Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Suksesnya Pemberantasan Korupsi pada Masa Pemerintahan Jokowi

17 Januari 2019   14:29 Diperbarui: 17 Januari 2019   14:29 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Pertama, Manipulasi dan Suap, terjasinya interaksi antara penyalah gunaan kekuasaan dan hegemoni elit. Kedua, Mafia dan Faksionalisme, golongan elit menyalahgunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi. Ketiga,Kolusi dan Nepotisme, elit mapan menjual akses politik dan menyediakan akses ekonomi untuk keuntungan diri, keluarga dan kroninya. Keempat, Korupsi Terorganisir dan Sistem, korupsi yang terorganisasi dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan.

Ukuran Dalam Pemberantasan Korupsi

Mengukur keberhasilan pemberantasan korupsi disebuah negara akan lebih akurat apabila menggunakan ukuran dari lembaga yang kredibel. Penulis sejak 10 tahun yang lalu mengikuti data dari Transparency International (TI). Lembaga ini adalah organisasi non pemerintah yang diciptakan untuk memerangi korupsi (1995). 

TI setiap tahun mengeluarkan CPI (Corruption Perception Index) yaitu instrumen (nilai) yang berupa persepsi pengusaha multinasional, jurnalis keuangan internasional dan masyarakat domestik, sangat sulit dimanipulasi karena melibatkan banyak pihak yang diluar kemampuan pemerintahan suatu Negara untuk memengaruhi.

Pada awalnya nilai CPI dari 0 -- 10, tapi kini nilai CPI menggunakan skor 0 sampai 100. Skor 0 dipersepsikan sebagai negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi, skor 100 sangat bersih. Dari nilai CPI maka tersusun ranking dari 180 negara didunia yang dinilai. Negara maju dan berkembang umumnya nilai CPI-nya lebih dari 5 (50), Sementara bagi negara terbelakang atau baru berkembang nilainya kurang dari 3 (30).

Penulis mengambil data CPI pada era Presiden SBY antara tahun 2004-2014, dan era Presiden Jokowi (2014-sekarang). Transparency International CPI Indonesia tahun 2005 (CPI, 2,2), tahun 2006 (CPI, 2,4), tahun 2007 (CPI 2,3,), Tahun 2008 (CPI 2,6), sebuah catatan tahun 2008 CPI naik cukup tinggi (3 point), mungkin sebagai efek gebrakan Ketua KPK Antasari Azhar, yang akhirnya terjungkir dan masuk penjara. Tahun 2009 (CPI 2,8), Tahun 2010 (CPI, 28), Tahun 2011 (CPI, 30), tahun 2012 (CPI, 32), Tahun 2013 (CPI 32), Tahun 2014 (CPI 34).Tahun 2015 (CPI 36), Tahun 2016 (CPI 37), Tahun 2017 (CPI 37), Tahun 2018 data belum di rilis.

Pada tahun 2017, diantara Negara-negara ASEAN, posisi Indonesia dari skor CPI mulai membaik. Tertinggi (terbersih) Singapura peringkat 5 dunia (87), Brunei peringkat 32 (62), Malaysia peringkat 62 dunia (skor 47), Indonesia di peringkat 96 (37), lebih unggul dari Thailand peringkat 96 dunia (skor 37), Vietnam diperingkat 107 (35), Filipina peringkat 111 (skor 34), dan Myanmar di peringkat 130 (30). 

Dari perkembangannya terlihat pembersihan korupsi di Indonesia agak lambat, walaupun terlihat nilai CPI terus naik. Indonesia mencetak 37 poin dari 100 pada Indeks Persepsi Korupsi 2017 yang dilaporkan oleh Transparency International. Indeks Korupsi di Indonesia rata-rata 25,79 Poin dari 1995 hingga 2017, mencapai titik tertinggi sepanjang masa 37 Poin pada 2016 dan rekor terendah 17 Poin pada 1999.

Penilaian Tranparency International

Matthew Jenkins (Transparency International Secretariat) pada tanggal 22 Oktober 2018 menyatakan, bahwa di Indonesia, korupsi menyentuh Lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kita tahu bahwa ketiga lembaga ini merupakan bagian dari sistem tata negara yang punya pengaruh dan peranan penting dalam tubuh pemerintahan (Trias Politica).

Jenkins menegaskan hal ini jelas merupakan salah satu kendala utama pada kapasitas kepemimpinan nasional untuk dapat memerintah secara efektif. Korupsi politik dinilainya sangat menyebar dan parlemen secara luas dianggap sebagai institusi yang paling korup. Demikian pula, korupsi pada birokrasi merajalela dan sebagian besar penduduk melaporkan membayar suap untuk layanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun