Cara-cara membangun citra positif itu seperti biasanya adalah mengadakan kegiatan-kegiatan bertema tanggung jawab sosial korporat (Corporate Social Responsibility). Hal ini bahkan sudah diterapkan oleh beberapa perusahaan seperti Kimia Farma yang sudah membatasi pembelian masker dalam jumlah besar.
Saat pihak lain menimbun dan mengekspor masker demi keuntungan pribadi, justru apotek Kimia Farma menyediakan masker dalam harga jual normal (Rp2.000 per lembarnya).
Ruangguru juga mengizinkan platformnya dinikmati secara gratis saat pandemi berlangsung sehingga sekolah-sekolah ditutup sehingga proses belajar mengajar di sekolah tidak memungkinkan dan harus diganti dengan proses belajar mandiri di rumah.
Beberapa media daring juga secara khusus berempati dengan menggratiskan konten premium mereka. Sekilas omset mereka justru menurun tetapi ini semua sejatinya adalah investasi jangka panjang sehingga konsumen akan terus mengingat brand mereka.
Sebenarnya ini adalah saat yang tepat bagi brand dalam membangkitkan kesadaran (awareness), kesetiaan (loyalty), sehingga advokasi bisa muncul dengan sendirinya. Advokasi ini terjadi saat sejumlah konsumen bangkit membela brand yang mereka anggap memiliki visi dan misi yang mulia dan selaras dengan pandangan mereka.
No Opportunism and Hard Selling!
Bahkan bagi brand-brand yang sedang menikmati keuntungan atas pandemi ini, ia menyarankan juga tidak secara blak-blakan melakukan kegiatan 'hard selling' sehingga mereka terkesan menikmati penderitaan orang banyak.
Brand mereka akan dianggap masyarakat kurang empatik dan buruk. Ia menandaskan pentingnya menghindari strategi marketing yang oportunistik, terkesan memanfaatkan musibah. "Yang saya sarankan CSR dan lebih ke PR," tegasnya.
Kondisi pandemi ini memberikan ruang bagi kehumasan (PR) yang selama ini dianaktirikan oleh brand karena dianggap tidak menghasilkan keuntungan secara langsung. "PR selama ini dicap sebagai kampanye pencitraan dan menghasilkan 'image' semata tapi justru di masa-masa sulit seperti sekarang ini, PR itu yang paling kuat dan berdampak (powerful and impactful)," ungkapnya.Â
Kegiatan CSR sebagai bagian dari kehumasan misalnya dianggap kurang 'nendang' dan hanya sebagai formalitas bagi brand padahal ada juga dampak positifnya bagi brand dalam jangka panjang.
Dan memang hasilnya tidak bakal dinikmati saat ini juga (karena bagaimana mau mendapat untung karena masyarakat toh daya belinya melemah di saat pandemi). "Jadi (brand-brand -pen) sekalian 'nyemplung' dan empatik, menunjukkan itikad baik untuk menjadi warga negara yang baik untuk membantu masyarakat luas di tengah kondisi sulit."
Brand-brand yang sudah menunjukkan aksi cepat tanggap dalam pandemi ini misalnya Grab Food memungkinkan pengiriman makanan tanpa ada kontak fisik antara si pembeli makanan dengan si kurir. Fitur ini diberikan demi memenuhi imbauan pemerintah agar masyarakat menerapkan 'social distancing'.