Selidik punya selidik ternyata ya budaya malu itu memang masih melekat kuat, karena ibu-ibu Jepang itu kebanyakan memang maluan kalau terlihat mesra dengan suami, makanya saya ledekin sahabat Jepang saya yang sedang ngobrol sama suami ketika mereka ketemu di taman dekat rumah. Hanya diledek begitu saja bisa loh muka temen saya itu meraahhh padam karena maluu ketahuan ngobrol sama suaminya, ckckckck gimana mereka tahu kalau pasangan di Indonesia pergi kondangan pada kompak kembaran bajunya ya hahaa!! Nah kehidupan nyata aja begitu, ya bisa dibayangkan gimana seandainya mereka punya akun SNS.
Dan so far, jarang saya lihat postingan yang pada mesra-mesraan, pelukan, ciuman, gelendotan dan bicara-bicara manis tentang pasangannya di media sosial. Entah ya, kalau kaum muda yang masih pada pacaran apalagi yang sedang hot-hotnya, weess geber aja kali itu foto-foto mesra diumbar ke semua, tega ya gak mikirin apa kaum jomblowan/wati yang melihatnya apa :D
Ini nih komentar suami saya kalau saya nyerocos tentang dunia maya. Katanya, "Hotondo minna jiman suru dake desyou... (kebanyakan kan semua hanya ajang pamer saja)." Ihh gemes deh kalau suami jutek komentarinnya begitu. Ya nggak semua ajang pamer kali pa, ada juga loh sharing pengetahuan dan informasi. Yang ajang pamer mah (emang) banyak sih tapi ya gak usah diliatin lah yang begituan itu, justru saya terbantu banget loh dengan media sosial ini, bisa promosi buku, bisa share artikel, bisa numpang simpen foto-foto sebagai draft dan pengingat untuk tulisan berikutnya. Ada juga kok manfaatnya, terutama untuk yang tinggal jauh dari tanah air pastinya bisa tahu berita ter-update saat ini.
Tapi saya jadi mikir juga, oh makanya kali ya, mungkin banyak juga orang Jepang yang berpikiran sama dengan suami, kalau media sosial itu takutnya dikira mereka itu pamer kekayaan, pamer kepintaran, pamer kemesraan, pamer apa aja yang dia punya dan miliki, padahal kan diluaran sana belum tentu semua keadaannya sama dengan mereka, haduh orang-orang jepang ini, lah kalian yang rata-rata tingkat ekonominya nya sama dan kesenjangan sosialnya kecil kok bisa ya sampe berpikiran dan memikirkan perasaan orang.
Belum tahu aja di Indonesia orang akan berlomba lomba pamer kekayaan dan kepunyaan mereka boro-boro loh mikiran orang akan sakit hati dan merasa terganggu, yang ada semakin terlihat wah dan gorjes ya semakin dia merasa jadi seleb di dunia maya tak tertandingi cetar membahana walaupun entah dalam kehidupan nyatanya ya dedel duwel amburadul, pokoknya mah eksis dulu ya sis hahahaha! Haduh saya kok sok gaul ya ini emak-emak ndeso :
Saya suka heran lihat foto-foto yang dipasang orang-orang Jepang, itu mukanya banyak sticker-sticker yang ditempel, lah ini gimana mau ngenalin mukanya, sama siapa mereka berfoto dan gimana penampakannya ya hahaha. Ya gitu itu lah Jepun oh jepun! Harus ijin dulu apabila kita ingin publikasikan muka-muka orang yang kebetulan bersama foto dengan kita, hoalah ribetdotkom yak.
Saya lah orang yang paling sering dijudesin Hiro dan dijutekin papanya, kalau sudah masuk toko atau di jalan ada anjing lucu dan refleks ambil HP dan memfoto mereka. "MAMA...katteni shashin toranai yo!! Dame dayo! (Ga boleh asal moto harus ijin dulu, kata si sulung)." Waduhh seremm mamanya sampe ciut buru-buru bilang, "Haik gomen ya, kawaisugiruuu..." Habis lucuu bangettt sih mas, refleks deh mamanya!
Di Jepang dalam kehidupan nyata begitu strict sekali dalam hal mempublikasikan muka orang tanpa ada persetujuan, jadi teman-teman yang sedang liburan ke Jepang dan melihat ada yang lucu, misalnya anak-anak TK yang sedang main di taman, wahh jangan sembarang ya langsung cekrak-cekrek ambil foto, karena bisa saja loh dilaporkan ke polisi karena dipikirnya fushinsha, orang tak dikenal yang membahayakan. Karena itu lebih baik izin dulu, daripada ditegur atau bahkan kena marah. Begitu pula baju-baju yang dipasang di toko, kebanyakan tidak boleh difoto-foto, karena dulu saya pernah kena tegur saat ambil foto baju di toko Uniqlo, aduh malunya itu lohh, gak gak lagi deh.
Makanya kali ya, dengan alasan keamanan (penculikan atau disalahgunakan) di FB temen Jepang saya banyak banget itu foto-foto yang mukanya ditutupin dengan sticker atau lope lope sign :D ribet kali harus minta izin satu-satu semua member-nya itu hahaha
Sampai detik ini, saya merasa orang Jepang hanya addict sekali pegang HP dan asik melototin HP itu saat mereka sendiri. Misalnya di kereta dan bis atau sedang menunggu seseorang (buku sudah tergeser dengan gawai). Saat mereka bertemu dengan teman, kumpul dan mengobrol jarang terlihat mereka asik sendiri dengan HP mereka, atau ngobrol ke mana tapi tangan tetap sibuk dengan HP-nya.
Setidaknya keadaan ini tidak pernah terjadi dalam lingkungan pertemanan saya dengan orang-orang jepang sini. Kalaupun ada telepon masuk mereka akan minta izin untuk mengangkatnya, atau memisahkan diri menjauh agar tidak mengganggu, tapi kalau sampai mereka bermain HP sambil ngobrol hmm syukurnya belum pernah saya temukan teman seperti itu, bagus deh karena saya memang kurang suka yang begitu itu.
Hidup di luar negeri jauh dari saudara apalagi tak ada pembantu dalam mengurus rumah tangga, karena ngurus RT itu memang butuh tenaga ekstra besar. Alasan itu juga yang saat ini saya masih belum sanggup ikut dalam grup-grup chat di Indonesia. Kenapa? Wah bisa-bisa anak-anak akan telat saya masakkan makan malam, menyuruh mereka mandi, mendengarkan ondoku, tugas membaca yang kita orang tua wajib dengar dan harus memberi nilai, ngelap meja makan bekas tumpahan, cuci piring, masukkan baju ke mesin cuci, jemur baju di balkon, vacuum lantai, ngecek surat anak-anak dari sekolah, belum lagi kalau kita bekerja baik itu sebagai part timer atau full time. Kalau mau dituliskan kayanya kerjaan gak habis-habisnya, dan bisa kebayang kalau saya aktif di dunia maya atau masuk dan aktif dalam grup-grup suatu komuniti, yang ada acak adul kehidupan di rumah saya.