Mohon tunggu...
Rusdi
Rusdi Mohon Tunggu... Rakyat -

se-enak-enak manusia adalah yang tidak ingin menjadi 'apa-apa'.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Historiografi Indonesia Tradisional

22 Maret 2012   08:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:37 6520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PENDAHULUAN

Setiap generasi menulis sejarahnya sendiri[1], hal itulah yang membuat generasi tersebut dikenal oleh generasi berikutnya. Penulisan adalah puncak segala-galanya. Sebab apa yang dituliskan, itulah sejarah—yaitu sejarah sebagaimana-ia-kisahkan yang mencoba menangkap dan memahami sejarah-sebagaimana-terjadinya,[2] hasil penulisan itulah yang kemudian disebut historiografi. Pada mulanya historiografi lebih merupakan ekspresi cultural dari pada usaha merekam hari lampau. Sehingga makna dan fungsi sejarah lebih berarti daripada peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dengan hari lampau itu. Bukan kebenaran historis yang menjadi tujuan utama, tetapi pedoman dan peneguhan nilai yang perlu didapatkan[3]. Jenis historiografi ini oleh Tufiq Abdullah digolongkan pada jenis Historiografi Tradisional.

Perkembangan historiografi di Indonesia secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern.. Makalah ini membahas tentang historiografi Indonesia tradisional, yang meliputi : perkembangan penulisan sejarah tradisional, jenis-jenis tulisan sejarah tradisional berikut penjelasannya.

A.Perkembangan Penulisan Sejarah IndonesiaTradisional

Corak penulisan sejarah Tradisional merupakan salah satu dari tiga penulisan sejarah Indonesia yang sangat menonjol. Secara periodic penulisan sejarah Tradisional berlangsung sejak masa kerajaan-kerajaan Hindhu-Budha atau sejak bangsa Indonesia mengenal tulisan sampai dengan masuknya kolonialisme barat (4-16 M).

Sebagian besar historiografi tradisional memuat tindakan-tindakan tidak dari manusia, tetapi dari dewa-dewa,[4]didominasi oleh aspek magis religious, berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja[5], ditulis oleh para pujangga kraton, yang karya-karya mereka bertujuan untuk melegitimasi kedudukan raja[6], dan oknum pengkisahnya tidak selalu diketahui secara pasti, kisah sejarah dalam masyarakat pada masa itu adalah milik kolektif[7]. Hal ini membuktikanbahwa “historiografi adalah ekspresi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat atau kelompok sosial yang menghasilkannya[8].

Sebagai ekspresi cultural, histotriografi tradisional memantulkan pandangan dari masayarakat yang menghasilkannya, dengan kata lain historiografi tradisional yang merupakan pancaran dari kesadaran tentang segala hal yang wajar, dapat berfungsi sebagai kerangka dalam memberi interpretasi terhadap situasi.

B.Jenis Penulisan Sejarah Indonesia Tradisional

Jika mengacu pada periode penulisan sejarah diatas, maka ada banyak jenis Karya-karya yang termasuk dalam historiografi tradisional, seperti Prasasti (pada masa Hindu-Budha) babad, dan hikayat (setelah Masuk Islam). Prasasti dimasukkan kedalam bagian dari tulisan sejarah tradisional karena prasastilah yang menjadi sumber utama untuk mengetahui tentang kerajaan Hindu Budha masa awal. sedangkan Hikayat dan babad pada dasarnya sama, tapi memiliki perbedaan dalam penyebutannya. Hikayat lebih dikenal di Melayu, sedangkan babad dikenal di Mataram.

Hikayat merupakan kesusastraan Melayu yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Hikayat sebagaian besar berbahasa Melayu yang berbentuk prosa, walaupun diantara karya-karya itu ada yang berbentuk sajak. Hikayat memiliki dua bentuk penulisan yaitu, syair dan pantun. Kedua menggunakan empat baris kata, tetapi polanya berbeda (a-b-a-b dalam pantun, a-a-a-a dalam sajak). Perbedaan pokok di antara keduanya yaitu bahwa pantun menggunakan istilah eksplisit pada bait pertama dan kedua, untuk maksud dari penulisnya disampaikan pada bait ketiga dan keempat. Berbeda dengan sajak yang keseluruhan bait merupakan maksud dari penulisnya. Syair disajikan dalam bentuk yang panjang, dan memiliki banyak persoalan[9]. Sedangkan Babad merupakan kronik-kronik yang panjang dan terperinci yang ditulis dalam sajak yang sangat panjang dan terperinci yang diketemukan dalam bahasa Jawa baru dan tidak diketemukan dalam bahasa Jawa Kuno[10]. Babad banyak menceritakan tentang sejarah kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan, atau kejadian-kejadian tertentu.

Walaupun babad merupakan karya sastra, tapi babad memiliki kedudukan yang penting dalam penulisan sejarah, karena memuat tentang peristiwa-peristiwa. Meskipun demikian, unsur-unsur yang tidak terkandung dalam fakta sejarah haruslah diteliti terlebih dahulu. Karena dalam babad memiliki sifat penulisan , yaitu dibuat oleh karya-karya pada zaman kerajaan, istana sentris, masih terdapat mitos, dan adanya yang fiktif dan faktual.

Selain itu, ada juga yang disebut serat, yaitu jenis kesusateraan jawa yang merupakan saduran-saduran dari bahasa Jawa Kuno yang dialih bahasakan kedalam bahasa Jawa Modern. Contohnya, Serat Rama, Serat Bratayudha, dan Serat Arjuna Sastrabahu. Kemudian lontara, legenda, tambo, syair, suluk, memak, dan lain-lain.

PENUTUP

Apa yang telah diuraikan diatas merupakan rangkuman dari beberapa sumber yang kami dapatkan terkait penulisan sejarah Indonesia tradisional. Oleh karenanya tidak perlu disimpulkan, karena hal tersebut merupakan kesimpulan yang kami dapatkan dari sumber-sumber yang di dapat. Hal terpenting yang tampak menarik mengenai penulisan sejarah Indonesia tradisional ini ialah berbaurnya antara karya sastra yang sering dikaitkan dengan fiksi disatu sisi, dan karya sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari fakta masa lalu di sisi yang lain. Meski demikian, karena sebagaimana dikatatakan Taufik Abdullah "historiografi adalah ekspresi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat atau kelompok sosial yang menghasilkannya". Maka, untuk mengetahui sejarah Indonesia, tulisan-tulisan sejarah masa tradisional ini tidak bisa diabaikan atau ditinggalkan

Referensi :

Abdullah, Taufiq Sujomihardjo, Abdurrahman, ,

Ilmu Sejarah dan Historiografi:Arah dan Perspektif. Jakarta: PT

Gramidia. 1982

Indriyanto, Peranan dan Posisi Ilmu Sejarah Dalam Menjawab Tantangan

Zaman. Makalah, disampaikan dalam Diskusi Masyarakat Indonesia

Sadar Sejarah di Semarang 2001

Kartodirdjo,Sartono. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi

Indonesia: suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia. 1982

M.C, Ricklef, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta:Serambi. 2005

[1]Sartono, Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia., hlm. 10

[2]Taufiq Abdullah & Abdurrahman, Sujomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi:Arah dan Perspektif., hlm.xv

[3]Ibid.,hlm. xxi

[4]Sartono, Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia., hlm. 16

[5]www.sentra-edukasi.com , di unduh pada tanggal 22 November 2011

[6]Indriyanto, Peranan dan Posisi Ilmu Sejarah Dalam Menjawab Tantangan Zaman.,hlm.,3

[7]pussisunimed.wordpress.com., di unduh pada tanggal 22 November 2011

[8]Taufiq Abdullah & Abdurrahman, Sujomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi:Arah dan Perspektif., hlm.xxi

[9]Ricklef, M.C, 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm., hlm.120

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun