Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Undangan Bukber Seorang Kerabat

19 Mei 2018   22:39 Diperbarui: 19 Mei 2018   23:09 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hidangan rumah makan padang

Begitu selesai sholat Maghrib berjamaah, lalu berdoa singkat saja, aku buru-buru berdiri meninggalkan Indarwin. Ia berada pada shaf di depanku. Jadi aku leluasa untuk menghilang. Ya, tidak ada lagi yang perlu dilakukan dengannya. Aku masih punya sejumlah uang untuk makan di warteg. dan sisanya untuk naik angkutan umum pulang ke kost.

Untuk sampai ke terminal angkutan umum aku kembali lewat depan Rumah Makan Padang Salero, aku menunduk saja tak menengok-nengok hidangan di rumah makan yang sejak siang kuimpikan. Sakit dada ini. Ulah kerabat yang tak tahu diri itu membuat puasaku pada hari ketiga ini jadi kurang afdol rasanya.

Tiba-tiba seseorang menghalangi langkahku. Aku bergeser ke kiri ia juga ke kiri, bergeser ke kanan diikuti juga. Terpaksa aku menengadah, dan ah. . . . "Pak Rahmanu? Kebetulan kita bertemu di sini, Pak. . . !"

"Dimana Indarwin, Nak.. . . .?" tidak menjawab pertanyaanku, ayah Indarwin itu malah ganti bertanya sambil melihat-lihat ke seberang jalan. Aku pernah bertemu dengannya sekali ketika di bandara menjemput Indarwin.

Tak lama muncul Indarwin yang terus memanggil-manggil namaku.

"Ohh, itu dia sudah datang. Ayo, Nak, yang lain sudah menunggu di dalam. . . . !" ujar Pak Rahmanu sambil memegang lenganku mengajak masuk rumah makan itu. Indarwin mengikuti di belakang dengan tergesa.

Aku tercengang, tak mampu berkata-kata. Lalu mengikuti saja langkahnya. Dan di dalam dua meja panjang sudah disatukan dengfan aneka hidangan khas rumah padang tersedia lengkap di sana. Aku terpesona, mungkin tanpa sadar air liurku sudah meleleh. Lima orang teman yang diundang Indarwin sudah ada di sana, Pak Rahmanu, serta beberapa orang lain yang belum kukenal. Seorang ibu dan seorang gadis. Mungkin mereka keluarga Indarwin. Aku tak mampu menutupi rasa  bersalahku oleh sikap yang tak semestinya. Aku merasa terjebak oleh perasaanku sendiri: sangat mudah berburuk sangka.

Setelah semua duduk, Indarwin memperkenapkan keluarganya pada teman-teman kantor, dan sebaliknya memperkenalkan teman kantor pada keluarganya. "Ini perayaan ulang tahun adikku, Ainaya, keberapa? Nanti tanya sendiri. Tidak ada tiup lilin dan potong kue. Itu bukan kebiasaan kami. Buka bersama saja."

Gadis langsing lesung pipi itu berdiri dan tersenyum pada semua dengan gigi putih dan mata bermerlang. Ia berjalan memutari meja untuk menerima ucapan selamat dari keluarga dan undangan.

 "Undangan khusus untuk Mas Nurjito, satu-satunya jomblo dari teman-teman akrabku di kantor yang kuundang sekarang. Ia teman akrab selama di perantauan, dan ingin kuperkenalkan dengan adikku. Mungkin saja mereka bisa berteman, seakrab kekerabatanku dengannya selama ini!"

Tidak ada kata-kata lain. Langsung doa oleh salah satu teman kantor, dan makan. Makanan dan minuman rumah makan padang itu benar-benar seperti dugaanku, tak mudah untuk tidak mengatakan 'luar biasa'. Namun lebih dari itu semuanya menjadi biasa-biasa saja setelah Indarwin memberi kursinya untuk kududuki, dan kursi itu persis di samping tempat duduk adiknya Ainaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun