tionghoa yang saya ajukan di atas adalah contoh konkret dari asimilasi budaya. Mereka hanya segelintir dari sekian banyak sosok keturunan Tionghoa yang menyatu dengan masyarakat lokal di Makassar dan sekitarnya.

Bagaimana dengan kondisi hari ini? 

Sama saja. Masih terjalin hubungan emosional yang kuat. Rudy Gunawan adalah salah satu sosok keturunan Tionghoa yang sangat peduli pada kemajuan literasi di Indonesia, khususnya di Makassar dan sekitarnya. Maka, seperti petuah Tuan Hoo, mari kita rayakan keberagaman ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun