Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Tetangga Sebelah] Tersesat di Belantara Hutan Beton

23 November 2018   11:14 Diperbarui: 23 November 2018   13:00 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : detik.com

"para penumpang, dalam waktu tidak terlalu lama kita akan segera tiba di Stasiun Senen Jakarta.  Siapkan barang bawaan anda jangan ada yang tertinggal, hati hati melangkah, pintu akan dibuka sebelah kanan searah tujuan"

Asgar sudah menyiapkan diri, sederhana saja hanya ada satu tas punggung smp berisi 3 stel pakaian dan 2 buah buku.  Itu saja.  Nasi bungkus bekal simbok sudah habis, air mineral juga. Diluar sana semburan angin pagi memasuki sela sela jendela kaca kereta api. Penumpang lain juga bersibuk mengumpulkan seabrek barang bawaan maklum pulang kampong wajib hukumnya membawa oleh oleh.

Terdengar pengumuman tambahan dari awak kereta api di ujung perjalanan.

"Selamat  datang di Jakarta, Jam menunjukkan pukul 03.45 waktu setempat.   Terima kasih telah menggunakan moda transportasi Kereta Api Indonesia sampai bertemu di perjalanan berikutnya"

Para penumpang bergegas menuju pintu keluar, agak berebutan, berdesak desakan, demikianlah hukumnya semua orang,  tampaknya ingin cepat tiba di kediaman. Sementara sang remaja pendatang baru berjanji dalam hati ketika pertama menginjakkan kaki di Jakarta dia akan sujud syukur mencium tanah kalau tidak ya lantai (untung untung masih ada tanah). 

Perilaku santun ini acap dilihatnya di televisi tetangga sebelah ketika orang orang besar dunia terutama para pemuka agama selalu melakukan ritual sujud ketika pertama turun dari pesawat terbang.  Asgar bukan orang besar hanya anak 15 tahunan tetapi kenapa tidak mohon doa restu kepada Tuhan pemilik tanah yang akan diinjak-injak.  Sujud bermuatan  doa semoga perjalanan hidup dinegeri orang mendapatkan ke selamatan dan  aman sentosa sepanjang masa.


Kerumunan penumpang nyaris saling dorong mendorong sehingga Asgar terbawa kesana kemari.  Para pemberi jasa angkutan berseragam resmi orange pun tak pernah mau mengalah menawarkan kepada penumpang untuk mengangkut meringankan beban. Suasana semakin riuh dan Asgar terdorong dorong mengikuti arus  sampai akhirnya dia terhempas di pintu keluar stasiun.

Alhamdulillah segera sujud syukur. Langsung saja mencari tempat buang buang atawa toilet.Waktu shalat subuh masih ada, disana terlihat mushollah, beberapa kaum musyafir antri bergantian mengambil wudhu. Asgar teringat pesan simbok,

"Jangan tinggalkan sholat, tunaikan diawal waktu dan upayakan berjamaah"

Jamaah emak emak dan putri dibagian belakang terpisahkan dengan tabir satu lembar kain hijau. Rombongan shalat subuh pertama selesai, sangat tertib jamaah bergantian.  Asgar langsung saja membaca qomat, seorang bapak tua bekopiah haji bertindak sebagai imam.    

Inilah doa pertama dinegeri orang. Entah apa yang akan dihadapi. Khusyu sekali remaja ini setelah dia sadar tas gendong tidak bersamanya lagi.   Bisa jadi diambil orang, atau juga mungkin terjatuh ketika berdesak desakan tadi. Mau apa lagi, ikhlaskan saja.   Soal tas ghaib, hilang atau diambil orang atau terjatuh terlepas,  wallahu alam.

Apakah ini bentuk ucapan selamat datang dari seisi alam ibukota Negara.  Kehilangan tas satu satunya. Asgar melangkah ke pintu keluar, berharap bertemu Mas Trijoko. Namun  setelah memanjangkan leher kekanan dan kekiri kedepan dan kebelakang serta sekeliling lobby stasiun tak ditemui saudara sepupu.

Trijoko adalah putra kedua Pak Lek Trigonoso. Ditugaskan menjemput Asgar. Lebaran tahun lalu keduanya pernah ketemu ketika rombongan Tanjung Priok mudik.

"nanti koe di jemput Trijoko di stasiun, tunggu saja jangan pergi kemana mana sebelum ketemu"

Asgar teringat nasehat kakak sulungnya ketika akan berangkat kemarin siang. Mas nya itu memang sudah kontak Trijoko melalui sms.  Inilah alat komunikasi desa ke kota namun beda kelas teknologi. Telepon genggam Mas Tukiman generasi jadul hanya bisa telepon dan sms.  Beda dengan milik Trijoko hp yetanam sistem android jadi  bisa dipakai untuk segala macam urusan. Asgar bermimpi satu saat kelak memiliki ponsel.  Sekarang prihatin dulu biarlah  barang mewah itu milik orang berada.

Menunggu lebih 2 jam tak ada seorangpun sanak saudara  menjemput.  Sementara perut sudah memberontak, uang disaku cuma untuk sekali makan. Didikan simbok mulai teruji sekarang.  Sabar dan jangan panik.  Tuhan bersama orang sabar.  Asgar berjalan setengah tegap  menuju warung.

"bu nasi dan lauk sambel telor harganya berapa ya"

Bertanya dulu sebelum pesan makanan.  Tentu ada beda harga nasi rames desa dengan kota. Takut nanti kalau tak bertanya uang tak cukup pula untuk membayar.  Remaja ini memang cerdas, selalu diawali bertanya jangan sok pandai. Terngiang ngiang pesan Guru Agama  Bapak Aminullah.

" ya nak, sepiring 13.000 rupiah sama the manis khan"

" tidak bu air tawar saja"

"Ya sudah 10.000 ini nasi telor , silahkan makan nak"

Bismillahhirrohmannirrohim. Makan sudah perut lumayan kenyang.  Saudara penjemput  belum bertemu. Hari menjelang siang.  Asgar mulai bertanya kemana arah Tanjung Priok. Sebagian warga ada yang menjawab seadanya

"sonoo"

Sembari menunjuk kearah yang ngak jelas. Remaja desa bertanya lagi lebih fokus kendaraan apa bisa membawa diri ke sang paman Lek Reksodinoto di Jakarta Utara. Masih juga belum dapat jawaban sementara terdengar azan Shalat Dzhuhur.

Asgar bergegas menuju datangnya suara azan.  Sebuah masjid besar berkubah dan bermenara tinggi ini masih di kawasan Senen. Tempat wudhu bersih, indah sekali ini masjid, berlantaikan marmer putih.  Karpet merah tebal terbentang di duapuluh syaf shalat.  Terasa sejuk bersebab ruang ber ac dengan pintu kaca yang otomatis bisa buka tutup.

Duduk menunggu qomat, Asgar merenung bagaimana diri ini, apakah harus menunggu di sekitar stasiun atau mencari alamat Pal Lek. Setelah shalat dzuhur langsung menunaikan Shalat Asar berhubung status musafir. Asgar  kembali ke stasiun Senen.  Mudah mudahan masih bisa bertemu dengan saudara penjemput.  

Trijoko mengirim sms ke Mas Tukiman

" adikmu kog ngak ada di stasiun"

"lah, mustinya sudah tiba stasiun senen sebelum subuh hari ini"

Trijoko terkejut

" stasiun senen, oooaaalh kukira si Putro turun di Gambir"

" mas, tolong kirim foto si Putro, aku lupa lupa ingat wajah adekmu itu"

"weleh weleh ngledek yo, hp ku ngak bisa kirim gambar"

Jadilah salah informasi.  Trijoko bergegas ke Senen, mengendarai motor di pagi buta. Clingak clinguk tak juga Nampak si Putro.  Ya betul Trijoko walau lahir di Jakarta tak suka memanggil saudara sepupu dengan nama panggilan Asgar. Putro saja, ada jawanya.

Laporan "orang hilang" Asgar sampai juga ke tetangga sebelah sedesa. Simbok memang  khuatir tetapi tidak begitu cemas.  Ustazah ini sangat yaqin putra ke -3 tidak akan apa apa di Jakarta walaupun belum ketemu sama penjemput.  Asgar sudah terlatih dalam membawa diri.  Doa Simbok tak putus putus terutama membaca Ayat Kursi agar anak kesayangan terselamatkan dan bisa jumpa Pak Lek Reksodinoto.

Asgar berpikir, aku harus bisa mengatasi, aku harus bisa mengatasi. Remaja 15 tahun baru tamat smp mulai berjalan kaki disepanjang hutan beton. Kota megapolitan Jakarta seolah mengucapkan selamat datang.  Seperti ada suara keras di gendang telinga Asgar

"hai anak muda berkenalan dulu dengan gedung gedung menjulang tinggi sebelum dikau mengadu nasib di ibu kota"

Hari semakin senja memasuki malam.  Kesibukan kota warga pulang kerja memenuhi seantero jalan raya.  Asgar terus berjalan, bersepatu sekolah merek bata yang mulai terkelupas.  Dikantong hanya tinggal uang 5.500 rupiah.  Setelah bertanya tanya sana sini, Petugas Satpol PP mengarahkan Asgar kearah  Jakarta Pusat. Entah benar entah salah jalan yang ditempuh menuju restoran sate Pak Lek, persoalan muncul sekarang mau menginap dimana.

Pesan simbok, ibunda terkasih,

"Masjid ya  Masjid itulah rumah kita"

Masjid memang dianjurkan memiliki menara.  Tidak lain maksudnya agar para pendatang atau musyafir dari jarak jauh bisa mengetahui dimana keberadaan rumah ibadah.

Azan Maghrib mengantarkan Asgar tiba di Masjid jami An Nur. Ramai sekali jamaah  masjid yang berada persis di pinggir jalan raya. Selepas maghrib, Asgar mengeluarkan kartu pelajar dari dompet. Menghadap ke pengurus masjid ingin menumpang menginap semalam.

"mana KTP ananda"

" maaf pak ustaz, saya belum punya KTP, baru tamat SMP"

" Oh ya, tujuan mau kemana"

"saya mau kerumah Pak Lek di Tanjung Priok tapi kesasar sampai kesini"

Ustazd tersenyum, dalam hatinya  berguman kog anak ini malah ke Jakarta Timur.

Pak Ustaz memanggil marbot masjid dan berpesan

"silahkan ananda menginap diserambi masjid maximal 3 hari"

" Terima kasih Pak Ustaz besok bada subuh mohon izin saya akan terus mencari Restoran Pak Lek"

Pak Husaini, Marbot masjid menggapai sianak muda sembari memperhatikan koq anak muda ini lemas banget.

"ayo ikut ke rumahku nanti bada isya, kamu pasti belum makan"

" subhanallah, terima kasih pak......"

"Haji Husaini asli Betawi,..hehehehhehe"

Salamsalaman

TD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun