Kota menyimpan duka dan suka. Bahagia dan sedih. Kenyamanan dan keengganan. Air mata dan mata air. Hidup dan mati.
Kadang kita harus menjauhi diri kita dari kota...walau pun kita sedang berada di dalam kota.
Kota; tempat menarik dan asyik bagi penggemar keramaian; pleasure; kenikmatan; kedangkalan. Neraka; bagi pencinta kesyahduan; joyfull; ketenangan; kedalaman.
Itulah kota... Banyak tanya. Banyak jawab. Banyak ramai. Banyak aparat. Banyak keparat. Banyak sekali banyaknya, sampai kita lupa dan tidak tahu berapa DALAMNYA kota.
Itulah kota tempat kita tinggal dan berpijak; menakjubkan juga menakutkan. Menggiurkan juga menjijikkan. Mempesona juga membahayakan.
Kota tempat bersatu pencuri-pejabat, pemulung-penguasa, perampok-pencinta, pemerkosa-pendoa, pelahap-penderma, pemuda-kaum tua, mileneal-klasik, antek asing-pribumi, melebur menjadi satu di tengah hiruk pikuk kota.
Kota tidak pernah menjanjikan ketenangan, berisik adalah kota; berISI belum tentu, karena yang sunyi dan hening bukan ciri khas kota. Kota adalah KERAMAIAN. Semua butuh kota, semua mau kota; entahlah, kota tak membutuhkan kita, kota tak mau kita; mungkin.
Kita mau jadi manusia seperti apa? Atau mau jadi apa?
Jangan pernah tanyakan hal itu ke kota. Kota tak menyimpan data dan file tentang kehidupan, kota tak punya jawaban, kota adalah mati (nekropolis).
Kita adalah satu-satunya pemilik kota, jawaban atas kota, usaha kota DAN KEHIDUPAN kota itu sendiri. So, Jangan bangga berada di kota kalau tidak pernah menjadi ADA, tidak pernah BERADA dan tidak-tidak yang lainnya....
Boleh JUGA bangga berada di kota, tapi _toh_ kota tak menjamin kehidupan kita sehari-hari; kita sendiri yang berjuang di tengah kota. Itu artinya; kota yang mestinya kita taklukkan, bukan malah ditakluki.