Mohon tunggu...
Silla Agustin
Silla Agustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Aku tidak sebaik kamu, pun dengan tulisanku. "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." _Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Anemia

31 Desember 2023   13:58 Diperbarui: 31 Desember 2023   15:13 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keryitan suara pintu ruang UGD membuat atensi abi dan umi teralihkan. Mereka menangkap sesosok dokter yang menangani Dewi masuk dengan membawa beberapa peralatan seperti tensi darah, stetoskop, dan Iain sebagainya. Pria itu disambut hangat oleh abi dan umi, begitu pula dengannya. Tak lupa senyum manis ia layangkan kepada pasangan suami istri yang tengah menj aga buah hatinya.

Atensinya tertuju pada infus Dewi. Kemudian ia mulai mengeluarkan peralatan medisnya. Pertama yang dipantau adalah kondisi vital dari pasien. Satu persatu telah dilakukan hingga dokter itu kembali menjelaskan bahwa kondisi Dewi berangsur-angsur membaik.

"Bagaimana, Dok?" Dokter itu membalikkan badan seraya memasukkan peralatan medisnya ke dalam tas selempang hitam miliknya.

"Alhamdulillah, kondisi pasien berangsur-angsur membaik. Hanya saja tekanan darahnya kurang dari sembilan puluh." Mereka merapalkan hamdalah dengan begitu kompak. Antara senang dan diliputi rasa takut. Mengapa tidak. Terutama Umi Maryam terlalu cemas dan risau.

"Tidak apa-apa, jika pasien kuat tidak pusing lagi. Hari ini boleh pulang." Tawaran itu begitu menggiurkan bukan? Siapa juga yang mau terlalu lama terbaring di ruangan sempit ini.

"Hanya pusing sedikit Dokter, Dewi mau pulang sekarang saja," jawabnya.


"Nak ... benar kamu mau pulang sekarang? Abi takut--"

"Dewi baik-baik saja, Abi ... Percayalah." Lagi dan lagi gadis itu memangkas perkataan sang abi. Ia tahu bahwa ini tidak sopan dan tak patut jadi contoh bagi yang lain. Namun, ia tidak ingin menghabiskan waktunya di ruangan sepetak yang sempit sehingga ia tak leluasa bisa melakukan aktivitas lainnya. Abi Hamka menghela napas berat. Sekarang ia tak bisa berkata-kata lagi jika ini sudah menjadi keinginan sekaligus keputusan mutlak Dewi.

"Tapi apakah perlu dilakukan tes darah dan beberapa tes lainnya, Dok?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Tidak perlu, Pak. Nanti akan saya berikan resep obat dan suplemen penambah darah. Nanti diminumnya tiga kali seminggu saja sudah cukup."

"Ini benar pasien sudah boleh pulang, Dok?" tanya Umi Maryam sekali lagi meyakinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun