Remba mendongak, tersenyum, lalu menunduk lagi. Seolah-olah Tami kalah menarik daripada buku yang sedang dibacanya.
"Maaf mengganggu," ujar Tami setelah mendeham. "Ada yang harus elu jawab atas pertanyaan gue ini. Pertama, dari mana kamu belajar membantu persalinan? Kedua, mengapa kamu nekat melakukan sesuatu yang dapat mencelakai orang lain?"
Tatapan Remba tetap tertuju pada buku.
Tami kesal. "Elu tuli?"
Remba menutup dan menaruh buku di atas meja. "Tiga pertanyaan."
"Cuma dua!"
"Tiga," bantah Remba tenang. Suaranya pelan. "Pertama, belajar membantu persalinan." Tami mengangguk. "Kedua, nekat melakukan sesuatu." Tami mengangguk lagi. "Ketiga, apakah saya tuli atau tidak."
Tami mendelik. Alisnya seketika bertaut. Keningnya mengernyit.
"Baiklah, akan saya jawab ketiga pertanyaanmu tadi."
"Dua!"
"Tiga!" Remba tersenyum. "Pertama, saya tidak pernah belajar membantu persalinan. Saya hanya berusaha mengatasi rasa panik. Kedua, saya bukan orang yang nekat. Saya sudah perkirakan kapan kalian datang. Ketiga, saya bukan orang tuli. Begitu jawaban atas ketiga pertanyaanmu itu."