Mohon tunggu...
Nova Yulfia
Nova Yulfia Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Seorang Emak Penulis yang menjadikan hobi menulis sebagai profesi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Merepost Berita Viral, Mak

5 September 2019   08:00 Diperbarui: 5 September 2019   09:41 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mengulangi sesuatu secara terus menerus akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar, dan pada akhirnya otak menjadi imun."

Derasnya arus pemberitaan di sosial media dari seluruh penjuru dunia sudah sangat tidak terbendung lagi. Dan sepertinya semua orang berlomba-lomba menjadi bahan pemberitaan yang viral, terkenal, heboh, booming, hits, tidak terlupakan dan pada akhirnya kabar atau kabar tersebut menjadi yang dicari-cari.

Ada banyak berita viral belakangan ini yang paling dicari-cari netizen. Sebut saja berita kisah KKN para mahasiswa di desa Penari yang berbau mistis itu, tentang kenaikan iuran BPJS yang konon sampai 100%, dan terakhir dan yang masih hangat di kalangan masyarakat berita tentang seorang doktor yang menulis disertasi tentang hukum zina yang menuai banyak kecaman karena melanggar norma agama dan pranata sosial.

Umumnya para Emak-emak dan kaum wanita menanggapi pemberitaan viral seperti diatas nulis status di wall masing-masing. Ada yang meluapkannya dengan kalimat sindiran, blak-blakan, kalimat sedih, nasehat, imbauan untuk tidak merepost dan sebagainya.

Dan tidak sedikit juga para netizen dari kalangan emak-emak malah asik 'gelud komentar' tentang berita-berita tersebut. Saling adu argumen sampai saling hina, menyerang personal menjadi totonan bagi sebagian yang tidak terjun di arena gelud tersebut.


Dapat dibayangkan akhirnya apa? Iya, baper (terbawa perasaan) yang mendalam , lalu sakit hati dan berantem dalam arti yang sebenarnya via dunia maya.

Kompasianers, ponsel yang berada dalam genggaman kita itu pada awalnya merupakan sebagai sarana komunikasi antar kita dengan tujuan memudahkan kita semua saling bersilaturahim walau tidak bertemu muka. 

Pengganti badan diri bila keadaan tidak memungkinkan bersua. Seiring majunya teknologi, maka fitur-fitur dalam ponsel tersebut turut ditambah sesuai keinginan dan kebutuhan manusia.

Nah,  keberadaan sosial media beserta berita viralnya pun gunanya untuk memudahkan kita mengetahui apa kejadian di luar sana yang jauh dari jangkauan. Jadi bisa ditarik kesimpulan secara mendasar, bahwa fungsi ponsel tetap untuk berkomunikasi. Titik.

Lantas mengapa banyak  sekali dari kita yang sulit sekali menahan jempolnya untuk 'menyakiti' orang lain dengan menuliskan kalimat-kalimat provokasi dan ujaran kebencian lainnya (hate speech) dengan mengajak serta orang lain untuk 'gelud' komentar? Apakah tindakan semacam ini bisa dimasukkan dalam kategori bijak dalam menyikapi berita-berita viral?

Saya pun merupakan seorang pengguna media sosial yang aktif. Saya mempunyai akun sosial media seperti facebook, instagram dan whatsapp dan termasuk sangat aktif di ketiga akun tersebut. 

Setiap hari berbagai berita viral berseliweran di timeline saya. Memangnya saya tidak kepingin tahu lebih dalam? Tidak kepingin mengomentari akun-akun yang merepost berita tersebut?

Kepinginlah.. namanya juga emak-emak hehe..

Tapi, menurut saya semakin kita hanyut dalam dunia maya yang tiada berbatas, maka akan sulit untuk mengendalikan diri untuk tidak terjebak didalamnya. Alih-alih niat scrolling, lalu dibumbui sedikit rasa ingin tahu, maka yang ada kita malah menebar api permusuhan terhadap pengguna akun lain.

Sahabat tahu tidak, di era moderen seperti nyatanya masih ada lho public figure yang tidak mau mempunyai akun sosial media. Misalnya artis Holywood, Megan Fox dan Kate Winslet. 

Ada juga selebriti dalam negeri seperti aktor kondang, Reza Rahadian. Rata-rata mereka beralasan tidak mau terjebak dengan pemberitaan viral yang seringkali berujung pertikaian.

Saya mewakili para emak-emak mengajak kita semua untuk bijak dalam menyikapi berita viral di sosial media, walau godaan untuk tidak 'nimbrung'sangat luar biasa berat.

Sesuai dengan teori dalam ilmu sosiologi, bahwa sesuatu sering diulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Disinilah lahir teori tentang adat. Dimana bila sekumpulan masyarakat menyetujui sesuatu, maka hal tersebut akan menjadi adat dan kebiasaan dalam masyarakat itu sendiri.

Mari kita bayangkan, bila Anda dan saya merepost berita-berita dan muncul sebagai berita viral. Sebab, bila tidak di repost dan dibicarakan ulang oleh banyak orang. Baik itu hanya menanggapi, komentar singkat, nulis status tentang berita tersebut, maka berita tersebut tidak akan naik menjadi viral.

Apabila berita yang viral adalah hal-hal positif, konstruktif dan bernilai manfaat bagi masyarakat banyak, maka itu merupakan pertanda masyarakat senang dan bijak menyikapi lingkungan sosial dengan baik.

Namun sayangnya berita viral zaman sekarang,justru  kerapkali mengangkat hal-hal yang melanggar standar kenyamanan masyarakat dan meresahkan. Contohnya, berita tentang seseorang doktor dengan disertasi 'ngaco-nya' soal zina.

Jadi, alangkah baiknya otak kita diisi dengan informasi-informasi positif saja, supaya pikiran bawah sadar tetap terjaga baik. Sebab, dalam teorinya pikiran bawah sadar-lah yang banyak mengendalikan pikiran manusia, dibandingkan dengan pikiran sadar itu sendiri. Berhati-hati memilah-milah informasi dan berita di ketika berselancar di dunia maya amat sangat penting. Itupun jika Anda masih ingin tetap waras.

Jadi, berita-berita viral dengan konten negatif jangan di repost yaa Mak..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun