Mohon tunggu...
Tanza Erlambang
Tanza Erlambang Mohon Tunggu... -

# Ever stay in several countries, and stay overseas until currently. ## Published several books, some of them are: Hurricane Damage on Coastal Infrastructures (ISBN: 978-19732-66273) dan Prahara Rupiah (ISBN: 979-95481-1-X)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Lebih Banyak Bunuh Diri Dibandingkan Muridnya

19 September 2017   12:48 Diperbarui: 19 September 2017   12:59 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mengejutkan, profesi guru ternyata rentan bunuh diri, bahkan dua kali lipat dibandingkan dengan siswa siswinya. Menurut Coontz, S (1997) dalam bukunya yang berjudul "How History and Sociology Can Help Today's Families" profesi lain yang rentan bunuh diri adalah psikolog dan pegawai departemen pendidikan.

Itu kondisi 20 tahun lalu di Amerika Serikat (AS) dan Inggris (UK). Bagaimana dengan kondisi sekarang? Ternyata tak berubah. Berdasarkan laporan Bulman, M (2017) yang dimuat oleh "Independent" (http://www.independent.co.uk/news/uk/home-news/primary-school-teachers-suicide-rate-double-national-average-uk-figures-a7635846.html) bahwa tiga dari empat (75%) bunuh diri dilakukan oleh guru guru Sekolah Dasar (SD) dan Taman Kanak Kanak (TK).

Inspeksi (mendadak) yang dilakukan terus menerus dan sistem ranking sekolah adalah sumber "stress" bagi guru. Ketika ranking sekolah tak naik, apalagi sampai turun jauh, maka gurulah yang dijadikan sasaran kesalahan, sehingga "tekanan batin" guru semakin menjadi jadi, dan kemudian berujung pada bunuh diri.

Bunuh Diri Remaja

Anehnya, ketika bicara tentang kenakalan remaja (usia 13 sampai 19 tahun), termasuk mengkonsumsi obat terlarang (narkoba) yang mengarah ke "overdosis" dan bunuh diri, data menunjukkan bahwa angka bunuh diri orang tua sama tingginya dengan guru. "Bunuh diri" di kalangan remaja naik sangat tajam di Amerika Serikat, 29 ribu kasus pada tahun 1999, meningkat hampir dua kali lipat (43 ribu kasus) pada tahun 2014.

Diantara sebab bunuh diri remaja adalah "bully" di sekolah, tidak rukunnya orang tua (perceraian), hidup tanpa harapan dan merasa terisolasi dari lingkungan sosial. Tak di Inggris, tak di Amerika, di Indonesia juga meningkat kasus para remaja bunuh diri. Bedanya, meski kasus "bully" juga meningkat di tanah air, tapi penyebab bunuh diri di negara kita adalah gangguan jiwa. Gangguan jiwa ini termasuk kecemasan dan ketidakstabilan suasana hati yang kemudian mengarah kepada penyalah gunaan narkoba, ujungnya mati karena overdosis.

Bagaimana Guru Di Indonesia?

Meskipun tak ada data khusus bunuh diri pada guru dan orangtua murid, tapi data bunuh diri meningkat secara keseluruhan di tanah air. Bunuh diri hampir terjadi di semua profesi, mulai dari ekskutif sampai politisi, guru SD sampai guru besar, dan bahkan penulis dan wartawan. Bunuh diri juga tak mengenal usia, terjadi pada anak anak, remaja dan orang yang sudah renta. Sebabnya juga beragam, diantaranya soal asmara, "bully," gangguan jiwa dan sakit kronis (penyakit menahun yang tak bisa disembuhkan).

Pertanyaannya kemudian, bagaimana seandainya jumlah guru lebih banyak yang bunuh diri dibandingkan murid atau orang tua lebih banyak bunuh diri dibanding anaknya terjadi di Indonesia? Bagaimana mengatasi hal seperti ini? Jalannya tak lain adalah meningkatkan kesadaran bahwa bunuh diri adalah bahaya laten semua pihak. Guru, orangtua, semua lapisan masyarakat, pemerintah dan bahkan siswa (anak) untuk saling "mengingatkan" dan waspada !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun