(Disadur dari buku Sejarah Lengkap Perang Dunia 1 karya Alfi Arifian)
Pada awal abad ke-20, Imperium Britania yang dipimpin oleh Raja Edward VII menghadapi berbagai tantangan atas dominasi kolonialnya. Meski Imperium Britania menguasai seperempat wilayah dunia, ancaman utama bukan berupa agresi militer, melainkan pembangunan jalur kereta api dan teknologi infrastruktur oleh negara-negara lain di wilayah koloni. Juga terjadi upaya memecah monopoli Inggris atas jalur laut dunia.
Negara-negara besar Eropa seperti Perancis, Rusia, dan Jerman mengembangkan proyek infrastruktur besar-besaran. Di Perancis, Gabriel Hanotaux dan Ferdinand de Lesseps dikenal atas pembangunan Terusan Suez. Di Rusia, Sergei Witte sebagai menteri keuangan memimpin pembangunan jalur kereta api Trans-Siberia bersama ilmuwan Dmitri Mendeleyev. Di Jerman, Georg von Siemens dan Deutsche Bank membiayai jalur kereta Berlin-Baghdad. Grup-grup ini juga bekerjasama dengan industrialis Amerika Serikat dan negara lain.
Witte dan Hanotaux memiliki visi strategis untuk membentuk koalisi kontinental antara Perancis, Jerman, dan Rusia yang berfokus pada kepentingan ekonomi global agar Eropa bisa melampaui Amerika Serikat dan mengakhiri dominasi Inggris. Selama tahun 1890-an, peluang membentuk liga kontinental melawan Inggris sempat muncul, seperti pada Insiden Fashoda tahun 1898 di Afrika Utara. Perancis berusaha menguasai wilayah sepanjang Sungai Nil untuk mengusir Inggris dari Sudan, yang penting untuk menghubungkan koloni Inggris di Afrika Selatan dan Afrika Timur.
Dalam konflik ini, Inggris menang dengan jumlah pasukan yang jauh lebih banyak. Meski Jerman punya peluang untuk menarik Perancis ke aliansi anti Inggris, Inggris berhasil mengelola situasi agar Perancis lebih memilih aliansi damai dengan Inggris. Pada 1904, setelah Perang Boer kedua selesai, Inggris dan Perancis menandatangani Entente Cordiale, sebuah perjanjian yang menjamin keamanan wilayah Mesir dan Maroko. Dengan demikian, Perancis menerima kontrol Maroko dan Inggris mempertahankan Mesir.
Triple Entente: 'koalisi antara Inggris, Perancis, dan Rusia' adalah karya Raja Edward VII. Ia juga merancang aliansi Inggris-Jepang dan Entente Inggris-Rusia pada 1907. Hubungan khusus antara Inggris dan Amerika Serikat di bawah Presiden Theodore Roosevelt juga terjadi pada masa ini. Meski Raja Edward VII meninggal pada 1910, rancangan aliansinya terealisasi pada pecahnya Perang Dunia I pada 1914.
Raja Edward VII menjalankan politik luar negeri Inggris dengan tangan besi dan jaringan rahasia yang terdiri dari agen, pemikir, dan mata-mata di seluruh Eropa dan Amerika. Beberapa pejabat pemerintah dan kabinet juga tergabung dalam jaringan ini. Ia memusatkan upayanya untuk mengisolasi Jerman dengan membentuk aliansi dan mengakhiri kebijakan isolasi Inggris yang dikenal sebagai splendid isolation.
Seorang editor surat kabar dan seorang duta besar Belgia pernah mengungkapkan bahwa Raja Edward VII mengendalikan kebijakan luar negeri Inggris secara pribadi dan di luar jalur resmi pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa Raja Edward VII adalah sosok diktator yang mengatur Inggris secara langsung.
Ketakutan Raja Edward VII terhadap kebangkitan Kekaisaran Jerman yang semakin kuat di Eropa karena kemajuan ekonomi, teknologi, dan politik membuatnya membangun jaringan aliansi untuk menjatuhkan Jerman. Setelah penyatuan Jerman mengubah keseimbangan kekuatan di Eropa, Inggris berusaha mengembalikan balance of power dengan cara memecah konsolidasi kekuatan Jerman melalui isolasi dan provokasi.
Untuk mewujudkan rencananya, Raja Edward VII menggunakan dua strategi utama. Pertama, membangun jaringan politik dan propaganda rahasia yang melibatkan media dan agen mata-mata. Kedua, mengakhiri politik isolasi dan mulai membentuk aliansi dengan negara-negara besar Eropa yang potensial menjadi sekutu Jerman.