Mohon tunggu...
Achmad Pramudito
Achmad Pramudito Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Pemerhati seni budaya, dunia pendidikan, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lelahnya Melototi 5 Lembar Kertas Suara Berwarna-warni

19 April 2019   19:49 Diperbarui: 19 April 2019   21:20 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sepang-buleleng.desa.id

Di tengah hingar bingar masyarakat yang terus mencermati perkembangan Quick Count pasca pelaksanaan Pemilu 2019, mencuat kabar duka sejumlah petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) meninggal dunia. Penyebabnya, nyaris sama: karena kecapekan setelah menjalankan tugasnya sebagai ujung tombak KPPS.

Begitu berat kah pekerjaan yang dilakukan petugas KPPS?

Saya mau sedikit surut ke belakang, ketika provinsi ini punya gawe Pilkada Gubernur. Waktu itu saya juga sempat menjadi petugas KPPS. Ketika itu pekerjaan bisa cepat diselesaikan karena hanya menghitung suara yang masuk untuk memilih calon gubernur Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak atau lawannya, Saifullah Yusuf-Puti Guntur.

Setelah bikin laporan, semua berkas bisa diserahkan ke petugas Pilkada di kantor desa sekitar pukul 20.00an.

Ketika negeri ini menggelar gawe lima tahunan, Pilpres yang kali ini dilakukan serentak bersama pemilihan anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta DPD, saya kembali ditawari untuk bergabung menjadi petugas KPPS.

Dari awal saya sudah menyadari pekerjaan ini tidak mudah. Sebab ada lima lembar kertas suara yang harus dicermati oleh petugas KPPS. Tetapi, saya benar-benar tidak menyangka karena tingkat kelelahan yang terjadi di luar prediksi.

Energi petugas KPPS ini sudah dikuras sejak H-1 pelaksanaan pencoblosan, ketika harus mempersiapkan TPS beserta perlengkapan untuk pelaksanaan Pemilu. Menata kursi, mengatur meja sesuai petunjuk dalam buku panduan Pemilu 2019. Juga memasang tanda-tanda agar memudahkan warga yang mau masuk area TPS.

Ketika semua beres menjelang tengah malam, esoknya selepas Subuh sudah harus siap-siap berangkat untuk menyambut kedatangan petugas yang mengantar logistik Pemilu. Serah terima usai, lanjut menghitung kertas suara, mempersiapkan daftar hadir, dan memeriksa ulang semuanya agar tidak ada yang terlewatkan. 

Kegiatan yang terjadi selama pemungutan suara sama persis seperti saat Pilkada Gubernur Jatim. Bedanya, kali ini warga menerima lima kartu suara. 

Bagi masyarakat, ini Pemilu 5 in 1 ini bisa jadi paling membingungkan. Sebab, di bilik pencoblosan mereka harus membuka satu persatu kertas suara yang rata-rata ukurannya seperti lembaran Koran.

Bagi yang dari rumah sudah mempersiapkan diri soal sosok atau partai apa yang akan dipilih tak masalah. Begitu kertas dibeber, langsung coblos pada bagian yang diincarnya.

Sedang bagi yang masih belum punya gambaran, biasanya ketika sampai di TPS, akan mencermati nama-nama calon legislatif atau partai yang terpajang di dinding TPS. Toh itu pun belum banyak membantu.

Terbukti, begitu keluar dari bilik suara, mereka masih mengeluh, "Bingung sopo sing arep dicoblos (bingung siapa yang mau dicoblos)."

Tak hanya soal sosok caleg yang rerata ada 5-8 nama di setiap partai. Untuk memilih partai pun mereka masih gamang. "Partainya sekarang banyak banget, lebih dari 10 malah bikin bingung mau pilih yang mana."

Kebingungan masyarakat saat hendak memilih partai atau sosok caleg dan DPD ini terbukti saat petugas KPPS  mulai melakukan perhitungan suara yang masuk. Banyak suara tidak sah!

Bukan karena kertas suaranya rusak, melainkan banyak yang dibiarkan kosong! Yang lainnya, malah terlihat coblosan di banyak titik.

"Ini pemilihnya begitu cintanya pada partai-partai itu jadi coblosin semuanya!" begitu kelakar petugas KPPS.

Canda memang jadi penyegar suasana untuk meredam kelelahan para petugas KPPS. Canda ini pula yang menghilangkan sekat antara petugas KPPS yang punya pilihan berbeda. Baik pilihan partai, caleg, khususnya: pilihan calon presiden.

Khusus di TPS 8 di Perumahan Puri Indah Sidoarjo tempat saya menjadi bagian dari petugas KPPS, canda ini menjadi pendorong semangat sehingga tugas yang jadi tanggung jawab bersama ini bisa diselesaikan dengan baik. Efeknya, meski capresnya kalah tidak jadi alasan bagi petugas KPPS untuk mengendorkan semangat. 

Canda itu pula yang membuat kami tetap lengkap saat perhitungan suara, sampai menyelesaikan pekerjaan bikin laporan berlembar-lembar untuk diserahkan ke petugas Pemilu di Kantor Desa. Dan semuanya itu baru tuntas setelah lewat tengah malam!

Saya bersyukur mendapat 'tim' yang kompak hingga akhir pekerjaan sebagai petugas KPPS. Padahal saya tahu setelah pekerjaan ini esoknya tetap menjalankan kegiatan rutin seperti biasa karena sudah masuk waktu bekerja.

Jadi, apakah Pemilu serentak ini masih akan dilanjutkan pada lima tahun mendatang? Kalau pun UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu ini tak bisa diubah lagi, maka yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana cara menyederhanakan jumlah partai yang sampai di angka 20 itu.

Pertanyaannya bisa jadi, mungkin nggak ya jumlah partainya cuma 3 seperti di era Orde Baru? Ah, jadi ingat jargon yang sering jadi bahan canda bersama teman-teman: "Enak jamanku to?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun