Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penghuni Surga yang Merusak Surganya Sendiri

5 Maret 2020   00:01 Diperbarui: 5 Maret 2020   01:01 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan jengkel sang manajer membalas, "Yang lain saya nggak lihat, tapi anda saya lihat barusan.".  "Yah udah pak, kalau begitu nanti saya bantuin bapak nangkap yang buang sampah sembarangan, baru saya dan dia dikasih sanksi, supaya adil.".  

Sang manajer mati angin, teringat beberapa waktu lalu seorang karyawan lain yang ditegurnya menjawab, "Nggak apa-apa pak, kalau nggak kotor nanti petugas kebersihan makan gaji buta, bapak juga yang rugi.".  Jika mereka berdua berada di pinggir sungai, bisa dipastikan sang karyawan terkutuk tersebut sudah berpindah ke dasar sungai.

Karena sang manajer juga bekerja sebagai dosen di sore harinya, ia beranggapan, mungkin karyawan pabrik pendidikannya agak rendah, jadi susah diatur.  Sesampainya di kampus, ia menegur dua orang mahasiswa yang sedang duduk dan di lantai di hadapannya tampak segumpal kertas dan plastik bekas.  

Sang manajer yang sudah bersalin profesi sebagai dosen tadi menegur agar mengambil sampah tersebut dan membuangnya di tempat sampah, dengan tanpa dosa mahasiswanya menjawab, "Itu bukan saya yang buang pak, nggak tau siapa.".  Beruntung sang dosen tak memiliki kelainan jantung.

Di rumah, sang pekerja idealis tersebut memiliki dua orang putri dan dirinya menganggap telah sukses mendidik anak, dengan ukuran anaknya sedari kecil tak pernah membuang sampah selain di tempat sampah.  

Jika si anak tak menemui tempat sampah, sementara mereka ingin membuang sampah maka sampah tersebut akan dibawanya hingga ditemukan tempat sampah.  Hebat sekali.  

Namun begitu sang ayah melihat kamar putri tercintanya, kamar putri sulungnya mirip suasana kapal Titanic yang nyaris tenggelam, dan kapal putri bungsunya mirip kapal Poseidon yang juga pada saat menjelang tenggelam.  

Jika ditegur jawabnya cukup menyakitkan, "Kan aku nggak rapi di kamar aku sendiri Ayaah, kalau di luar kan aku selalu rapi dan jaga kebersihan.".  

Sang pria pekerja idealis yang malang tersebut tak tahu mesti berkata apa, akhirnya mengetik artikel dan berkeluh kesah kepada pembacanya.  Sebab akan mengadu kemana lagi selain ke Kompasiana.

Begitulah kurang lebihnya, rakyat negeri ini, bagaikan penghuni sorga yang merusak sorganya sendiri.  Entah kapan mereka akan sadar.  Padahal mereka seharusnya paham, bahwa alam ini dititipkan kepada para manusia untuk dijaga, bukan dirusak binasakan.  Seperti kata orang Nepal, "Jika sungai terakhir sudah mengering, dan ikan terakhir tak bisa ditangkap serta pohon terakhir sudah mati, maka pada saat itulah kita sadar bahwa uang tak bisa dimakan. 

 Jadi mari kita jaga lingkungan, dengan hal paling kecil, buanglah sampah pada tempatnya.  Biasakanlah melakukan sesuatu dengan benar dan sesuai aturannya.

Tangerang, 04 Maret 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun