Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kita Tak akan Pernah Jadi Ahli Jika Takut Jadi Pemula

17 Februari 2020   00:27 Diperbarui: 17 Februari 2020   00:29 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah lama merenungkan kembali awal perjalanan karir saya di dunia penulisan tersebut, saya sadar betapa bodohnya saya ketika itu. Saya menyadari akar masalah dari pemikiran negatif ini adalah bahwa saya membandingkan diri dengan orang yang memiliki lintasan hidup yang sama sekali berbeda dari saya.

Tentu saja artikel mereka mendapat banyak interaksi, karena mereka sudah ahli. Mereka memiliki keterampilan dan alat yang luar biasa untuk menulis karya yang indah. Mereka mendapatkan itu semua dari waktu mereka menjadi pemula hingga menjadi ahli seperti sekarang ini.

Orang-orang ini, yang telah menulis selama bertahun-tahun, jelas akan lebih berbakat daripada saya. Di saat saya baru menulis 5 artikel, mereka sudah menulis ratusan artikel. Di saat saya baru meniti karir selama 5 bulan, mereka sudah berada di jalan yang sama jauh lebih lama.

Ingat, Yang Sekarang Ahli Selalu Pernah Jadi Pemula

Mereka yang sekarang ahli, dulunya adalah seorang pemula. Mereka dulunya seorang pemula yang menolak untuk menyerah.

Tidak ada seorang pun yang terlahir dengan bakat langsung mengetahui cara menulis yang baik, atau bagaimana memasak berbagai jenis masakan. Keterampilan ini harus dipelajari, dan seringkali memakan waktu yang lama.

Faktanya adalah, jika kita ingin menjadi ahli dalam sesuatu, kita harus menjadi pemula terlebih dahulu. Tidak ada jalan lain.

Jangan pernah malu untuk menjadi pemula, atau berada dalam posisi saat ini. Kita pun bisa menjadi ahli seperti mereka. Caranya adalah dengan membandingkan diri sendiri, posisi kita saat ini dengan proyeksi diri kita di masa depan.

Putu Wahyu bercita-cita menjadi Masterchef. Dia melihat proyeksi masa depannya sebagai seorang chef yang ahli berbagai masakan.

Itu sebabnya, sekalipun dia pemula, dia tidak membandingkan hasil kerjanya dengan orang-orang yang sudah lebih dulu menguasai keterampilan memasak. Dia terus bekerja keras, memperbaiki teknik memasaknya agar bisa bersaing dengan kontestan lain.

Putu Wahyu boleh gagal di babak 10 besar, tapi sekarang dia tahu dan menguasai keterampilan memasak yang jauh lebih baik saat pertama kali dia ikut audisi. Lebih baik tidak tahu apa-apa di awal dan akhirnya menjadi ahli daripada tetap tidak tahu apa-apa karena kita malu untuk memulai di awal.

Kita bisa belajar dari Putu Wahyu. Milikilah keberanian untuk mencoba hal-hal baru, bahkan seandainya kita tidak tahu apa yang kita lakukan pada awalnya. Percayalah, pada akhirnya kita akan kagum dengan seberapa jauh kita sudah melangkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun