Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akankah KPK "Impoten" di Era Jokowi?

8 September 2019   16:13 Diperbarui: 8 September 2019   16:17 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tentang KPK | Dokumen Merahputih.com/KPK.go.id


Komisi Pemberantasan Korupsi yang notabene menjadi Lembaga pemberantasan berbagai tindak kejahatan korupsi dan sejenisnya di periode Presiden RI Jokowi terancam jadi macan ompong atau malah istilahnya jadi si meong manis peliharaan saja. Bahkan boleh dikatakan jadi Impoten dan lebih parah lagi akan memasuki batas usia MPP atau Mati Pelan Pelan.

Apalagi diantara 10 kandidat bakal calon pimpinan KPK ini banyak yang dalam kondisi buta, atau maksudnya kebanyakan dari para kandidat tidak menguasai materi terkait KPK, seperti pemberantasan korupsi, KUHAP, Konvensi PBB Antirkorupsi (UNCAC), hingga kejahatan korupsi.

Ditambah lagi dengan rencana Dewan Perwakilan Rakyat yang akan mereivisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK bahkan rencana revisi tersebut dibahas oleh DPR melalui rapat secara tertutup dari ruang publik.

Namun akhirnya sebagaimanapun ditutup-tutupi sekalipun rencana yang bisa dibilang pengebirian wewenang KPK tersebut terkuak dan tercium juga dan beredar luas di jagat dunia maya dan juga secara nyata kepada warganegara Indonesia.

Kontan saja terkuaknya rencana revisi UU tersebut kepada dunia menjadi pertentangan berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, dan hampir seluruhnya menolak tegas terkait rencana revisi UU KPK tersebut.

Dan yang lebih lucu lagi sepertinya banyak dagelan dan lawak yang tak lucu selucu komedi dipertontonkan kepada khalayak ramai, terkait revisi itu, terjadi saling tuding, pro dan kontra diantara pihak-pihak yang saling bersikukuh dan berseteru dengan bantahannya masing-masing.

Dan dalam hal ini yang menjadi tersorot utamanya adalah Presiden Jokowi, karena bola panas ada ditangan beliau, nasib KPK kedepan nantinya seperti apa tergantung Jokowi. Maka andai kata 10 orang tersebut resmi diangkat menjadi para pemimpin KPK dan Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK diteken oleh Jokowi, maka dapat diduga dan diprediksi KPK kedepan statusnya akan menjadi seperti mati segan hidup tak mau bahkan dalam urusan tugas pokoknya menjadi tidak produktif dan mandul atau menjadi Impoten.

Kalau KPK istilahnya jadi Impoten bagaimana bisa memberantas Korupsi, sementara personal yang ada didalamnya banyak yang tidak berlatar belakang hukum dan wewenangnya dikebiri hampir habis, lalu untuk apa ada KPK?apa cuma sebagai pajangan sajakah?atau sekedar prememory belaka daripada tidak ada?

Masyarakat sangat layak mempertanyakannya, karena ini kaitannya dengan masa depan KPK dan hukum yang berlaku di negeri ini, stigma hukum tajam kebawah dan tumpul keatas bisa jadi akan semakin nyata terjadi di bumi pertiwi ini. Publikpun bereaksi keras dan beropini bahwa KPK saat ini seperti menjadi alat tunggangan penguasa untuk melanggengkan kekuasaan saja.

Gedung KPK | Dokumen Tribunnews.com
Gedung KPK | Dokumen Tribunnews.com
Bayangkan saja, Independensi KPK sangat  terancam ini karena KPK dimasukan dalam kategori ASN sehingga hal ini akan sangat beresiko terhadap independensi dalam menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan, bisa jadi dalam penanganan kasus korupsi kedepan akan terjadi keberpihakan dan konspirasi didalam tubuh KPK nantinya.

Penyadapan akan dibatasi dan hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas dan dewan pengawas tersebut dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya pada DPR setiap tahunnya, kok dibatasi? Kok ada dewan pengawas, urgensinya apa? DPR juga yang memilih, ngapain DPR ngatur-ngatur memilih dewan pengawas?

Untuk apa dibatasi, masa sih dalam rangka kerja sesuai tugas pokoknya dalam sadap menyadap kok pake dibatasi segala yang namanya penyadapan itukan bersifat tertutup dan rahasia lalu mau dibatasi, terus harus lapor dulu sama dewan pengawas, jadi ribet dan berbelit karena birokrasi yang bertambah panjang. Katanya reformasi birokrasi lagi di jalankan, loh kok malah berbelit? yah lucu dong kalau begitu, targetnya bisa dikasih tau dong, bisa hilang dong barang bukti terus kabur wah wah? masyarakat itu kritis loh dan bisa berpikir jauh kedepan loh?

Lantas dengan hal ini masalah penyelidikan dan penyidikan serta penyitaan juga jadi makin tambah berbelit, ruang geraknya semakin dibatasi, apalagi peran petugasnya semakin dikotak-kotakan sedemikian rupa, yah jadi akan semakin susah menguak kasus para koruptor dong jadinya? Pokoknya kasus korupsi makin jadi ruwet urusannya bahkan kedepan bila kasus melewati tenggat waktu dalam pemrosesannya maka kasus tersebut dianggap gugur dan dihilangkan, sungguh terlalu?

Kemudian semakin dipeparah lagi bagaimana kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN juga dikebiri. Pelaporan LHKPN kedepan akan dilakukan di masing-masing instansi saja, sehingga hal ini akan mempersulit melihat kenyataan data kepatuhan pelaporan dan kewajaran kekayaan pihak-pihak Penyelenggara Negara dan akan menimbulkan bentuk-bentuk dan benih-benih rekayasa dan konspirasi lainnya dalam pelaporan LHKPN bayangkan saja dalam hal ini posisi KPK hanya berwenang melakukan koordinasi dan supervisi saja, sekuat apa posisi supervisi saja, bisa apa kalau hanya begitu saja?

Jadi, patut saja dikatakan KPK kedepan akan jadi Impoten atau mandul, tidak ada lagi taringnya dan bakal hanya jadi si meong ompong yang hanyak duduk manis jadi peliharaan saja bila memang Presiden Jokowi setuju dan meneken terkait Pimpinan KPK yang akan menjabat dan UU no 30 tahun 2002 direvisi sesuai rencana.

Seyogyanya dalam hal ini Presiden Jokowi harus tegas menolak segala perubahan Undang undang tersebut dan menganulir kandidat pimpinan KPK yang buta akan wawasan terkait KPK, seperti pemberantasan korupsi, KUHAP, Konvensi PBB Antirkorupsi (UNCAC), hingga kejahatan korupsi.

Katanya tujuan SDM Unggul Indonesia Maju sedang di gembar-gemborkan, seharusnya kalau berlatar tujuan tersebut hal ini bisa menjadi pertimbangan dan tentu saja seluruh rakyat Indonesia menginginkan KPK tidak impoten.

KPK yang merupakan lembaga antirasuah jangan sampai jadi (rausah) atau tidak usah, saat ada kasus korupsi (rausahlah uduk urusane) atau tidak usahlah bukan urusannya.

Undang Undang no 30 tahun 2002 tidak perlu direvisi, kalaupun mau direvisi seharusnya direvisi menjadi semakin kuat dan tegas lagi, bukannya malah dilemahkan.

Terkait hal ini semua ada ditangan Presiden Jokowi semoga saja beliau dapat melihat dengan bijaksana dengan mempertimbangkan dan mengedepankan kepentingan seluruh rakyat Indonesia ini. Demi majunya NKRI yang kita cintai bersama ini.

Hanya berbagi.

Sigit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun