Kami bermain baik sepanjang turnamen hingga semifinal, tetapi kami dihentikan oleh satu pemain (Maradona) yang tampil sangat baik.
~ Jan Ceulemans, Kapten Timnas Belgia 1983-1991Â
Jangankan Youri Tielemans (21 tahun), gelandang Belgia, Hazard (27) pun belum lahir kala Diables Rouges melangkah ke babak semifinal Piala Dunia 1986 di Meksiko. Bahkan Vincent Kompany (32), pemain tertua dalam skuat Belgia, belum cukup dua bulan ketika Belgia ditundukkan Meksiko pada laga pertama , 3 Juni 1986, di Stadion Azteca Meksiko.
Pada Piala Dunia 1986, gawang Iblis Merah dikawal oleh Jean Marie-Pfaff. Kiper Bayern Muenchen itu tampil gemilang dan terpilih dalam Sebelas Terbaik Piala Dunia 1986. Ia juga didaulat sebagai salah satu kiper dalam 100 Pemain Terbaik Sepanjang Masa pilihan Pele. Sekarang Belgia punya Courtois (Chelsea). Andai kata Courtois cedera atau terkena kartu merah, Simon Mignolet (Liverpool) adalah kiper pengganti yang setara.
Gelandang Belgia yang cukup bersinar pada Piala Dunia 1986 adalah Franky Vercauteren. Sayap kiri lincah ini dijuluki Si Pangeran Kecil karena sihirnya setiap menggiring bola. Ia tidak tergantikan dalam enam laga dan mencetak sebiji gol. Sekarang Belgia punya de Bruyne. Gelandang yang berkarier di Manchester City itu sudah mencetak sebiji gol, persis Vercauteren. Gocekannya maut, umpannya akurat.
Kapten tim, Jan Ceulemans, ditahbiskan sebagai gelandang dengan teknik olah bola tingkat tinggi. Selain unggul dalam duel bola udara, ia juga piawai merobek jala lawan. Ia mencetak tiga gol sepanjang turnamen. Maka, ia diganjar sebagai Sebelas Terbaik Piala Dunia 1986. Kini, Ceulemans menitis pada Sang Kapiten Iblis Merah yang baru. Hazard sudah mencetak dua gol dan masih berpotensi menambah pundi-pundi golnya.
Hebatnya lagi, belum sebiji gol pun yang dicetak oleh pemain Manchester United itu dari titik penalti. Lukaku juga cocok ditahbiskan sebagai titisan Nico Claesen yang mencetak tiga gol dalam enam laga pada Piala Dunia 1986.
Kiprah Ceulemans dan kolega pada Piala Dunia 1986 harus terhenti di babak semifinal. Iblis Merah kalah 0-2 dari Tim Tango. Walaupun kalah, mereka bermain apik laksana harimau. Maklum saja, saat itu Argentina dipimpin oleh Si Penyihir Maradona. Legenda Albiceleste--julukan Argentina--yang menceploskan dua gol ke gawang Pfaff.
Itulah satu-satunya warisan sejarah yang tidak boleh ditiru oleh Hazard dkk. Iblis Merah harus melangkah lebih jauh. Sekaranglah masa yang pas untuk mengukir sejarah. Jangan berhenti di semifinal, sekalian masuk final dan juara. Sekali basah, mandi sekalian!