Kedua pengupas itu menyebut nama-nama seniman Betawi tempo doeloe yang menggeluti kehidupan Jakarta dan menuliskannya dengan bahasa Betawi baik berupa esei, kolom, cerita pendek. Tersebutlah : Firman Muntaco, Â SM Ardan, Dahlan Faturrohman, yang menjajari para eseis, kolumnis di media cetak, antara lain : Umar Kayam, Mahbub Junaedi, Emha Ainun Nadjib, Misbah Yusa Biran, Gus Dur, Ajip Rosidi.
Blasteran
Seno itu menulis amatan keseharian dengan apa adanya,"Ngerahul atawa Rahul alias ngobrol ngalor ngidul," ungkap JJ Rizal," Dengan dialek urban Jakarta, bahasa Indonesia yang diBetawi-in.."
Sehingga menghadirkan,".. bahasa blasteran -- campuran dari berbagai bahasa maupun perilaku," bahas Zen Hae, "Boleh disebut hibrida." Maka, tambahnya,  yang ditulis Seno itu," Anabel, analisa gembel, dengan menggunakan bahasa rakyat kelas bawah.."
Memang begitulah kaum urban yang datang dengan membawa bahasa daerah masing-masing, ditambah lagi bahasa migran mancanegara - bergaul setiap hari saling mempengaruhi. Secara "ekstrem" boleh dinyatakan bahwa obrolan di buku ini tak mungkin ditelaah oleh ahli bahasa Indionesia "yang baik dan benar." Dijamin kagak bakalan mudeng.
Hidup di kota besar berbagai perubahan berlangsung dinamis. Dari amatan fisik, misalnya, berdirinya bangunan-bangunan beton menjulang tinggi, infrastruktur meningkat sejalan pertambahan populasi  menjadikan kondisi big village berubah metropolitan kemudian kosmopolitan. Tentu semua itu  mempengaruhi ragam bahasa ucap dan perilaku warganya. Sedap macam gado-gado. Siapapun tak boleh bengong alias manyun. "Kudu berubah, move on, dong.."
Tangerang Selatan, 23 Maret 2019
Uki Bayu Sedjati
(Penulis serial Bos Gede (2013): obrolan karyawan pabrik tentang berbagai masalah dengan celotehan bahasa daerah masing-masing,Â
a.l: Tegal, Jawa Timur, Jawa Barat, Minang, Batak, terhimpun di antologi "Tunggu Tanggal Mainnya" (2018)