Ketika dalam percakapan skype antara seorang jurnalis Metro dengan Wilmar Simajorang ,seorang  Pemerhati Lingkungan atau Aktivis Lingkungan, "Apakah kesan Bapak dengan adanya pembuangan sampah di Simalungun, tepi Danau Toba?"
Jawabanya yang sangat lugas, Â "Saya prihatin sekali seharusnya Camat tidak menyuruh anak buahnya membuang sampah di tepi Danau Toba. Â Â Pemerintah pusat sudah demikian berusaha mempromosikan dan membangun infrastruktur untuk Danau Toba, tetapi justru orang lokal sendiri yang tidak bisa memelihara kebersihan bahkan merusak lingkungan Danau Toba"
Harapan dari Bapak Wilmar agar tidak terjadi lagi yaitu dengan edukasi yang jelas kepada warga melalui instruksi  Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.  Edukasi yang diikuti dengan aksi nyata bukan hanya slogan saja.  Ada Action plan dari Pemerintah Daerah untuk terselenggaranya kebersihan Danau Toba.
Fakta tentang Danau Toba:
Luas dalam kawasan hutan : 24.460HA Â dan di luar kawasan hutan 5.151HA. Â Lahan kritis daerah tangakpan air Danau Toba seluas 29.611HA, atas inisiatif Pemerintah mengembangkan jenis tanaman Macadamia. Â Pengembangan ini dimaksudkan untuk memulihkan lahan kritis.
Kondisi Danau Toba saat ini berbeda dengan kondisi tahun 1960. Â Pada tahun 1960 kaya akan sumber daya alam, ikan mujair salah satu sumber penghasilan warga pinggiran.
Saat ini, 80% dipenuhi dengan residu pakan ikan , membentuk lumpur di dasar danau dengan ketebalan rata-rata 20 cm.  Penerbaran 262 ton per hari pakan ikan yang ditaburkan ke dalam danau Toba.  Sayangnya hal ini justru mengakibatkan  1.200 unit KAI  terkontaminasi limbah pakan ikan.Makin parahnya bermuculan jaring apung milik perusahaan swasta.
Menyedihkan sekali penggunaan bahan kimia pertanian, kapal-kapal bermesin diesel dan pembungan oli mempercepat rusaknya biota danau.
Menyedihkan Lingkungan dan biota Danau Toba yang sedang digalakkan untuk promosi  wisata dunia bahkan sedangkan diusahakan untuk diakui oleh Unesco,  justru sedang menurun drastis karena dirusak oleh warga lokal sendiri.