Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Tanda Tangan Surat Dulu, Baru Bisa Makan di Sini

14 Juni 2019   08:50 Diperbarui: 14 Juni 2019   21:09 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca tentang cabai yang digunakan sembari menunggu datangnya makanan, jadi membuat sedikit gentar. Ada yang setelah makan Carolina Reaper langsung muntah, ada yang nangis dan bahkan ada yang asmanya kambuh. Wah, sedikit ketar-ketir. 

Saya tidak bisa membayangkan reaksi saya terhadap Carolina Reper akan seperti apa. Apakah sanggup menahan rasa pedasnya nanti? Baru kali ini menunggu datangnya makanan sambil berdebar-debar. Debaran makin kencang ketika melihat pramusaji mendekati meja saya. 

Ketika makanan diletakkan di atas meja, melihat penyajian makanan yang menarik, rasa gentar mulai tergantikan dengan rasa penasaran ingin mencoba. Namun saya belum bisa langsung menikmatinya. Sebelum makan, pihak restoran melakukan beberapa persiapan. 

Menata meja dengan beberapa peralatan. Segelas vodka dan segelas susu, yang berguna untuk menetralisir rasa panas di mulut. Sebuah spittoon, yang sesuai dengan namanya, merupakan peralatan untuk menampung makanan yang tidak bisa kita telan. Dan yang unik, sebelum makan, pelanggan disodori surat untuk ditandatangani. 

Surat pernyataan yang menyatakan bahwa pelanggan mengetahui "kekuatan" dari cabai yang dipakai. Jadi tanggung jawab ada di tangan Anda. Itulah kira-kira pesan utama isi suratnya. Setelah membaca tentang Carolina Repaer, saya sangat mengerti mengapa harus tanda tangan surat pernyataan sebelum makan. 

Setelah tanda tangan, saya pun dipersilakan menikmati makanan yang disajikan. Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Betul ternyata, tak main-main rasa pedas cabainya. Mulut terasa panas. Bahkan terpaksa berhenti makan berkali-kali untuk minum susu dan vodka. 

Kedua minuman ini ternyata ampuh membantu meredakan rasa panas di mulut, walaupun efeknya tak terlalu lama. Rasa panas kembali datang. Rasa panas bahkan menjalar ke seluruh muka. Tak hanya mulut. Saya yakin pada saat itu pasti muka saya merah padam. 

Mungkin itu salah satu alasan restorannya dibuat sedikit gelap. Walaupun pedas tak tertahankan, namun rasa makanannya sendiri sangat enak. Makan pun rasanya puas. Selesai makan, rasa panas masih bertahan di mulut. Namun masih tertahankan. Lama-kelamaan rasa panas berangsur-angsur berkurang dan akhirnya hilang.

Walaupun sensasi panas di mulut sudah hilang total, namun efek pedasnya ternyata masih berlangsung. Tengah malam terbangun karena perut protes. Ternyata memang efek pedas Carolina Reaper bisa berlangsung hingga 5 jam di saluran pencernaan. Untunglah, keesokan paginya, baik mulut maupun perut sudah normal kembali.

Namun pengalaman ini membuat saya tergelitik untuk mencari tahu mengapa orang suka makan makanan pedas walaupun kadang "menderita" pada saat memakannya. Mulut panas, keringat bercucuran, hidung berair, merupakan beberapa contoh "penderitaan". 

Salah satu teori menyebutkan karena capsaicin yang terdapat di cabai membuat panas mulut dan lidah, dan ini membuat tubuh kita menganggapnya sebagai rasa sakit. Yang mana hal ini pada gilirannya memicu tubuh mengeluarkan endorphin, senyawa kimia yang memberikan rasa senang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun