Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mereka-reka Pandangan Mereka Soal Pindah Ibu Kota, Bagaimana Nasib Jakarta?

29 Agustus 2019   22:24 Diperbarui: 30 Agustus 2019   11:03 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama itu tak ada, maka sejatinya, perpindahan itu hanyalah sebatas wacana. Kita tak mungkin punya dua ibu kota negara. Cabut dulu undang-undangnya, lalu buatlah yang baru!

Pandangan yang lebih keras dan selalu khas, disampaikan oleh Fahri hamzah. Menurutnya Presiden abai terhadap prinsip dan proses ketatanegaraan yang resmi dan lazim. Harus ada undang-undang, ada kajian, naskah akademik, dan lain-lain.

Lebih lanjut menurutnya, pemindahan ibu kota ini terkesan hanya keinginan segelintir orang, asal bapak senang, dan ada banyak penjilat di balik keputusan itu. (Baca disini)

Kemudian berkembang beberapa fakta yang mengejutkan, soal penolakan dan proses yang sebenarnya berjalan. Menteri LHK, Siri Nurbaya, sebelumnya menyebutkan, bahwa pihaknya menggandeng Walhi untuk melakukan kajian dan studi lingkungan di kawasan Kalimantan Timur yang kemudian dibantah oleh Walhi melalui pernyataan tertulis, bahwa belum pernah ada pembicaraan apapun dengan Walhi terkait kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). (Baca disini) 

Kenyataan mengejutkan juga didapatkan ketika 94,7% pegawas negeri sipil (PNS) dari total 1.225 ribu responden penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Development Monitoring (IDM), menolak untuk pindah ke Kalimantan Timur.

Alasannya beragam, mulai dari mutu kesehatan dan pendidikan, biaya hidup, serta adaptasi yang tidak akan mudah sama sekali. Mereka sudah menyatu di Jakarta, terpautkan hati di sana, dan tak semudah itu main pindah saja. (Baca disini) 

Polemik yang muncul kemudian adalah pembiayaan untuk menyulap menjadi ibu kota itu tidaklah murah. Diperlukan dana sebesar 466 triliun; sebuah jumlah yang fantastis dalam pandangan masyarakat Indonesia dan mungkin "biasa" berdasarkan asumsi pemerintah yang kemudian memberikan klarifikasi, bahwa hanya 19% dana itu berasal dari APBN dan selebihnya bisa didapatkan melalui KPBU dan investasi swasta. (Baca disini).

Selain soal biaya yang tidak murah, masyarakat juga mengkhawatirkan soal adanya kemungkinan permainan para spekulan tanah.

Hal ini juga dijawab dengan tegas, bahwa 90% lahan yang akan digunakan adalah milik pemerintah. Masalahnya, yang ada di sekitar lahan calon ibu kota itu akan juga mendapatkan tetesan "berkah".

Tetesan itu yang kemudian akan dimanfaatkan oleh para spekulan sebab sepenuhnya mereka sadar, bahwa di tahun-tahun selanjutnya, kota yang sudah jadi itu pasti akan berkembang, melebar dan meluas sesuai "kehendak alam". Kita tentu akrab dengan istilah daerah "penyangga" ibu kota. (Baca disini)

Desain ibu kota pun dianggap tak terlalu cocok jika ditilik dari kacamata arsitek dan dari sisi pembangunan. Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat yang sekaligus dosen Ilmu Perkotaan dan seorang arsitek yang telah menghasilkan karya-karya menakjubkan, memberikan masukan bahwa desain ibu kota perlu dikaji ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun