Mohon tunggu...
Wifaqatus Syamilah
Wifaqatus Syamilah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pasca sarjana (Magister Studi Islam) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sukuk Dana Haji dan Bunganya untuk Siapa?

21 Agustus 2017   14:24 Diperbarui: 23 Agustus 2017   10:20 2940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: makkahhotelslist

Memasuki pertengahan tahun 2017, yang menjadi perbincangan hangat di negara Indonesia ialah persoalan dana haji yang akan diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Polemik ini bergulir tepatnya pasca pelantikan Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) oleh Presiden Jokowi pada tanggal 26 Juli 2017 lalu. Pada momen pelantikan itu, Presiden menyampaikan ide agar dana haji bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur. Ide ini ternyata menimbulkan kontroversi karena sebagian masyarakat berpendapat bahwa dana haji tidak boleh diinvestasikan untuk infrastruktur dan ada pula yang mendukung dengan sejumlah argumentasinya.

Sebelum berbicara panjang lebar terkait masalah dana haji yang akan diinvestasikan, sebenarnya apa sih dana haji itu? Dalam UU No. 34 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.

Setiap calon haji harus setor dana sejumlah tertentu agar mendapatkan jatah "kursi" untuk berangkat. Uang tersebut mengendap sampai pemilik uang berangkat, bisa 2,5,8,10 atau bahkan 15 tahun. Selama ini, masyarakat menyetor uang dana haji tersebut kepada bank baik konvensional maupun syariah, sehingga bank mengeluarkan produk tabungan haji.

 Tabungan haji yang ada di bank tidak mungkin didiamkan begitu saja oleh pihak bank. Bank akan memutar uang tersebut kepada nasabah lain, misalnya dalam bank konvensional disalurkan untuk kredit dan di bank syariah disalurkan untuk pembiayaan. Artinya, hasil dari bagi hasil (bunga) yang didapatkan dari penyaluran dana haji ada yang didapatkan dari hasil yang berbasis riba (dalam bank konvensional) dan usaha berbasis syariah (dalam bank syariah).

Dengan adanya BPKH, diharapkan seluruh dana haji bisa dikelola pada instrumen yang sesuai syariah, baik dana yang boleh diinvestasikan maupun dana yang dialokasikan untuk operasional ibadah haji tahun berjalan. Berdasarkan data audit 2016, jumlah dana haji mencapai Rp 95,2 triliun, yang berasal dari setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat. Diperkirakan, pada akhir 2017 ini, dana haji mencapai Rp 100 triliun. Dari jumlah tersebut, alokasi dana yang bisa diinvestasikan kurang-lebih mencapai Rp 80 triliun atau 80 persen dari total dana haji. Dana inilah yang kemudian akan dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2014.

Dalam UU No. 34 Tahun 2014 dijelaskan bahwa BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Pada pasal 24 UU No. 34 Tahun 2014 ditegaskan bahwa BPKH diberikan kewenangan untuk menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji.

Penulis melihat dari dua faktor yang menjadi kegelisahan masyarakat terkait wacana dana haji yang akan diinvestasikan untuk pembangunan masyarakat, pertama, persoalan fikih terkait kejelasan akad yang dipakai dan kedua kejelasan penggunaan dana haji untuk diinvestasikan ke sektor yang menghasilkan keuntungan, tentunya sektor yang berbasis syariah.

Salah satu jenis pembiayaan yang bisa terus ditingkatkan pengelolaannya adalah pembiayaan untuk infrastruktur. Instrumen pembiayaan infrastruktur pun sudah lengkap. Sudah ada sukuk, yakni sejenis obligasi berbasis syariah yang dijalankan dengan akad jual-beli atau sewa atau kongsi.

Sebenarnya sejak 2009, sebagian dana haji sudah ditempatkan di Sukuk negara. Sehingga pada tahun 2014 diterbitkan undang-undangnya yakni UU No. 34 Tahun 2014 yang mengatur tentang pengelolaan keuangan haji. Agar optimal, dana haji harus diinvestasikan tapi dengan skema yang aman dan sesuai prinsip syariah. Sukuk menjadi pilihan pemerintah, penulis sepakat dengan hal ini karena sukuk adalah instrumen investasi yang resikonya relatif kecil dan sesuai prinsip syariah.

Skema yang digunakan adalah jual-beli aset ke BPKH, dilanjutkan dengan skema sewa-menyewa oleh pemerintah dan diakhiri dengan jual-beli aset kepada pemerintah. Skema investasi jenis ini lebih bisa dikendalikan karena menggunakan skema transaksi jual-beli manfaat yang nominal keuntungannya memang sudah bisa ditentukan sejak awal transaksi.

Di satu sisi, investasi dana haji melalui sukuk ini akan jauh lebih aman karena agunannya adalah aset negara. Di sisi lain, pemerintah juga senang karena memperoleh dana segar untuk pembangunan.

Skema investasi jenis ini menyebabkan Indonesia bisa segera mengikuti jejak Malaysia dalam mewujudkan dana abadi sesuai syariah yang kuat dan solid. Dana haji bisa dipergunakan untuk melakukan investasi di sektor riil, yang imbal hasilnya bisa jauh lebih tinggi dibanding di sektor keuangan dan akan semakin memperkuat keberdayaan umat. Tentu ini tugas BPKH untuk menciptakan kondisi investasi yang ideal.

Dalam pengelolaan dana haji haruslah sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2014 pasal 26, sebagaimana dijelaskan bahwa BPKH wajib mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan umat Islam; memberikan informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan; memberikan informasi kepada Jemaah haji mengenai nilai manfaat BPIH dan/atau BPIH Khusus melalui rekening virtual setiap Jemaah Haji

Terkait masalah kejelasan akad, penulis mempunyai gambaran seperti ini:

Jika A meminjamkan uang sebesar 5 juta kepada B, maka uang itu lepas dari kepemilikan A dan pindah menjadi milik B, dan B wajib mengembalikan kadar/kualitas yang sama kepada A pada waktu yang sudah ditentukan. Dia berhak menggunakan uang itu untuk apa saja termasuk untuk modal usaha. Bila dari pemutaran uang itu diperoleh keuntungan maka keuntungan itu murni menjadi milik B.

Jika uang 5 juta itu tidak dipinjamkan oleh A melainkan dititipkan saja kepada B maka uang itu tetap menjadi milik A, sedangkan hak dan kewajiban B tak lain adalah menyimpan dan menjaga keamanannya. Jika terjadi sesuatu yg tdk diinginkan B tdk wajib menanggung resiko, kecuali kalau itu terjadi akibat kelalaiannya.

Jika B menggunakan uang itu atas izin A maka dengan sendirinya terjadi perubahan akad; bukan lagi akad titipan (وديعة), melainkan menjadi akad pinjaman (قرض) dengan konsekwensi sebagaimana yang di sebut di atas. Boleh saja tetapi disebut akad titipan namun pada hakikatnya itu pinjaman. Sehingga menjadi وديعة لفظا قرض معنى.

Dengan demikian, Menurut penulis, sebaiknya pemerintah menyampaikan secara terus terang bahwa dana itu untuk sementara dipinjam untuk dikembangkan, dan saya yakin mereka tidak akan keberatan. Yang terpenting dana itu dikembalikan pada waktu yg tepat dan mereka bisa berangkat pada saat harus berangkat. Dengan demikian para calon haji tidak berhak mendapat bagian keuntungan, karena pada saat dana itu diputar terlepas dari kepemilikan mereka karena sedang dipinjam oleh pemerintah.

Dana haji yg sudah lepas dari kepemilikan para hujjaj berstatus sebagai harta publik (مال الله ) dan ada di bawah amanah dan tanggung jawab negara/pemerintah. Negara berhak/wajib mengelola dan menggunakan dana itu dg penuh tanggungjawab dan mengacu pada prinsip kemaslahatan rakyat.  تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة (kebijakan pemimpin harus mengacu pada kemaslahatan rakyat).

Tulisan ini hanya sebagai opini selebihnya Mari serahkan urusan pengelolaan dana haji kepada BPKH. Masyarakat tentu harus memberikan pengawasan dalam pengelolaannya. Besar harapan kita agar tim di BPKH tetap terus amanah dan tidak korup.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

---

Penulis
Wifaqatus Syamilah
Mahasiswa Pasca Sarjana UII (Universitas Islam Indonesia) konsentrasi Ekonomi Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun