Mohon tunggu...
URATTA GINTING
URATTA GINTING Mohon Tunggu... Advokat -

HAK TAK MUNGKIN DIPEROLEH TANPA PERJUANGAN

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Perceraian

2 Agustus 2017   11:51 Diperbarui: 2 Agustus 2017   12:10 2190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau suami yang bertingkah lalu timbul percekcokan, seyogyanya yang lebih tepat mengajukan cerai adalah isteri sendiri, bukan suami. Karena faktanya suami yang punya ulah, wajar isteri tidak tahan lalu memilih jalannya sendiri.

Namun, secara hukum percekcokan terus-menerus sebagai alasan cerai justeru berlaku sebagai senjata ampuh dan sangat berpotensi disalahgunakan oleh para suami nakal. Sebab hukum tidak mencari sumber percekcokan. Cukup adanya bukti dikuatkan oleh keterangan saksi, percekcokan alias perselisihan dan pertengkaran tersebut telah sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan No.1/1974.

Halimah seorang ibu rumah tangga (menantu Alm. Soeharto mantan presiden) menggugat penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f tersebut di Mahkamah Konstitusi terkait perceraian atas dirinya karena merasa ketentuan tersebut telah merugikan hak konstitusionalnya. Karena tidak mencantumkan hal-hal yang menjadi penyebab percekcokan disebut bertentangan dengan UUD 1945.

Jika suami benar menikah dengan wanita lain, secara hukum isteri berhak menuntut secara pidana, karena suami telah melakukan delik bigami (ada halangan kawin), sebagaiamana diatur dalam pasal 279 KUHP.

Namun, dalam kenyataan prakteknya prosedur tersebut sering tidak efektif untuk menyadarkan suami agar suami kembali baik-baik ke pangkuan isteri pertama. Malah dikhawatirkan percekcokan akan semakin menjadi-jadi. Apalagi sang suami tetap nekad hendak menikah dan wanita calon isteri barunya juga rela menjalani hukuman, maka pengaduan berikutnya akan terbentur dengan pasal Nebis in idem.

Oleh karena itu, sebelum terjadi perceraian ini perlu menjadi renungan mendalam bagi pasangan suami isteri. Apakah sebuah perkawinan masih dapat dipertahankan atau tidak terpulang kepada keduanya (suami iseri). Orang bilang perceraian itu jahat, tetapi meneruskan perkawinan yang penuh luka-luka batin tentu lebih jahat lagi. Apalagi salah satu pihak sudah lama menjadi satu kebiasan yang sudah akrab mencintai kekerasan dalam rumah rumah tangga. Tentunya, isteri terlalu pahit diajak untuk berusaha tersenyum dalam menghadapi sutuasi sesulit apapun.

Banyak ragam alasan timbulnya percekcokan. Jangankan urusan perselingkuhan.. Hal-hal yang sangat sepele hanya karena pasangan suami isteri tersebut tidak memiliki pembantu bisa cekcok. Karena isteri sejak lahir hingga dewasa berada di zona nyaman dilingkungan keluarga. Fasilitas serba lengkap. Namun, tidak demikian setelah isteri menikah.

Persoalan anak, pasangan suami isteri belum memiliki anak/keturunan. Isteri menghendaki anak, sedangkan suami sebaliknya. Akibatnya, pasangan suami isteri menjadi tidak harmonis. Percekcokan tak terhindari, isteri meninggalkan tempat kediaman bersama lalu pergi ke rumah orangtuanya.

Suami menyelesaikan kemelut rumah tangganya dengan cara menggugat isterinya ke pengadilan agar perkawinan mereka diputuskan dengan jalan cerai. Isteri dalam hal ini sah-sah saja membantah dan menolak cerai dengan dalih bahwa suaminya yang memicu timbulnya percekcokan bukan isteri.

Mahkamah Agung No. 3414 K/Pdt/1985, tanggal 04 Maret 1987 mengadili perkara perceraian tersebut, dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan, bahwa percekcokan yang tidak dapat dirukunkan kembali adalah alasan untuk perceraian sesuai dengan pasal 19 PP No.9/1975, sedangkan apa yang menjadi sebab dari timbulnya percekcokan tersebut tidak merupakan alasan perceraian.

Ada kalanya percekcokan berakhir damai atas saran keluarga kedua belah pihak, lalu perkara pun dicabut selanjutnya pengadilan menerbitkan penetapan acta van dading. Suasana harmonis sebagai harapan keluarga ternyata hanya sebentar, keributanpun kembali terjadi, isteri akhirnya mengajukan kembali gugatan cerai untuk kedua kalinya dengan alasan yang sama dengan gugatan cerai terdahulu, yakni masalah cekcok terus menerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun