Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Otak-atik Pandora BPJS Kesehatan

19 Oktober 2019   06:22 Diperbarui: 21 Oktober 2019   05:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Utama Samarinda Jalan Wahab Syahranie, Rabu (4/9/2019). (KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON) 

Namun menimbulkan masalah serius bagi para pihak terkait. Bagi publik akan terjadi kenaikan nilai premi. Sedangkan bagi operator pemberi layanan, terkendala atas rendahnya tarif nilai klaim dari layanan BPJS Kesehatan, berhadapan dengan peningkatan biaya kerja per tahun.

Situasi pelik industri kesehatan di bidang perumahsakitan, tergambar jelas pada Buku Putih PERSI, Refleksi Perjalanan 5 Tahun Era Jaminan Kesehatan Nasional, setebal 120 halaman. Peta persoalan dan rekomendasi tindakan telah dituangkan.

Faktanya, jaminan perlindungan kesehatan secara menyeluruh, tidak akan pernah mampu untuk dipenuhi. Dibutuhkan kapasitas super besar dalam mereservasi seluruh ketidakpastian di sektor kesehatan.

Akankah Harapan Tersisa?
Rencana premi baru di 2020, sebagaimana yang telah banyak dibicarakan perlu diartikan sebagai bentuk solusi ad hoc. Sifatnya temporal. Tidak bisa dihindari karena melebarnya defisit. Premi terkumpul harus mampu memenuhi klaim pembayaran.

Tetapi harus ada kepastian untuk dapat memastikan program jaminan perlindungan bagi kesehatan masyarakat ini tetap mampu bertahan. 

BPJS Kesehatan menguak fakta sebagaimana kotak Pandora. Persoalan penyakit katastropik yang memakan biaya kesehatan besar, menjadi sebuah ancaman atas kondisi kesehatan bangsa. 


Hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa problematika kesehatan selama ini layaknya fenomena gunung es, yang tampak kecil di permukaan, tetapi memiliki struktur sangat luar biasa besar di bawah permukaan. 

Lebih jauh lagi, hal tersebut berdampak pada peningkatan anggaran kesehatan. Perilaku ekonomi pada sektor kesehatan pun terbuka. Sesuai Suparmono dkk, Keuangan berbasis Perilaku, di tingkat mikro, ada masalah mental budgeting dalam konsumsi belanja kesehatan yang bersifat emotional pain-biaya penderitaan, dibandingkan emotional joy.

Dengan begitu, secara behavioral, kita secara psikologis akan berusaha menghindari biaya-biaya yang muncul pain, meski hal itu berkaitan dengan kemampuan hidup. Sementara itu, tendensi belanja untuk kesenangan -joy menjadi lebih tinggi.

Prinsip yang sama terlihat pula pada perilaku level makro, pemangku kuasa cenderung untuk menomorduakan pilihan penganggaran biaya kesehatan dibandingkan infrastruktur fisik sebagai prioritas pembangunan. Bisa jadi berkaitan dengan balutan kepentingan politik pemilihan.

Terlihat dari lambatnya proses bailout defisit BPJS Kesehatan. Padahal sebagai bentuk tanggung jawab kekuasaan seharusnya menjadi pihak terakhir yang akan mengakseptasi kondisi kegagalan bayar -the last resort atas kondisi defisit anggaran tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun