Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Hubungan antara Telaga Madirda dengan Situs Planggatan

24 September 2018   13:52 Diperbarui: 24 September 2018   16:44 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah tanah lapang bergawang bambu berdampingan dengan telaga. Membentuk paduan akal individu, berpatok-patok kebun pertanian tampakkan keberadaan. Hasil tanamannya beragam, cabe, daun bawang, kubis dan lain sebagainya. Daya ciummu akan disuguhi bau khas kotoran hewan berkaki empat. Itulah pupuk alami hasil fermentasi lambung sapi.

Telaga Madirda setiap tahun rutin dipakai sebagai tempat upacara Melasti. Upacara umat Hindu untuk pembersihan diri jelang hari raya Nyepi.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Telaga ini dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Berjo. Kondisinya sekarang dibiarkan ala kadarnya. Fasilitas outbond sudah terbengkalai. Karatan hal paling nyata, disamping ketidaksempurnaan alat pendukung. Begitulah kita? Apa tidak sebaiknya diperbaiki lagi?

Menurut pendapat saya, andai didesain ulang dengan penambahan beberapa item yang disesuaikan alam sekitar, saya rasa tempat ini akan booming kembali. Faktor alaminya sudah cukup menjual. Dengan catatan, tidak menafikan kalau ada umat Hindu yang selalu melakukan upacara keagamaan ditiap tahunnya.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Tidak jauh darinya, sebuah situs cagar budaya bernama Planggatan masih bisa kita jumpai. Diawal menelusuri jalan pedesaan, selarik petunjuk membisikkan nada agar setelah cukup di telaga Madirda, jangan lupa mengunjungi situs bersejarah tersebut. Keberadaan saya disana disambut aura kental kekunoan jaman kerajaan. 

Batu-batu tergeletak, diantaranya nampak tersusun. Melihat ujudnya, perkiraan saya situs ini sebuah candi. Beranjak dari satu sudut ke sudut lain tampak jelas kalau bentuk bershaf berjenjang keatas.


Karena letaknya diatas bukit kecil pandangan kita akan disuguhi lanskap sekitaran. Bila padusunan ini belum terbentuk, saya bayangkan para wiku atau brahmana pasti akan bersemedi mengarah ke penjuru mata angin, terhiasi hamparan tebal tipisnya rerimbun hutan.

Saya menemui relief dengan ukiran bentuk rumah jaman dulu, orang naik kuda, beberapa orang bersenjata berbaris (mirip prajurit), huruf kuno, manusia berkepala gajah. Tapak tangan saya tempelkan sejenak dipahatannya. Mencoba merasakan sentuhan jemari si pemahat yang mungkin masih tertinggal.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Dibawah kesejukan dan rindangnya pohon, saya berkelana diujung masa. Para brahmana melakukan lelaku sabda sang Hyang Tunggal. Suasana tempat itu begitu damai. Tak ada kegaduhan bahkan percik kemarahan. 

Jauh dari hingar bingar perpolitikan, perang antar kerajaan,Degup jantung mereka terdengar di keheningan tersamar dingin, kubah langit membiru dengan goresan awan gemawan, deru angin gunung, tingkah satwa hutan menjadi harmoni keseimbangan alam.

Melihat kondisinya, saya mengapungkan kata 'Apakah' untuk mengajukan pertanyaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun