Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kompasiana: Selamatkan Para Penulis dari 'Bunuh Diri Kreativitas'

23 Maret 2017   15:26 Diperbarui: 23 Maret 2017   15:57 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ilustrasi seniman. ©2012 Merdeka.com

Kriteria ketat yang menjadi kekuatan bagi media arus utama (mainstream)justru bisa jadi mesin ‘pembunuh’ buat penulis atau calon penulis. Bayangkan, calon penulis pemula berdarah-darah menulis atau mengarang agar tulisannya dimuat pada media mainstream. Ternyata, ditolak begitu saja dengan enteng redaktur media sesuai dengan standar media.

Memang ada saja mirip kisah 1001 malam dalam kepenulisan. Mereka menulis 1000 tulisan. Baru tambah satu kemudian, 1001, satu saja yang dimuat media yang bersangkutan. Begitulah cerita dalam dunia fiksi, tapi secara non-fiksi, realitas kehidupan tertolak 1000 kali itu lumayan menyakitkan. Paling tidak, sedikit mengecawakan.

Untung Kompasiana Ada

Konon awal pendirian Kompasiana dari Group Kompas, sebagian wartawan Kompas mencibir pendirian Kompasiana. Apalagi, sebagai jurnalis warga biasa yang mencatut nama Kompas, Kompasiana dikhawatirkan bisa mencoreng nama baik Kompas. Namun, berkat kegigihan pendiri Kompasiana, salah satunya Pepih Nugraha, Kompasiana berwujud nyata.

Kalau boleh disebut, Kompasiana kini menjadi kumpulan terbesar para penulis atau calon penulis berkreativitas di Kompasiana sesuai dengan rubrik yang ada. Dari penulis kawakan hingga lawakan, dari yang suka makan cemilan hingga pakar kuliner?

Apa yang membuat Kompasiana diburu? Padahal, sebenarnya tak berhonoraium bagi para penulis? Mungkin satu jawabannya, di Kompasiana, Andalah yang menayangkan tulisan sendiri sesuai dengan niat, minat, dan kecenderungan Anda. Tanpa seleksi ketat dapur Kompasiana. Sebaliknya, kalau Anda menulis di media nasional. Tunggulah antreannya. Sebelum kadang, itu pun yang datang pemberitahuan penolakan. Bahkan tanpa pemberitahuan lagi sama sekali, setelah Anda kirim.

Meski begitu tetap ada ketentuan dan persyaratan yang dibuat Kompasiana, sehingga marwah Kompasiana biarpun media sosial dapat terjaga. Jadi, Anda menayangkan sendiri tulisan di Kompasiana. Sedikit atau banyak dapat mengurangi beban frustrasi yang menghantui para penulis di media arus utama.

Salah satu studi, sebagaimana diberitkan Merdeka.com -menunjukkan ada keterkaitan antara kreativitas dan penyakit mental. Para peneliti menganalisis data jangka panjang hampir 1,2 juta pasien kejiwaan di Swedia dan kerabat mereka. Mereka menemukan gangguan bipolar umumnya terjadi pada orang-orang yang berprofesi dalam kesenian dan karya ilmiah, seperti penari, fotografer, seniman, penulis dan peneliti.

Para peneliti juga menemukan penulis lebih rentan terkena gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia, depresi, gangguan kecemasan, dan penyalahgunaan zat terlarang. Bahkan, seorang penulis memiliki risiko 50 persen lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri.

Jadi, kalau studi benar terjadi. Maka, kehadiran Kompasiana barangkali mengurangi angka ‘bunuh diri’ dari kalangan penulis. Paling tidak, Kompasiana memersilakan para penulis atau calon penulis berkreativitas di Kompasiana. Tanpa banyak seleksi dari redaktur yang mendekati ‘diktator?’

Kalau dulu kasus bunuh diri dianggap karena gangguan mental, ras, dan iklim. Kini, dengan analis sosiolog modern. Seperti kata Emile Durkheim dalam sosiologi modern terjadi karena tatanan sosial terganggu. Termasuk kesenjangan kaya-miskin menganga. Kalau pendapat Durkheim ditarik dalam dunia kepenulisan. Beberapa penulis yang bunuh diri, karena media mainstream menjadi hambatan sosial bagi jalan pikiran-perasaan kreatif penulis. Setidaknya, media mainstream membunuh kreativitas calon penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun