Mohon tunggu...
Zika Amell
Zika Amell Mohon Tunggu... Wiraswasta - writerpreuner

Seorang wanita yang menyukai birunya laut serta hamparan awan yang memutih di kaki langit. Saat ini sedang mencoba mengukir asa di serangkaian diksi yang menjelma sebuah keindahan dalam lara. Jalin silaturahmi boleh di sini Add fb Zika Amell Follow IG @zika_amell

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku Sayang Kalian

21 Februari 2020   16:50 Diperbarui: 21 Februari 2020   16:47 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernah dengar kebisingan pasar malam? Begitulah keadaan kerap kali yang kualami di rumah besar nan megah ini. Sebelumnya masih ada ketenangan di tempat yang kata orang istana raja, sampai Angela, katanya sepupu Papa datang ke dalam keluarga bahagia kami.

Perempuan itu adalah pemicu semua permasalahan yang terjadi antara Mama dan Papaku. Aku awalnya tidak menyangka akan serumit ini. Aku mengira, Tante Angela itu perempuan yang baik. Namun, dengan sikapnya yang egois itu mampu menghancurkan perasaan orang yang telah melahirkanku ke dunia fana ini.

Ah, itu sebagian ingatan burukku tentang perempuan penggoda itu. Malam ini aku pulang lebih awal dari biasanya. Aku ingin tahu apa masih ada ketenangan di rumah walau hanya sedikit saja. Perlahan kugerakkan langkah membuka gagang pintu depan, persis seperti maling yang sedang mengawasi tuan rumahnya.

Pertama, aku sengaja mengarahkan pandangan ke lantai atas untuk memeriksa keadaan rumah. Ternyata seluruh penghuni sudah terlelap. Bahkan Mama, yang biasanya menungguku pulang sekarang malah tidak kudapati apa-apa di sofa ruang tengah.

Kunaiki tangga satu persatu, akhirnya aku sampai di depan kamar mama. Perlahan aku berjalan menuju pintu kamar. Sengaja sepatu aku buka, agar mama dan papa tidak menyadari kalau anaknya pulang. Sayup terdengar dari dalam sana.

"Cukup Mas! aku nggak mau dengar kamu menyebut nama itu lagi. Gara-gara wanita itu rumah tangga kita berantakan," pekikan amarah mama sungguh membuat hati ini kesal.

"Maksud kamu apa, hah?! kan sudah aku bilang sama kamu kalau aku hanya sebatas rekan kerja dengan Angela. tetap saja papa menyangkal kalau mama menyinggung perempuan sialan itu.

Aku sungguh tidak mengerti sama jalan pikiran papa. Apa sih lebihnya perempuan itu dibanding mama yang sudah jelas-jelas mencintai papa apapun keadaannya. Mau papa susah, mau Papa senang mama selalu setia mendampingi. Rasanya ingin kucabik-cabik itu perempuan. Giliran amarahku yang berperan sekarang. Aku tidak bisa melihat penderitaan mama yang terang-terangan dikhianati oleh Papa.

Sejak pertengkaran Pada dan Mama malam itu, aku mulai lagi keluar malam. Rasanya kepalaku mau pecah saja ketika mendengar mereka adu mulut. Hanya berkumpul dengan teman-teman hiburanku yang lebih menyenangkan untukku. Aku lega sesaat bisa melupakan kegaduhan yang tiada habisnya di rumah.

"Vin, kamu kenapa lagi sekarang, orang tua kamu ribut lagi, ya? tanya Rico padaku. Ia adalah teman lelaki yang kutemui di tempat aku biasa ngumpul dengan teman-teman yang lain.

"Apa lagi, Ric, cuma itu aja masalah yang terjadi dalam hidupku. Cukup kenyang aku menyaksikan Papa dan Mama berantem kaya gitu," keluhku.  Kali ini tak ada bedanya dengan beberapa waktu yang lalu. Biasanya Rico selalu menjadi teman berbagi di saat beban ini terasa terlalu berat untuk aku pikul sendiri.

Pulang ke rumah seperti menginjak kaki di neraka. Sungguh malang nasibku sebagai anak. Tak bisa kah mereka memberikan sedikit perhatian padaku? Ah, hanya mama saja yang perhatian dan baik padaku. Sedangkan papa sibuk dengan perempuan lain.

Pernah aku meminta Mama untuk menggugat cerai Papa. Namun, apa dikata mamaku itu sangat mencintainya. Ia menghabiskan seluruh hidupnya dengan lelaki yang menyia-nyiakan kehadiran seorang perempuan baik hati seperti mama. Mama terlalu sayang kepada Papa. Seakan tidak ada satu pun luka yang membekas di hati mama karena ulah papa.

Hari ini aku diajak mama ke salah satu mall terlengkap di ibu kota. Rencana mama ingin belanja bulanan. Aku juga meminta mama menemaniku membeli beberapa helai pakaian. Saat mama lagi sibuk mendorong trolinya, aku melihat dua wajah yang kukenal di dekat area pertokoan yang menjual perhiasan.

"Papa... Tante Angela!" Aku terkejut melihat kedua orang yang kubenci saling bercanda melempar senyum. Papa begitu bahagia berada di dekat perempuan penggoda itu.

Sepertinya kesabaranku telah habis. Aku harus segera memberitahukan mama. Sekarang mama melihat pemandangan terkutuk itu.

Tanpa pikir panjang, mama langsung menghampiri si perempuan genit itu. Dengan cepat mama membalikkan badannya, lalu satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi putih Tante Angela.

"Apa apaan kamu, Astri! Suara Papa menggema di seluruh ruangan. Semua mata tertuju pada mereka yang sedang berdiri mematung.

"Jadi, begini kelakuan kamu di belakang aku, Mas?"  Mama menatap tajam mendekati papa. Karena tidak mau bertengkar dan memperpanjang masalah di depan umum, mama mengajakku untuk menghindar dan meninggalkan papa dan perempuan itu.

"Sudah cukup mama diperlakukan papa selama ini. Sekarang mama harus tegas dengan hidup mama sendiri," ucapku sembari meraih jemari perempuan setengah tua yang telah merawatku hingga dewasa seperti hari ini.

"Iya, Vin. Tapi, bagaimana dengan kamu, Nak? Apa kamu sanggup menjalani kehidupan yang tidak utuh lagi seperti anak lain yang punya keluarga lengkap," balas mama pelan. Kemudian mama mendekap tubuhku.

"Pokoknya Mama harus bercerai dengan Papa. Papa jahat, sudah tidak peduli perasaan mama, istrinya."Pintaku memelas di hadapan mama.

"Iya, Vin. Mama paham apa maksud kamu berkata gitu." Tanggan mama menyentuh pundakku lembut.

"Aku sakit melihat papa memperlakukan mama!" Pekikku memggeram.

"Mama tahu, sekarang ini seolah tidak ada harapan apa pun lagi untuk mempertahankan rumah tangga kami lagi, Vin. Maafkan mama ...

Aku bisa melihat jelas di kedua bola mata mama, buliran bening itu membanjiri pipi keriputnya.

Kukumpulkan seluruh keberanian mengatakan kebenaran ini pada mama. Bahwa sudah beberapa kali aku memergoki Papa berduaan dengan Tante Angela.

"Ma, liat tuh papa sedang mesra banget sama perempuan yang bernama Angela itu," kuangkat satu tangan menyentuh pundak mama lembut.

"Astaga! Benar-benar tega Papa kamu itu,Vin," seru Mama dengan nada penuh amarah. Seakan mau ditelan kedua makhluk tanpa perasaan bulat-bulat.

"Sekarang Mama liat sendiri, kan, kebenarannya," terangku meyakinkan mama.

Hari itu mama tidak tinggal diam, ia langsung menghampiri Papa dan Angela. Dua tamparan mendarat dari tangan Mama saking sakitnya diperlakukan seperti itu sama Papa.

Permintaan maaf dari Papa kali ini, mama menolaknya.  Rasa sakit yang diberikan papa terlalu dalam buat Mama. Biduk rumah tangga mama yang selama ini dibina dengan susah payah, sekarang harus hancur tak bersisa. Bahkan secuil harapan.

Seminggu setelah kejadian itu, mama menggugat cerai Papa. Sebenarnya bukan ini yang aku harapkan dari orangtua yang selama ini telah merawat dan membesarkan aku seperti sekarang ini.

Namun, hatiku pun terlalu sakit dengan derita yang diberi papa untuk mama. Mungkin inilah jalan yang terbaik. Mereka berpisah dengan menjalani kehidupan masing-masing.

***

Hari ini Mama dan Papa telah resmi bercerai. Aku akhirnya memilih tinggal bersama Mama. Meskipun aku dan papa berbeda rumah, tapi papa bisa kapan saja menemuiku. Mama pun tidak akan keberatan dengan hal itu.

Setidaknya sekarang aku tidak perlu keluar malam lagi mencari hiburan dengan teman-teman. Aku sedikit merasa lega karena tidak harus selalu melihat pertengkaran yang tidak ada habisnya dari mulut Papa dan Mama.

Mamaku sekarang sudah mulai menata hidupnya lagi. Senyuman luang selalu mengembang membuat diriku bahagia melihatnya. Sekarang hanya tinggal kami berdua menikmati hari-hari indah dengan Mama. Membantu mama menyelesaikan pekerjaan rumah adalah hal baru yang kunikmati sekarang.

Minggu ini jadwal Papa mengunjungiku. Papa hanya punya waktu dua hari dalam seminggu saja untuk melihatku. Sepertinya itu deru mobilnya. Aku sudah lumayan rindu padanya. Ya, walau bagaimanapun itu adalah Papaku.

"Hai, Pa, apa kabar? tanyaku semangat.

"Papa, baik-baik aja," jawab papa yang terlihat tersenyum padaku.

"Mama kamu, apa kabar? lanjut beliau bertanya.

"Kebetulan hari ini Mama tidak di rumah. Ia pergi arisan, Pa," jawabku meyakinkan papa.

Padahal sejak perceraian itu mama tidak pernah mau melihat wajah papa lagi. Walaupun hubungan orang tuaku retak begitu, aku bersyukur masih bisa memeluk keduanya.

Rumah tangga Papa dan Mamaku memang pantas disebut broken home. Namun, untukku mereka adalah orang terkasih. Terutama Mama, bagiku ia adalah sosok wanita dengan pribadi yang tegar. Sedangkan Papa adalah sosok pria sering melakukan kesalahan-kesalahan, ya, walaupun ujungnya berakhir dengan permintaan maaf.

Selesai

Ketapang, 21 Februari 2020

Bionarasi:

Penulis yang lebih akrab dengan nama pena  Zika Amell, merupakan kakak kandung  dari enam bersaudara. Sejak kecil wanita penyuka warna gelap ini sangat menyukai menulis dan membaca. Kebanyakan buku yang di bacanya adalah buku pengembangan diri dan juga buku cerita dengan berbagai inspirasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun