Menurut Hugo Grotius, aksioma dasar hukum alam ialah manusia adalah makhluk sosial. Sedangkan menurut Pufendorf, aksioma hukum alam ialah manusia harus mewujudkan diri sebagai makhluk sosial, supaya ia dapat hidup di dunia dalam damai. Jadi Pufendorf mengatakan bahwa sosialnya manusia ialah suatu keharusan moral, bukan kenyataan fisik.
   Menurut Christian Thomasius, hukum alam terdiri dari 3 norma yakni norma moral, norma adat dan norma hukum. Menurut Wolff, prinsip dasar hukum alam ialah berbuatlah segalanya bagi kesempurnaan hidup dan jangan berbuat sesuatu yang merugikan perkembangan orang.
Bebas Beban MoralÂ
   Rasa intelektif pada manusia dapat mengendalikan hidupnya dalam periode-periode perkembangan peradabannya. Dalam hukum alam, fokus perhatian manusia terarah bukan dalam hubungan manusia dengan alam, namun hubungan manusia dengan sesamanya. Manusia hidup bersama sesamanya dalam satu ruang yang sama, satu alam. Relasi sosial ini menimbulkan persaingan, kekuasaan, kekerasan, cinta, pengorbanan, balas dendam, dll.
   Tiga hal dominan dalam hukum alam ialah kekuatan, kekuasaan dan kekerasan. Orang kuat adalah orang tua dan senior. Orang tua berkuasa atas orang muda. Sehingga orang tua dan senior sering melakukan hukuman fisik terhadap orang muda demi kesadaran terhadap pentingnya bimbingan. Dengan cara hukuman fisik, orang tua dan senior ingin mengambil peran jelas sebagai pembimbing hidup dari orang muda. Dengan demikian, sebagai bimbingan, hukuman adalah bebas beban moral.
   Orang tua dan senior membimbing orang muda dengan memberinya hal-hal penting untuk kehidupan di masa depan. Tuntutan kecenderungan alamiah membuat orang tua dan senior sering melakukan hukuman fisik kepada orang muda. Banyak kali orang muda harus menahan rasa sakit fisik akibat hukuman  dari para penguasa (orang tua dan senior).
   Hanya demi memperoleh kaidah dan makna hidupnya, orang muda harus menahan rasa sakit sesaat itu untuk meraih kebahagiaan di masa depan. Sia-sia saja upaya manusia menghindari hukum alam. Manusia perlu menerimanya secara intelektual bahwa penguasa alamiah ialah orang tua dan senior sebagai orang-orang kuat. Orang muda harus menahan sakit akibat hukuman dari orang tua dan senior demi meraih kesejahteraan.
Fenomena Hukuman di Sekolah
   Dalam lembaga pendidikan, sudah lama terjadi fenomena hukuman fisik. Perdamaian adalah cara penyelesaian masalah akibat kekerasan guru terhadap siswa/i. Penyelesaian ini sering melibatkan semua elemen guru di sekolah. Tapi dengan selalu terjadinya berbagai bentuk hukuman fisik di sekolah, penyelesaian hukuman masih selalu didiskusikan.
   Jika hukuman selalu terjadi di sekolah, apakah hukuman dalam berbagai bentuknya masih bisa diperbolehkan? Tentu banyak orang memberikan jawaban tidak. Memang hukum positif dan peraturan sekolah sudah menetapkan bahwa tidak boleh ada hukuman fisik di sekolah.   Sekolah sudah menerapkan disiplin ketat dengan hukuman, namun hendaknya menghindari segala hukuman fisik.
   Lembaga pendidikan adalah lembaga ilmu pengetahuan. Penguasaan ilmu pengetahuan adalah kekuasaan terbesar dalam abad XXI yakni abad ilmu pengetahuan. Jelas, guru memberikan hukuman kepada para siswa/i karena motif pendidikan, bukan motif penganiayaan. Sebagai pendidik di kelas, guru mungkin terikat dengan hukum alam. Sehingga cara bijaksana menyelesaikan  hukuman dengan motif pendidikan di sekolah akibat hukum alam ialah para siswa/i tidak melarikan diri, namun mereka harus menahan sedikit rasa sakit itu secara pribadi dengan gagah berani.