Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makhluk Berbudaya

6 Juni 2017   09:35 Diperbarui: 6 Juni 2017   09:42 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Komarudin Hidayat saat menceritakan kondisi masyarakat di tempat kelahirannya  bilang kalau dalam masyarakat Jawa muslim kalau ditelisik secara mendalam akan  budaya Hindu Buddha dan Kejawen di lapisannya yang dalam sedangkan budaya Islam ada di permukaan karena memang Islam masuk belakangan ketika budaya yang tetrdahulu sudah terbentuk baik di masyarakat. Kalau menurut Jung, dalam lapisan bawah sadar manusia terdapat ketidaksadaran kolektif yang berisi jejak kebudayaan leluhur mereka, ada memori kolektif yang kita miliki yang merupakan hasil budaya nenek moyang kita. Dan memang, da genetik yang diturunkan pada kita, warisan yang membuat kita berperilaku cenderung mirip dengan orang yang memberi kita warisan itu (orang tua). Dalam genetik itu ada juga jejak-jejak memori kehidupan nenek moyang...

Ha saya tadi kan iseng-iseng buka buka buku buku lama, nemuin bukunya bos Komarudin yang judulnya Psikologi Kematian di rak buku. Di sebuah bab yang secara acak saya buka ada bahasan tentang lapisan-lapisan budaya itu tadi. Dan saya langsung ingat dengan cerita tetangga saya yang kemaren nganterin bancaan sepasaran anaknya yang baru lahir ke rumah tetangga lain, sebut saja namanya Bu Wonder. Nah sama Bu Wonder, si pengirim bancaan ini tadi mengaku dimarahin, katanya bancaan sepasaran itu budaya Hindu dan sebagai muslim gak boleh. Saya nggak melihat langsung, jadi nggak tahu apa benar si Bu Wonder itu menyampaikan pemahamannya dengan marah atau tidak, tapi setahu saya si Ibu Wonder ini memang terkenal agak galak sih, ngomong biasa bisa ditafsirkan marah oleh orang lain.

Jadi, si Ibu Wonder ini beberapa tahun lalu sebenarnya tidak ada masalah dengan yang namanya bancaan sepasaran, selapanan dan berbagai ritual budaya lainnya. Hanya beberapa tahun belakangan sejak beliau ikut berbagai pengajian dengan kelompoknya, pandangan keagamaannya jadi cenderung melihat segala hal sebagai hitam dan putih, halal dan haram, boleh dan tidak boleh. Nek menurut saya ya pandangan macem gitu itu nggak gaul dan nggak canggih sama sekali, :)  Karena ya itu tadi, fitrah kita adalah makhluk budaya yang memiliki jejak masa lalu yang menjadi identitas kita. Membangun peradaban dengan apa yang sudah kita punya tentu jauh lebih efektif. Ini kita ngomonginnya dalam konteks yang lebih luas lho ya, bukan sekedar bancaan tadi, tapi cara pandang yang melulu hitam putih, halal haram.

Dan lagi, dengan cenderung memberi judgement pada segala hal dengan boleh atau nggak boleh ya sempit sekali cara pandang kita, matilah segala kreativitas. Kalau kreativitas terpasung maka peradaban dunia tidak akan berkembang. Pemahaman secara kaku pada akhirnya memang melahirkan intoleransi dan kemandegan kreativitas. Karena toleransi dan kreativitas memang bukan sesuatu yang kaku. Toleransi membuat segalanya jadi fleksibel (bukan juga berarti tak terkendali) dan fleksibilitas itu diperlukan untuk menghasilkan kreativitas.

Tapi, yang lebih penting, walaupun ngomel tapi si Ibu Wonder tetap mau menerima bancaan tersebut dan si pemilik hajat bancaan juga bisa menerima sikap keagamaan Bu Wonder tadi. Everything is fine! Dan budaya sepasaran ataupun selapanan lambat laun memang sudah tergantikan dengan aqiqoh. Nek menurut saya, itu fine juga, lha wong intinya juga sama, wujud rasa syukur kelahiran anak. Yang penting intinya, masalah bungkus bisa bermacam-macam bentuknya, sinkretisme Jawa kan seperti itu, simpel...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun