Farid mengernyit. "Ah, kau saja. Aku sudah sering dengar itu. Lagi pula, orang-orang sudah tahu aku rajin ibadah. Apa gunanya lagi?"
"Ilmu tidak pernah habis, Rid. Kadang kita merasa aman, padahal justru di situlah kita terjebak," ucap Yusuf hati-hati.
Farid tertawa kecil. "Kau terlalu serius. Santai saja. Lagipula, aku sudah cukup baik."
---
Malam Jumat tiba. Masjid dipenuhi jamaah. Yusuf datang, tetapi Farid tidak tampak. Ustaz Karim mulai berceramah:
"Saudaraku, hati yang keras adalah musibah. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 8--10, bahwa ada orang yang berkata beriman padahal hatinya kafir. Mereka itulah orang-orang munafik. Munafik bukan hanya di zaman Nabi, tapi juga bisa menjangkiti kita. Mereka tampak indah di luar, tetapi hatinya kosong dari iman."
Yusuf menunduk, merenungi kata-kata itu. Ia merasa sahabatnya, Farid, sedang berada di jalan berbahaya.
---
Keesokan harinya, Yusuf menemui Farid.
"Rid, aku takut padamu. Aku khawatir kau jatuh pada penyakit nifak. Nabi bersabda, 'Tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat.' (HR. Bukhari-Muslim). Aku lihat sebagian tanda itu ada padamu."
Farid menatapnya tajam. "Kau menuduhku munafik? Kau pikir dirimu lebih baik?"