Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Sumber Kehangatan Keluarga

15 Maret 2018   01:56 Diperbarui: 15 Maret 2018   02:12 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan singkat Saya dan Ibu di sebuah rumah makan khas Minang. Bagi Saya, Ibu merupakan sumber kehangatan keluarga. | Sumber : Dokumentasi Pribadi

Degup kerinduan di hati semakin memuncak, ketika janji untuk bertemu akhirnya sudah dibuat. Maklum, sudah tujuh bulan lamanya Saya tidak berjumpa dengan Ibu karena terpisah oleh jarak dan waktu. Di hari kasih sayang ini, tiba saatnya untuk kembali merasakan kehangatan keluarga yang telah lama tertunda.

Ibu adalah sosok wanita yang tangguh. Di usianya yang kini hampir genap 60 tahun, aktivitas Ibu masih sama seperti dahulu kala, berangkat ke kantor pada pagi hari dan pulang ke rumah pada malam hari. Sejak Bapak tiada tujuh tahun yang lalu, praktis Ibu menjadi tulang punggung bagi keluarga untuk menafkahi kami yang tiga bersaudara. Peran ganda sebagai wanita karier dan kepala keluarga dijalaninya hingga kini dengan tulus dan ikhlas.

Rangkaian proses pendewasaan dalam sebuah alur kehidupan mengharuskan Saya dan Ibu untuk tidak tinggal bersama sejak usia remaja. Dimulai ketika Saya mengenyam pendidikan di bangku SMA hingga melangkah ke perguruan tinggi. 

Demi kualitas pendidikan dan masa depan yang lebih baik, Ibu harus merelakan Saya, anak bungsunya, untuk hidup mandiri di luar kota. Hal ini terus berlanjut hingga saat ini ketika Saya telah menikah dan bekerja.

Rutinitas pekerjaan kantoran membuat Saya tidak memiliki banyak waktu luang untuk bertemu Ibu. Apalagi sejak pertama kali bekerja tujuh tahun yang lalu, Saya selalu ditempatkan di luar kota Jakarta. Alhasil, momen liburan dan lebaran selalu menjadi saat yang ditunggu-tunggu, karena biasanya kami sekeluarga bertemu di rumah. Momen ini kami gunakan untuk berkumpul, bercerita, berkeluh kesah, melepas rindu dan menikmati kehangatan keluarga, sebelum kembali menjalani rutinitas kehidupan.

Saya bersama Istri, Ibu dan keluarga dalam sebuah momen liburan. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Saya bersama Istri, Ibu dan keluarga dalam sebuah momen liburan. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Ada yang spesial tentang pertemuan Saya dan Ibu kali ini. Bukan saja karena ini merupakan pertemuan pertama kami sejak tujuh bulan yang lalu, tetapi juga merupakan yang pertama kali sejak Saya dimutasi ke Jakarta tiga bulan yang lalu. 

Selain itu, pertemuan ini terasa spesial karena dilakukan di hari kerja, bukan di hari libur seperti biasanya. Menciptakan momen sendiri terkadang lebih baik daripada harus menunggunya. Hari ini, kami sepakat untuk makan siang bersama dengan memanfaatkan jam istirahat kantor.

Waktu menunjukkan tepat pukul 12.00 ketika Saya memesan ojek melalui sebuah aplikasi di telepon genggam. Lokasi tujuan kemudian Saya atur ke Jalan Cikini Raya, tempat di mana Ibu bekerja. 

Tidak berselang lama, sang pengemudi ojek pun tiba dan langsung mengantarkan Saya ke tempat tujuan. Selama perjalanan, tidak sabar Saya membayangkan senyum dan kecupan hangat Ibu yang sudah lama tidak Saya lihat dan rasakan.

Ibu sudah menunggu tepat di lobi kantornya ketika Saya tiba sekitar 15 menit kemudian. Dari kejauhan, Saya melihat senyuman Ibu yang masih bersinar kentara meskipun raut wajahnya kini sudah mulai menua. Sambil setengah berlari, dengan cepat Saya menghampirinya. Diliputi kerinduan, Saya segera mencium punggung telapak tangan kanannya seraya menundukkan kepala dan memberi salam.

Rumah makan khas Minang menjadi pilihan kami untuk menyantap makan siang sekaligus melepas kerinduan. Cuaca di siang itu sebenarnya cukup panas dan terik. Lokasi rumah makan yang terletak di pinggir jalan dan terbuka membuat gaduhnya suara lalu lalang kendaraan tidak bisa dihindarkan. 

Namun, hangatnya diskusi yang kami lakukan sejak tadi membuat segala ketidaksempurnaan di siang itu menjadi sirna. Bersama siapa kali ini jauh lebih bermakna daripada di mana.

Makan siang bersama Ibu siang itu. Bersama siapa kali ini lebih penting daripada di mana. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Makan siang bersama Ibu siang itu. Bersama siapa kali ini lebih penting daripada di mana. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Sambil menyantap rendang dan perkedel, seperti biasa Saya mengawali cerita kepada Ibu seputar pekerjaan. Saya menceritakan bagaimana perasaan Saya dan Istri ketika harus menjalani pindah tugas untuk pertama kalinya dalam karier. 

Bagaimana upaya Saya dan Istri yang harus menyesuaikan pola kehidupan di Jakarta yang sangat berbeda dengan di Manado sebelumnya. Saya juga menceritakan niat Saya untuk mewujudkan cita-cita Istri yang ingin melanjutkan studi ke jenjang magister tahun ini.

Dengan sabar, Ibu mendengarkan setiap kata yang Saya ucapkan sambil terkadang memberikan masukan dan saran yang membangun. Ibu juga bercerita mengenai rencana pensiun yang akan dijalaninya pada tahun ini. 

Tekadnya sungguh bulat dan kuat. Berbekal pengalaman kerja di dunia perbankan selama puluhan tahun, Ibu memilih untuk tetap mengabdikan diri selepas purna tugas nanti. Mengajar atau menjadi pengurus di sebuah organisasi keuangan merupakan sebuah pilihan yang menanti keputusannya dalam beberapa bulan ke depan. Apapun pilihannya nanti, Saya berdoa agar Ibu selalu kuat dan sehat dalam melakoninya.

Di sela waktu luangnya, sebenarnya Ibu telah disibukkan dengan bermain bersama cucu-cucunya yang kini sudah berjumlah empat. Satu dari kakak pertama Saya, dan tiga dari kakak kedua Saya. Dengan raut berbinar, Ibu menunjukkan beberapa foto yang sempat diambilnya saat menghabiskan liburan bersama cucu pertamanya di Bali dua bulan yang lalu.

Ibu ketika liburan bersama cucu pertamanya di Bali. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Ibu ketika liburan bersama cucu pertamanya di Bali. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Pertemuan dengan Ibu kali ini juga mengajarkan Saya mengenai pentingnya membagi waktu untuk keluarga. Ibu telah memberi contoh bahwa keluarga harus selalu menjadi prioritas utama dalam kehidupan. Dalam kehidupan berkeluarga, waktu bersama dan kasih sayang orang tua akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kualitas hidup seorang anak.

Ibu juga mengajarkan Saya bahwa keluarga akan menjadi tempat sekolah pertama bagi seorang anak dalam mempelajari perilaku bersosialisasi. Keluarga juga harus menjadi tempat yang nyaman bagi seorang anak dalam menyalurkan sifat sosialnya, yaitu berbagi cerita, baik di saat bahagia maupun merana. Dan yang paling terpenting, keluarga yang baik adalah keluarga yang mampu memberikan rasa aman bagi seluruh anggotanya.

Untuk membentuk sebuah keluarga yang baik, dibutuhkan upaya untuk terus menjaga dan memelihara kehangatan keluarga, seperti pertemuan Saya dengan Ibu kali ini. Saya merasa beruntung memiliki seorang Ibu yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya sepanjang masa, dari sejak Saya berada di dalam kandungan, hingga kini telah dewasa dan memiliki keluarga kecil sendiri. 

Pelajaran yang didapat dari pertemuan dengan Ibu kali ini akan menjadi teladan penting bagi Saya dan Istri dalam membina rumah tangga, memiliki dan membesarkan buah hati nantinya.

Saya bersama Istri dan Ibu. Pertemuan dengan Ibu memberikan Saya pelajaran dalam membina rumah tangga, memiliki dan membesarkan buah hati nantinya. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Saya bersama Istri dan Ibu. Pertemuan dengan Ibu memberikan Saya pelajaran dalam membina rumah tangga, memiliki dan membesarkan buah hati nantinya. | Sumber : Dokumentasi Pribadi
Kehangatan keluarga yang Saya rasakan bersama Ibu di siang itu akhirnya harus kembali tertunda oleh waktu. Sambil melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 13.17, kami sepakat untuk menyudahi pertemuan kali ini untuk kembali bekerja. 

Kualitas terkadang lebih penting dibandingkan dengan kuantitas. Walaupun singkat, pertemuan dengan Ibu di siang itu menjadi sumber energi baru bagi Saya untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan ke depan.

Sebelum beranjak pergi, tidak lupa Ibu memberikan peluk dan cium hangatnya untuk Saya. Sambil tersenyum, di dalam hati Saya berdoa agar Ibu senantiasa sehat dan berada dalam lindungan-Nya. Terima kasih dan sampai berjumpa kembali Ibu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun