Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menanyakan dan Mempertanyakan Nasib Bahasa Daerah

11 November 2018   22:24 Diperbarui: 12 November 2018   08:10 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monolog berbahasa Batak disajikan dengan penuh pikat oleh Nancy Simanungkalit. [Sumber Foto: Saut Poltak Tambunan]

Tunggu sebentar. Menanyakan berbeda dengan mempertanyakan. Yang pertama menghendaki jawaban langsung dan seketika, yang kedua menginginkan jawaban dalam jangka yang lama. Menanyakan berarti 'meminta keterangan atas sesuatu', sedangkan mempertanyakan berarti 'mempersoalkan'.

Tanyaan hati saya bagai gayung bersambut. Pucuk didamba ulam tiba. Bung Saut, sang suhu yang tidak kuasa saya tolak undangannya, tengah bernostalgia tentang bahasa daerah dan pernak-perniknya yang menegangkan dan menenangkan.

Mengapa menegangkan? Karena beliau bertutur ihwal bahasa daerah yang terancam lenyap dari peredaran dan punah karena kehilangan penutur. Barangkali fakta bahwa ada bahasa daerah dengan hanya 2000 penutur mengenaskan, tetapi bahasa daerah dengan penutur puluhan juta--seperti bahasa Jawa dan Sunda--juga tidak luput dari ancaman kepunahan.

Menurut Bung Saut, sastrawan yang sudah melahirkan novel tetralogi berbahasa Batak, banyak musabab yang merapuhkan bahasa daerah. Masalah terberat justru pada mental penutur. Tidak dapat dimungkiri, sebagian besar generasi milenial malu berbahasa daerah. Seakan-akan berbahasa daerah identik dengan zaman baheula. Pendek kata, berbahasa daerah berarti kuno.

Selanjutnya, ancaman datang dari perkawinan antarsuku. Bung Saut mengamsalkan perkawinan antarsuku sebagai benda orisinal. Dua penutur bahasa ibu dari daerah berbeda menyatu dalam satu mahligai rumah tangga.

Kemudian, rumah tangga mereka menghasilkan generasi KW-1 yang "tahu bahasa daerah tetapi jarang digunakan". Generasi KW-1 ini melahirkan generasi KW-2 yang "tahu bahasa daerah tetapi tidak bisa menggunakannya". Lalu, tumbuhlah generasi KW-3 yang "sama sekali tidak tahu apa-apa tentang bahasa daerah".

Itu sebabnya saya sebut menegangkan. Ancaman kepunahan bahasa daerah sudah di depan mata. Faktanya, dari 746 bahasa daerah yang diidentifikasi oleh Pusat Bahasa pada 2016, kini jumlahnya perlahan-lahan menyusut.

Mengapa menenangkan? Tentu saja fenomena yang disuguhkan Bung Saut bukan sesuatu yang mengejutkan. Generasi Z yang lahir sekisar 1995-2010 sudah intim dengan bahasa asing lewat permainan-permainan di gawai. Generasi Alpa yang mbrojol pada rentang 2010-sekarang bahkan sudah akrab dengan dunia digital sebelum mereka melek baca-tulis.

Walau demikian, generasi Y (1980-1994) sebagian besar masih akrab dengan bahasa daerah. Meskipun terbata-bata saat melafalkan, setidaknya mereka belum terlalu asing. Hanya saja, mereka tidak dapat mewariskan bahasa daerah kepada anak-anaknya.

Segelintir di antara generasi Y masih peduli pada bahasa daerah. Itu juga mereka yang menetap di kampung. Kalaupun ada yang di kota besar, kemungkinan karena kuliah di jurusan sastra daerah. Jumlahnya tidak banyak. Jauh bila dibandingkan dengan sastra Indonesia atau asing. Tidak apalah, setidaknya masih ada yang peduli. Itu saja dulu.

Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpunas RI, membuka temu wicara dan pentas sastra daerah. [Foto: Dokumentasi Pribadi]
Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpunas RI, membuka temu wicara dan pentas sastra daerah. [Foto: Dokumentasi Pribadi]
Perbedaan Cara Berpikir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun