Mohon tunggu...
Novia Kartika
Novia Kartika Mohon Tunggu... Freelancer - Stay Healty and Positive

Halo, saya Novia seorang mental health enthusiast, saya hobi menulis seputaran gaya hidup, kesehatan mental, kritikan sosial dan pendidikan. Visi saya adalah mengedukasi dan memberi pengetahuan pada oranglain mengenai hal-hal yang mungkin tidak bisa didapatkannya secara bebas. Saya adalah orang yang teoritis (sebagian besar orang berkata seperti itu haha) jadi jikalau mungkin artikel saya terkesan bertele-tele mohon maaf sekali, namun saya sangat terbuka dengan kritikan dan sarannya. Salam kenal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sindrom "Burn-out", Si Penghambat Optimalisasi Performa Kerja Seseorang

25 Februari 2018   14:26 Diperbarui: 25 Februari 2018   21:27 2507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 123rf.com

Tekanan yang dibuat oleh sistem sosial manusia modern berdampak besar untuk manusia dan kesehatan mentalnya. Tak hanya beban kerja seorang pekerja kantoran atau CEO perusahaan, seorang pelajar pun saat ini juga memiliki tuntutan dan beban sosial yang tidak kalah berat yang mau tak mau harus dijalaninya.

Stres Bekerja Muncul karena Gap antara Tuntutan Hidup, Harapan dan Beban Kerja yang Tak Sesuai Porsi

Sistem sosial yang tercipta di dunia seolah menuntun seseorang secara tak sadar untuk selalu memenuhi standar hidup yang ada dan mampu membuat orang tersebut bekerja mati-matian untuk mencapainya, lalu apa sebenarnya akibatnya dari hal ini?

Akibatnya standar harapan kebahagiaan mayoritas orang diukur menggunakan tolok ukur hedonisme semata, kebahagiaan hedonisme ini meliputi perasaan positif, kepuasan (satisfaction), kesenangan (pleasure), penghargaan (reward) serta tidak adanya perasaan negatif (Kahneman, Diener & Schwartz; Veenhoven dalam Ryan & Deci, 2001). Konsep kebahagiaan hedonisme sendiri dirasa sangat dangkal karena mengarahkan manusia yang mengejarnya sebagai kelompok yang "mengejar kebahagiaan duniawi" semata. 

Memang, sangatlah berseberangan jika dibandingkan dengan konsep kebahagiaan Eudaimonia (Eudaimonic) yang lebih menekankan kebahagiaan pada potensi-potensi positif yang dimiliki manusia (penerimaan diri, perkembangan potensi, dll) serta kebajikan yang seharusnya dimiliki oleh seseorang. Namun diterima atau tidak, pengaruh hedonisme telah mengambil bagian yang besar dalam menyusun harapan individu pada konteks sistem sosial kita selama ini.

Dalam bentuk yang lebih konkret dapat dijelaskan, terjadinya diskrepansi (perbedaan) antara kenyataan dengan harapan yang dibuat untuk mengejar kebahagiaan seseorang, menyebabkan munculnya stres pada level individu. 

Meskipun sebenarnya stres sendiri adalah respon tubuh yang wajar dan merupakan bagian dari dinamika kehidupan manusia untuk mencapai keadaan hidup yang homeostatis. Secara wajar pula seharusnya stres itu mampu dikelola oleh seseorang agar tidak sampai membuat individu tak berdaya. 

Namun jika sudah sangat berlebihan maka tak jarang stres bisa menyebabkan munculnya gangguan-gangguan kesehatan fisik maupun kesehatan mental tertentu, dan depresi mengambil prosentase angka yang cukup besar sebagai penyebab maraknya fenomena bunuh diri di kalangan pekerja. Kemudian dalam konteks bekerja (baik sebagai pekerja maupun pelajar) stres yang tak tertanggulangi bisa menghambat optimalisasi dan kreativitas kerja seseorang.

Mengenal Sindrom Burn-out, Salah Satu Bentuk Manifestasi Stres Bekerja

Salah satu sindrom yang paling umum dialami seseorang karena stres bekerja adalah Sindrom Burn-out. Dikutip dari laman Statista.com yang melakukan survey longitudinal terkait burn-out syndrome, menyatakan bahwa pada tahun 2014 di Amerika Serikat bagian Utara sebanyak 64% pekerja melaporkan dirinya mengalami sindrom ini. Kemudian laporan pada tahun 2017 sebanyak 39% orang dewasa di Amerika mengungkapkan beban kerja sebagai sumber stres utama mereka.

Burn-out adalah keadaan lelah fisik, mental dan psikologis yang terus-menerus muncul akibat stres yang berkepanjangan, burn-out sangat erat kaitannya dengan aktivitas bekerja. Seperti sebuah penyakit, sindrom ini prosesnya sangat pelan-pelan dan melewati tahapan-tahapan yang sebenarnya dapat dikenali, namun sayang sekali tidak banyak orang yang terinformasi akan sindrom ini sendiri. 

Yang mana mungkin untuk orang awam hanya dianggap kelelahan biasa saja. Padahal jika sampai terlambat diatasi dampaknya akan meluas kemana-mana. Dr Robert Veninga dan Dr James Spradly (dalam Patel, 1989) mendeskripsikan Burn Out ini kedalam 5 tahapan.

Pertama : Tahap Kepuasan dan Kesenangan Bekerja (Stage of job contentment)

Tahapan ketika seseorang merasa bahagia dengan pekerjaan yang sedang dia lakukan. Secara tidak sadar dia akan memberikan energinya lebih dan lebih pada apa yang dikerjakannnya, jika energi lebih yang dikeluarkannya ini tidak mampu terisi ulang secara cukup, hal ini bisa mengarah secara berangsur-angsur ke tahap dua.

Kedua : Tahap Kekurangan Bahan Bakar (Stage of Fuel Shortage)

Seseorang di tahap ini mulai merasa lelah, mulai muncul hal-hal seperti kekurangan energi terus-menerus bahkan tidur pun menjadi terganggu. Seseorang mulai mengeluhkan dirinya tidak mampu melakukan banyak hal lagi seperti yang biasa dilakukannya. Kreativitasnya pun berada pada level rendah, resikonya akan ada kecenderungan seseorang untuk menghindar ketika membuat keputusan hingga meningkatkan kecenderungan bertindak sinis (sarkasme) pada orang lain.

Ketiga : Tahap Gejala Kronis (Stage of Chronic Symptoms)

Seseorang mulai merasa kelelahan dan mungkin merasakan sakit secara fisik. Mulai muncul gejala kelelahan seperti badan terasa sakit semua, mual, pusing yang sangat menekan atau sakit punggung. Muncul juga kecenderungan untuk bangun di pagi hari dengan perasaan yang sangat lelah. Seseorang yang biasanya tenang dan supel bisa berubah menjadi seseorang yang sangat mudah marah atau selalu berada di ambang batas kemarahannya.

Keempat : Tahap Gejala Krisis menuju Kritis (Stage of Crisis become Critical)

Periode ketika pikiran mengenai non-pekerjaan nya mulai sangat jarang terjadi. Karena di tahap ini pikiran seseorang secara konstan akan dipenuhi oleh dan hanya seputaran permasalahan kerja saja, meskipun saat itu mungkin dia sedang menonton televisi atau makan bersama keluarga. Di satu waktu ada saat-saat dimana muncul keinginan besar untuk melarikan diri dari semuanya, baik pekerjaan, keluarga dan semua kehidupan yang dijalaninya saat itu.

Kelima : Tahap Gangguan Akhir (Stage of Final Breakdown)

Akhirnya seseorang merasa benar-benar tidak dapat melanjutkan apapun. Beberapa dari mereka terjebak dalam dunia narkoba dan alkohol. Dan yang lainnya menderita secara mental atau fisik dalam bentuk depresi bahkan serangan jantung. Akan terdapat gangguan fungsi yang serius dan makin memburuk pada satu atau lebih organ tubuh seseorang.

Perhatikan dan jaga diri anda sendiri, perasaan, gejala-gejala yang muncul, serta pekerjaan anda. Dikatakan oleh Patel (1989) ketika seseorang sudah merasa dirinya mengalami tanda-tanda awal di tahap kedua, mulai lakukan sesuatu sebelum mencapai gejala kronis (tahap ketiga). 

Dan jika sudah mengalaminya maka tidak perlu membuang waktu lagi untuk mengambil langkah yang cepat dan tepat untuk segera melakukan tindakan kuratif agar tidak semakin parah. Apabila sudah berada pada tahap krisis, maka letakkan semuanya dan ambil langkah cepat untuk mencegah sampainya ke tahap breakdown stage.

Stres dalam bekerja adalah sesuatu hal yang sangat wajar dialami oleh setiap individu bekerja saat ini, mengingat kapasitas dan performa bekerja individu sendiri memang tidak bisa dipaksa untuk selalu konstan dan maksimal setiap saat. 

Sehingga suatu ketika hasil pekerjaan yang anda harapkan misal jauh dari realisasinya itu sah-sah saja terjadi. Selain itu, meskipun stres  itu "wajar terjadi" namun tetap perlu dikelola dengan baik, dengan mampu mengenali tanda-tandanya lebih cepat maka pengelolaan stres yang mampu diusahakan untuk menurunkan stres itu sendiri semakin sederhana. Akhirnya rutinitas pekerjaan tidak terganggu karena kehadiran stres, kreativitas dan produktivitas bekerja pun tetap berada pada level optimal. 

Daftar Pustaka

Patel, Chandra. (1989) The Complete Guide to Stress Management. New York: Plenum Press.

Ryan, R.M. and Deci, E.L. (2001) On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of Psychology, 52, 141-166. doi:10.1146/annurev.psych.52.1.141

Statista.com. (2017). Stress and burnout - Statistics & Facts. Retrieved 02 25, 2018, from Statista-The Statistics Portal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun