Ciri khas kain Sabilulungan terletak pada kain tenun sutra motif daun murbei dan daun kaliki, yang dahulu menjadi pakan ulat sutra. Walau kini daun kaliki tidak lagi digunakan, motif yang terinspirasi darinya tetap menjadi simbol sejarah dan kesinambungan budaya.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemasaran: Dari Manual ke Nasional
Walaupun terletak di daerah terpencil dan minim dukungan teknologi, produk Kendra Sabilulungan telah menjangkau berbagai kota besar seperti Jakarta, Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Pemasaran masih dilakukan secara manual melalui WhatsApp, dari mulut ke mulut, atau langsung dibawa oleh Kendra saat bepergian ke luar kota. Tidak sedikit pejabat daerah yang membeli tenun dari usaha ini, menunjukkan kepercayaan dan apresiasi terhadap kualitas produknya.
Sayangnya, keterbatasan dalam pemasaran digital menjadi tantangan utama. Kendra menyadari pentingnya media sosial, namun keterbatasan SDM dan akses teknologi menjadi hambatan besar. "Di sini banyak pengrajin, tapi belum jadi pengusaha," ujarnya. Karena itu, ia berupaya membentuk kelompok dan komunitas agar bisa bangkit bersama.
Manajemen dan Tantangan Pasca Pandemi
Pandemi COVID-19 sempat melumpuhkan banyak sektor usaha, termasuk tenun sutra. Namun, Kendra Sabilulungan tetap bertahan karena masih ada pesanan yang masuk. Salah satu kunci keberlangsungan adalah sistem pembayaran dengan DP minimal 50%, yang digunakan untuk operasional dan pembelian bahan baku. Tantangan lain yang dihadapi adalah regenerasi tenaga kerja. Tukang-tukang yang dulu andal kini sudah tua, sementara SDM muda masih perlu banyak pelatihan. Manajemen dan modal menjadi titik krusial, meski pasar sebenarnya cukup menjanjikan.
Dari Koperasi ke Swadaya
Pada masa jayanya, usaha tenun sutra ini sempat memiliki dukungan koperasi dan bantuan dari pemerintah, terutama pada era krisis moneter 1998. Petani murbei mendapat dana hibah hingga Rp4,7 juta per hektar, dan hasil panen dijual ke koperasi dengan sistem bagi hasil. Namun sejak 2004, koperasi bangkrut karena pasar lesu. Sejak 2008, usaha dijalankan secara individu hingga akhirnya mulai bangkit kembali pada 2017 melalui pembentukan kelompok baru.