Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilarang Berisik! Grasi Hak Prerogatif Presiden

27 November 2019   11:15 Diperbarui: 3 Desember 2019   01:58 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Foto: KOMPAS.com/Akbar Nugroho Gumay

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan presiden. Oleh karena grasi termasuk hak prerogatif presiden yang lebih didasarkan pada aspek lainnya di luar hukum, semisal kemanusiaan.

Aspek kemanusiaan itu juga yang menjadi dasar pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo kepada terpidana korupsi alih fungsi hutan Annas Maamun. Masa hukuman mantan Gubernur Riau itu dikurangi satu tahun dari 7 tahun yang dijatuhkan di tingkat kasasi.

Pemberian grasi itu cukup mengejutkan banyak pihak, termasuk KPK serta aktivis antikorupsi dan lingkungan. Namun di sisi lain juga membuktikan jika Presiden Jokowi cukup berani melawan opini umum.

Bahwa dengan pemberian grasi kepada terpidana korupsi bisa menjadi preseden buruk terkait upaya pemberantasan korupsi, terlebih setelah sebelumnya juga menolak menerbitkan Perppu untuk mencegah pelemahan KPK usai revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kini telah menjadi UU Nomor 19/2019, Jokowi tentu sudah memperhitungkannya.

Grasi untuk Maamun melengkapi grasi-grasi sebelumnya yang telah diterbitkan Presiden Jokowi. Sedikitnya sudah ada 4 grasi yang telah diterbitkan sebelumnya. Pertama grasi untuk Dwi Trisna Firmansyah. Terpidana mati kasus perampokan dan pembunuhan pemilik toko handphone di Pekanbaru Riau tahun 2015 itu diberi ampunan sehingga hukumannya berubah menjadi penjara seumur hidup.

Grasi kedua diberikan kepada Antasari Azhar, terpidana otak pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen. Hukuman Antasari pun berkurang dratis dari 18 tahun menjadi 12 tahun.

Grasi ketiga diterima Neil Bantleman, terpidana kasus pencabulan anak. Hukuman terhadap mantan guru Jakarta Internasional School itu langsung berkurang dratis dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan. Kini Neil sudag pulang ke negara asalnya, Kanada.

Terakhir, grasi diberikan kepada 5 terpidana separatisme di Papua. Jokowi menyebut grasi diberikan sebagai upaya pemerintah menyelesaikan konflik di Papua. Setelah mendapat grasi, terpidana kasus penyerangan ke gudang senjata markas Kodim Wamena pada 2003 di mana di antaranya ada yang divonis seumur hidup, langsung bebas.

Jika dicermati, seluruh penerima grasi dari Presiden Jokowi memiliki latarbelakang kasus yang cukup menyedot perhatian publik, bahkan tergolong luar biasa seperti Antasari. Tidak mengherankan jika kebijakan pemberian grasi juga menjadi kontrovesial.

Namun seperti disinggung di atas, Jokowi tidak mau ikut terbawa opini umum. Protes dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap grasi untuk Neil atau sekarang protes Indonesia Corruption Watch terhadap grasi Maamun, tidak akan mengubah apa pun.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun