Bagi saya, salah satu cara paling ampuh untuk berhemat ialah dengan mengalokasikan sesedikit mungkin uang siaga di dompet, yakni uang yang siap dipakai secara tunai dan yang saya bawa ke mana-mana. Paling banyak, uang yang saya taruh di dompet sebesar 5 persen dari total uang saya. Jadi, umpamanya, hari ini jumlah uang saya seluruhnya ada sepuluh juta rupiah, maka yang saya bawa-bawa di dompet maksimal adalah lima ratus ribu rupiah. Bahkan, seringnya, jauh lebih sedikit daripada kuota 5 persen tersebut.Â
Dari foto di atas, Anda dapat mengira-ngira sendiri, berapa uang yang saya simpan di dompet saya pada hari di mana saya menulis tulisan ini. Sedangkan uang saya yang selebihnya, seluruhnya saya simpan di bank. Jadi, uang yang saya simpan di bank itu bukan hanya "tabungan" saya melainkan hampir semuanya.
3. Memaksimalkan Pembayaran Non-Tunai Secara Debit
Masih dalam rangka berhemat, saya pun punya maksud lain dengan mengantongi sesedikit mungkin uang tunai. Yaitu untuk mendorong diri saya sendiri supaya makin intens melakukan transaksi secara non-tunai. Ketika melakukan pembayaran apapun yang jumlah nominal transaksinya melebihi ketersediaan uang tunai di dompet, daripada mengambil uang dulu di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), untuk mengefisienkan waktu dan tenaga, lebih baik saya melakukan pembayaran secara debit. Jadi, transaksi non-tunai yang saya intensifkan itu ialah khusus dengan kartu debit. Memang, ada cara-cara non-tunai lain. Misalnya, dengan uang elektronik, dan itu memang terkadang saya lakukan juga. Atau dengan kartu kredit, yang mana tidak pernah saya lakukan karena memang cara ini tidak sesuai dengan prinsip pribadi saya. Namun, yang jauh lebih saya prioritaskan adalah dengan kartu debit karena alasan berikut ini.
Pertama, saat saya membayar dengan kartu debit, maka yang diambil adalah saldo tabungan/simpanan saya di bank. Dan sisa saldo itu jauh lebih gampang saya pantau. Bisa lewat SMS banking atau internet banking. Keduanya bisa saya lakukan di mana saja, kapanpun, dan hanya dalam tempo kurang dari lima menit. Jadi, ada lebih dari satu alternatif metode pemantauan saldo yang lebih praktis ketimbang harus ke mesin ATM, apalagi sampai harus ke kantor cabang bank untuk mencetak buku tabungan. Hal mana tidak mungkin saya lakukan dengan uang elektronik berbasis chip, di mana pengecekan sisa saldo cuma bisa di mesin ATM saja atau di alat pembaca kartu di toko.
Alasan kedua, dengan melakukan transaksi secara debit, manfaat penghematan menjadi jauh lebih nyata lagi bagi saya. Maksud saya begini. Anda juga pasti mengalami yang saya alami setiap kali berbelanja dan melakukan pembayaran, terutama di pasar-pasar swalayan dan di rumah-rumah makan. Total harga yang harus kita bayar sudah pasti tidak akan bulat, sebagaimana yang nampak dalam kedua foto struk bukti transaksi debit yang saya sertakan berikut ini.
Itu juga berarti, uang tunai di dompet saya berkurang sejumlah itu. Agar persediaan uang tunai saya jumlahnya tetap aman, saya harus menarik uang tunai lagi. Dan karena cukup aneh untuk menarik uang sejumlah demikian lewat meja petugas teller di kantor cabang bank, maka yang paling logis ialah saya mengambilnya dari mesin ATM.Â
Dan berhubung mesin ATM hanya menampung dan mengeluarkan uang tunai dengan pecahan paling kecil Rp50.000,00, maka jelas saja uang yang saya tarik itu jumlahnya Rp100.000,00, karena kalau saya hanya menarik sebesar Rp50.000,00, jumlah cadangan uang tunai di dompet saya masih belum memadai. Artinya, simpanan saya di rekening bank berkurang Rp100.000,00. Dan sekalipun uang tunai di dompet saya jumlahnya kembali utuh, bahkan sedikit bertambah, uang tersebut masuk "area berbahaya" lantaran sukar dipantau dan dikontrol.
Akan lebih parah lagi andaikata sebelum melakukan masing-masing pembayaran, saya harus mengambil uang dari ATM dulu karena kuatir persediaan uang tunai di dompet saya tidak mencukupi apabila ada kebutuhan darurat yang mendadak. Maka, untuk transaksi pertama, saya pasti harus menarik sebesar Rp100.000,00 dan untuk transaksi yang kedua sebesar Rp50.000,00. Dengan begitu, simpanan saya pun jadinya berkurang lebih besar lagi: Rp150.000,00!
Tetapi, dengan membayar secara debit, seperti yang memang saya lakukan, simpanan saya pun hanya berkurang sejumlah harga yang memang seharusnya dibayarkan, yaitu Rp78.160,00. Kesimpulannya, karena membayar secara debit, uang senilai (Rp100.000,00 -- Rp78.160,00 = ) Rp21.840,00, atau bahkan (Rp150.000,00 -- Rp78.160,00 = ) Rp71.840,00, pun dapat saya cegah agar tidak bocor dari rekening saya!