Pertengahan 2017)
        Kalangan industri penyiaran TV menginginkan iklan rokok diatur seperti ketentuan yang ada pada UU 32/2002 (tidak ada pelarangan terhadap iklan rokok). Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengajukan tujuh hal pokok yang paling krusial yang mereka ajukan bagi RUU Penyiaran, salah satunya adalah tetap dibolehkannya iklan rokok. Begitu juga kalangan industri rokok meminta hal yang sejalan dengan kalangan industri media penyiaran. Kalangan industri rokok dan industry TV meyakini bahwa bila DPR dan pemerintah menyepakati pasal pelarangan iklan rokok, bisnis dua pelaku usaha tersebut bakal terpukul. Alasannya semata-mata ekonomi.
      Hingga akhir Juli 2017 masih berlangsung pembahasan antara Komisi 1 dan Baleg tentang RUU Penyiaran. Dalam beberapa kali pernyataan yang diliput media, pihak Baleg (dengan juru bicara Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo) terlihat menunjukkan sikap yang mempertahankan ketentuan pembatasan iklan rokok dan sebaliknya menolak pelarangan iklan rokok
Kesimpulan
      "Media belum ramah kepada anak. Lebih ramah kepada pemasang iklan". bahwa stimulus iklan rokok memiliki peran paling besar daripada lingkungannya. Media penyiaran tampak mengesampingkan dampak iklan rokok bagi kalangan muda. Padahal, rokok telah menjadi pembunuh manusia paling efektif dan massal yang ironisnya dilegalkan oleh negara.