Mohon tunggu...
Rina Darma
Rina Darma Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Dulag", Tradisi Membangunkan Sahur ala Bandung

5 Juni 2018   14:47 Diperbarui: 5 Juni 2018   14:56 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sahur... sahur...

Enggal - enggal sahur,

Bilih kaberangan...

Ajakan untuk bangun sahur dinyanyikan. Ada yang memegang toa kecil. Ada yang menabuh gendang. Kadang juga galon kosong yang dibalik. Namanya juga anak kecil. Ada pasukan penggembira yang turut di belakang. Kelompok pembangun sahur di Kopo Kota Bandung tempat aku tinggal tersebut terdiri dari puluhan anak hingga remaja. 

Di Pasirluyu daerah Buah Batu masih Kota Bandung, rumah Abah (mertua) dulag lebih cetar. Mereka menggunakan microphone. Lengkap dengan roda yang mengangkut speaker. Ada juga yang memikul gong. Tak ketinggalan alat musik lainnya. Yang terdengar adalah alunan nyanyian musik Sunda bukan teriakan sahur.

Jika rombongan dulag ini datang, warga yang tinggal di sekitarnya berlarian menuju sumber suara, termasuk aku yang waktu itu masih serumah dengan Abah. Dengan menggendong sulung untuk menonton. Sebelum akhirnya memasak dan bersantap sahur.

Siapa sih yang tidak akan kebangun jika gong dipukul. Sampai jarak berpuluh meter pun warga akan mendengar. Sesekali mereka akan berhenti di kerumunan warga untuk menari. Kadang ada yang berdandan ala pocong. Ada juga yang membawa kardus untuk meminta sumbangan. Sudah layaknya seniman jalanan.

Lihat dulu video dulag versi Pasirluyu, yuk!

Kalau di Kopo pasukan pembangun sahur hanyalah anak-anak kecil, di Buah Batu ini didominasi pemuda dewasa dan ada orang tuanya. Namun, seolah memiliki daya magis bagi anak-anak untuk membuntuti termasuk anakku yang waktu itu berumur kurang dari dua tahun. Selalu minta mengikuti di belakang rombongan.

Uniknya, dulag-dulag tersebut konsisten sepanjang bulan puasa. Meskipun menjelang akhir Ramadhan akan berkurang personilnya tapi tak mengurangi semangat dulag itu sendiri. 

Dulag di Bandung ini memberi warna lain pada Ramadhanku. Sebab, di desaku di Klaten. Tidak ada hal semacam ini. Seingatku untuk membangunkan sahur hanya oleh takmir masjid lewat pengeras suara yang memberi tahu jam dan kapan imsak.

Bagiku, adanya pasukan pembangun sahur sangat bermanfaat karena bisa membangunkan dari tidur. Walau bisa memakai alarm tapi entah kenapa kerap tidak mempan. Sedangkan dulag bisa menjadi pertanda tanpa melihat waktu sekalipun kita bisa mengira-ira. Apakah sudah kesiangan atau belum? Sebab, pasukan pembangun sahur biasanya datang di waktu yang sama. Misalnya jam setengah tiga.

Namun, meskipun tidak semeriah di Buah Batu aku lebih suka di Kopo. Sebab, lebih enak didengar dan tidak terkesan mengganggu warga lain yang mungkin tidak berpuasa. Dulag yang memakai gong mungkin lebih ke hiburan. Dan, akan mengagetkan siapa saja yang pulas di sepertiga malam. Ibaratnya bisa menggetarkan tembok rumah.

Dulag di Bandung ini sendiri memang bukan hal yang asing karena sudah ada sejak dulu. Dulag berarti bedug. Sebab, awalnya para pembangun sahur menabuh bedug yang cukup besar dibawa dengan roda. Lalu, berteriak sahur... sahur tanpa bantuan mic. Seiring berjalannya waktu jadi seperti sekarang. Begitu kata suami yang asli Bandung.

Kalau ingin menyaksikan dulag ini bisa menyusuri daerah Pasirluyu Buah Batu sekitar setengah tiga malam. Namun, menjelang akhir bulan puasa atau Lebaran dulag juga bisa dijumpai sore hari.

Nah, ngomongin tradisi membangunkan sahur ini dikutip dari metrotvnews.com ternyata sudah ada sejak abad pertengahan di Arab Saudi. Berdasarkan catatan petualang Ibnu Batutah (1829), saat waktu sahur tiba, muazin akan mengumumkan datangnya waktu sahur dari atas shauma'ah yang berada di sudut timur Masjidil Haram.

Cara hampir serupa juga dilakukan di Kuwait dan Mesir. Kemudian mulai semarak pada Dinasti Abbasiyah. Pada masa Dinasti Mamluk tahun 865 Hijriyah mulai digunakan dentum meriam.

Bagaimana dengan pasukan pembangun sahur di daerahmu Kompasianer?

Baca juga ya artikel aku sebelumnya: Stigma Negatif "Sahur on The Road"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun