Mohon tunggu...
Winda Ari Anggraini
Winda Ari Anggraini Mohon Tunggu... Guru - A novice writer

Terus belajar untuk menantang semua ketidakmungkinan. Jika ada pertanyaan tentang kuliah di Birmingham/ Pendidikan/ Bahasa Inggris/ Beasiswa, silahkan menghubungi: http://pg.bham.ac.uk/mentor/w-anggraini/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bertemu "Keluarga" di Bath, Inggris

30 Desember 2016   11:11 Diperbarui: 1 Januari 2017   02:32 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bath adalah sebuah kota di Inggris yang sebelumnya belum pernah saya dengar namanya. Pasalnya sederhana, universitas di kota ini tidak termasuk dalam list universitas terbaik yang dipersyaratkan oleh pihak beasiswa. Hmm, awalnya saya juga tidak berminat kemari, namun salah satu dosen yang sering mengobrol dengan saya di perpus bilang "You really should come, this city is beautiful." Mendengar langsung rekomendasi dari orang yang sudah lama berdiam di negeri ini, saya langsung membeli tiket Day Trip lainnya. Tiba disini sebelum makan siang, saya kembali tidak memiliki bucket list tentang spot mana saja yang ingin saya tuju.

Dengan asumsi kota ini indah, maka cukup dengan menggeret kaki sepanjang mata memandang saya akan senang. Mulai memasuki kota, suasana yang beda memang sudah sangat terasa, megah namun asri. Tidak seperti Edinburgh yang bernuansa gotik abu-abu, hampir semua bangunan disini berwarna cream atau senada. Saya jadi teringat salah satu perjalanan lainnya ke desa-desa cantik di sini. Oh, harus saya ceritakan di laman lainnya biar mudah diingat. Saya memiliki masalah jika harus menumpuk foto-foto di folder yang dengan mudah akan hilang. Payahnya kenangan indah dan menarik kadang mudah terlupakan, sedangkan yang buruk dan membuat trauma selalu mudah menyerang pikirang. Andai bisa berlaku sebaliknya.

Segera setelah turun, city centre menjadi tujuan utama. Karena biasanya dari sana mudah mengakses tempat-tempat yang ramai dikunjungi. Setelah menuju pusat kota yang sebenarnya jarak dari satu tempat ke tempat lain sangat dekat, kami melihat tujuan utama. Namanya Roman Bath Pump Room. Oh ya, kenapa nama kota ini Bath? Tentu saja berhubungan dengan mandi dan air. Jadi sebagian besar kota ini dikelilingi air dan bangunan-bangunan yang berhubungan dengan mandi. Setelah menemukan bangunan yang dimaksud, kami langsung menemukan antrian panjang. Wuah, ternyata tempat ini sangat populer padahal untuk masuk diharuskan membayar belasan pounds.

Ini pertama kalinya saya masuk tempat berbau sejarah dengan berbayar. Hampir semua musium di sekitaran UK memberlakukan free admission. Dan lagi orang sini suka sekali membawa anak-anak mereka yang masih kecil lalu menjelaskan tentang ini itu dengan cara yang sangat menarik. Saya beberapa kali menemukan orang tua yang melakukan hal tersebut. Anak kecil diajarkan sejarah dengan melihat langsung peninggalan yang ada, mengamati, dan kadang disuruh merasakan. Itulah kenapa menurut saya, sebagian besar musium disini menyediakan bagian modern dengan desain interaktif seperti video atau game komputer. They teach history to their generation.

Setelah mengantri cukup lama, kami tiba juga di konter pembelian tiket. Ingin sekali membeli group ticket kalau ada biar dapat diskon tapi diskon hanya berlaku bagi student. Jadilah teman saya bilang, "One adult, one student." Sang nenek yang jadi kasir langsung menoleh, lalu bertanya kamu bukan student juga. Teman saya dengan malu menjelaskan bahwa ia lupa membawa Student ID. Hey, student ID bisa dikatakan benda keramat yang amat berharga jika bepergian di semua bagian kota UK dan sekitarnya saya rasa. Mulai dari diskon tiket masuk, tiket kereta, beberapa resto atau merk barang ternama, semua akan dengan ramah memberi diskon kepada mahasiswa.

Akhirnya sang nenek tersenyum, "Two students, then." Teman saya langsung senang karena perbedaan harganya bisa digunakan untuk makan siang nanti. Sambil menunggu tiket di print, si nenek sempat bertanya, "Where do you come from?". Saya langsung menjawab, "Indonesia". Lalu dia terlihat sangat tertarik dan sempat menanyakan di bagian mana saya tinggal, tentang kaitannya dengan negara tercinta dan keluarganya yang masih tinggal di Jakarta. Raut mukanya menunjukkan betapa ia senang sekali, setelah berterima kasih, kami menuju bagian dalam bangunan yang ternyata sangat luas. Sesuai namanya, bangunan ini adalah tempat mandi nya bangsa Roma.

Cukup aneh mengetahui bangsa Romawi bisa tinggal disini. Kami berpisah dengan diberikan satu-satu benda berbentuk hp yang bisa menjelaskan setiap spot penting dengan menekan nomor setiap tempat. Semacam tour guide otomatis yang menjelaskan sesuatu dengan aksen British yang sangat kental. 

Kolam pemandian pertama yang kami lihat terletak ditengah-tengah bangunan dan bisa terkena matahari karena tanpa atap. Saya kira kolam ini yang selalu jadi maskot jika mencari Bath di google. Ada banyak orang yang sudah berkeliling menyaksikan betapa peninggalan zaman dahulu masih bertahan hingga sekarang. Menariknya, suhu air yang ada sekarang katanya masih sama dengan sejak pertama kali dibuat. Luas sekali, dengan banyak kolam, dan selayaknya musium, barang-barang antik lainnya. Aqua Sulis dulunya kota ini diberi nama, aqua berarti air ya kan? Setelah berputar-putar, saya menemukan salah satu kolam yang penuh dengan koin.

Lalu saya mencoba mencari-cari jika ada tulisan, barang siapa melempar koin akan mimpinya akan terkabul atau hal semacam itu. Tapi setelah mencari dan mendengarkan penjelas di recorder, saya tidak menemukan satu pun. Langsung saya berpikir, pastilah ada yang memulai pola ini lalu yang lain ikut-ikutan percaya dan melemparkan juga. Kasihan kolamnya, yang ini berada dalam ruangan dan bisa didekati. Oh ya, hampir di setiap dinding ada pantulan layar yang bergerak-gerak, di bagian ini ada seorang pria Romawi yang selesai mandi sambil berbicara. Menarik sekaligus seram, hoho tempatnya gelap meski lampunya juga dibuat hidup dan mati sendiri.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Setelah puas melihat-lihat, kami memutuskan ke toko suvenir. Disini juga selalu ada toko suvenir di sebelah museum, atau istana, atau kastil. Menjual barang-barang bergambar tempat tersebut atau apapun yang berhubungan. Saya menemukan banyak jenis sabun, parfum, dan lain-lain yang bertuliskan asli seperti zaman dulu. Awalnya saya mulai tergoda ingin membeli, lumayan kan kalau bisa secantik Cleopatra atau teman-temannya. Tapi saya urungkan karena mahal dan saya tidak yakin itu sama dengan yang digunakan orang-orang Romawi zaman dahulu.

Selanjutnya kami keluar dan memutuskan akan menyusuri jalanan kota dan menikmati semua pemandangan maha karya. Sayang sekali saya datang di bulan-bulan cuaca lagi tidak bersahabat, saya membayangkan datang kemari saat spring atau autumn, pastilah pemandangannya akan lebih berwarna. Kami menemukan sebuah bendungan yang dikelilingi bangunan yang serupa. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Perut keroncongan mengingatkan bahwa kami belum makan siang, lalu bergegas kami mencari kedai makan yang bertebaran di salah satu jalan. Dan untungnya lagi, tulisan halal ada dimana-mana hingga memudahkan pilihan. Setelah membaca papan menu, saya menemukan jejeran menu menarik di sebuah kedai, ada fried rice dan sejenis. Terdengar familiar bukan? Fried rice? Tidak ada resto lain yang akan menuliskan itu. Setelah masuk saya menemukan seorang bapak dan bertanya dalam bahasa Inggris. Lalu sang bapak bertanya, "Malaysia?" Oke ini kesekian kalinya saya dianggap berasal dari negara Asia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun