Mohon tunggu...
Mohamad Mirza
Mohamad Mirza Mohon Tunggu... -

Name

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kisruh Internal Direktorat Jenderal Pajak

31 Maret 2015   17:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja di Direktorat Jenderal Pajak menuai permasalahan baru. Parahnya, permasalahan ini muncul dari kalangan internal DJP itu sendiri. Bahkan perang mental dan psikologi ini sudah marak dan memunculkan dua kubu yang saling beradu argumen bahwa mereka adalah yang benar. Istilah-istilah ‘aneh’ pun bermunculan, mulai dari “Vitamin”, “Combantrin”, “Ketapel”, hingga satu lagi yang baru, “Ketupat”.

KETAPEL, mainan anak-anak jaman dahulu kini diangkat oleh KElompok TunjAngan PElaksana Lainnya sebagai nama kelompok mereka. Jumlah mereka tidak tanggung-tanggung, jika diperkirakan semua pelaksana di DJP ikut dalam kelompok ini, maka diperkirakan bisa mencapai 30.000 lebih. Jumlah yang cukup menakutkan apabila mereka bersatu memberanikan diri melakukan aksi demo secara besar-besaran menuntut hak mereka untuk tidak dikebiri. Sedangkan kubu lainnya menyebut diri sebagai KETUPAT, yang notabene nama makanan di hari raya umat islam. KETUPAT merupakan perpanjangan dari Kelompok TUnjangan PejabAT.

Dilihat dari segi nama agak sedikit lucu memang, apalagi hasil akhir yang sesuai dengan pembagian kue Perpres No. 37 tahun 2015. Jika kita bermain ketapel, hasil yang diperoleh adalah capek, tubuh terasa sakit, bentol-bentol atau memerah. Sedangkan ketupat hasil akhirnya kita akan merasa kenyang dan bergembira ria. Mungkin sama persis yang dialami oleh dua kelompok ini ketika Perpres 37 tahun 2015 lahir. Ketapel merasakan kesakitan dan Ketupat merasakan kekenyangan.

Namun apakah itu yang dibutuhkan oleh negara ini?, sakit dan kenyang, bagi saya, oknum pajak yang menyelewengkan uang negara itu seperti tikus. Mereka akan mengambil keju secara konstan, terus-menerus, tanpa henti. Anehnya, pemimpin negara ini bukannya memberantas tikus-tikus itu, malah

memberikan kue keju dalam jumlah yang besar. Pemimpin negara ini berpikir bahwa tikus akan merasa kenyang dan beristirahat jika diberikan keju yang banyak. Well, menurutku mereka SALAH BESAR. Tikus tidak akan berhenti sampai disitu, Tikus akan selalu mengerat dan meminta yang lebih dan lebih. Pernahkah anda melihat postur tubuh tikus saat ini? semakin lama bangsa mereka ukuran

tubuhnya semakin besar. Padahal umur mereka hanya bertahan 3-4 tahun. Seperti itulah oknum pajak jika dipelihara oleh negara, semakin lama mereka akan meminta nasi tumpeng yang lebih besar hingga perut mereka bongsor semua (tadi keju sekarang nasi tumpeng, tar apalagi yah.. hemm).

Tak tahukah mereka kalau ingin memberantas tikus bukanlah dikasih keju ataupun nasi tumpeng? Paling mantap itu pake jebakan betmen (loh), maksudnya jebakan tikus yang menggencet kepala dan leher tikus hingga MATI... yah... MATI.

Oke kita kembali lagi pada dua kubu ini, Ketapel dan Ketupat. Once upon a time (cee'ile..) cerita awalnya kelompok Ketapel muncul akibat pembagian kue dari Perpres 37 tahun 2015 yang tidak merata. Mereka digadang-gadang bakal menerima penghasilan 2,5 kali dari penghasilan mereka saat ini. Gembar-gembor PHP ini bahkan sampai ke telinga Wajib Pajak, bahkan para pejabat pajak berani meminta kinerja lebih kepada pelaksana untuk lebih giat dari sebelumnya.

Dari sisi para pengusaha atau lebih dikenal sebagai Wajib Pajak, ketika mendengar PHP seperti itu mereka langsung menuntut pelayanan 2,5 kali lipat bahkan sebelum Peraturan itu keluar. Well, teman saya yang masuk ke dalam Ketapel ini rutinitasnya pergi dari jam 6.30 pagi pulang 7.30 malam (note: kami gak tinggal di jakarta, tapi di Bangka Belitung, yang artinya NO MACET, FREEWAY ALL THE WAY). Namun dengan segala kemudahan transportasi di jalan masih saja dia pulang malam dan bahkan dia pernah pulang jam 6.30 pagi (Woow, kerjaan sampingan kali ya). Tidak sampai disitu, dia selalu membawa berkas kerjaan dan lanjut kerja dirumah. Alasannya puitis banget, "Demi Ibu Pertiwi", (oohh.. so sweet, --ibu siapa nih..).

Nah ini, saya bingungnya sama bos-bos pajak yang meminta lebih dari apa yang mereka kerjakan. Artinya temen saya bisa-bisa seperti bang Toyib yang gak pulang-pulang. Dengan segala PHP 2,5 kali dari penghasilan semula, para petinggi pajak ini juga meminta 2,5 kali kinerja pelaksana. Padahal mereka juga akan merasakan 2,5 kali lipat ini. Namun jangan salah jika penerimaan negara tidak tercapai, maka pemerintah akan mengebiri penghasilan pegawai pajak hingga 50 persen.

Well I guess huge reward deadly responsibility then.

Namun ketika Perpress 37 tahun 2015 keluar, para ketapel ini kalau dalam bahasa bangka 'DI PLICO' artinya dibohongin mentah-mentah, dikadalin, dikibulin, ditipu. Kita masyarakat umum tahunya, "wah pegawai pajak.. para tikus pajak.. naek lagi neh gajinya". Kita tidak tahu kalau pembagiannya antara pejabat dan pelaksana seperti DEWA LANGIT dan PENGHUNI BAWAH TANAH. Jika kenaikan para pejabat dimulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah, maka para ketapel hanya 10 persennya saja.

Jika para pejabat dapat “Vitamin”, maka bawahannya dapat “Combantrin”.

Akhirnya karena pembagian kue yang tidak merata, janji 2,5 kali tinggallah janji, meluaplah kekecewaan dari para ketapel dan membentuk fraksi Ketapel di dalam lingkungan pajak. Ada yang frontal melawan peraturan, ada yang mengeluh, ada yang berdebat dengan atasan, ada yang meminta dibatalkan saja dan lainnya. Tambah lagi hukumannya jika penerimaan tidak tercapai hingga 70%, maka penghasilan pegawai pajak bakal dipotong hingga 50%.

Very Good, bayangkan jika pegawai pajak level kebawah yang katanya berpenghasilan 8 juta dipotong 50%, jadi yah sama seperti kita pegawai swasta. Lain lagi pejabat pajak dengan penghasilannya 22 juta, kalau dipotong 50% menjadi 11 juta (masih tajir). Bagaimana kalau penerimaan pajak tidak tercapai selama tiga tahun berturut-turut. Kalau kita hitung, para pejabat masih bersyukur bisa makan nasi. Namun apa kabar anak-anak Ketapel? Well, mereka pasti ngamen di jalanan. Hitung-hitungan inilah yang menambah kegalauan para ketapel ini. Terus apa yang akan dibuat oleh para petinggi pajak ini? apakah mereka tidak akan melakukan inovasi untuk mencapai target penerimaan negara? Well, kita tunggu saja. Apakah kue yang dibagi pak presiden itu benar-benar bikin kenyang dan bersemangat untuk mendanai semua pembangunan negeri ATAU bisa menjadi bumerang dan membuat 30.000 ketapel mengkudeta jika inovasi dan pola pikir pejabat itu-itu saja.

Satu inovasi yang saya tahu dari Direktorat Jenderal Pajak, yakni mereka melancarkan roket yang bernama PP.46 dengan amunisi 1 persen dari omset. Peraturan yang kalau dilihat dari sudut pandang saya, agama Islam adalah HARAM. Kenapa?, jika pengusaha memiliki omset 10 juta maka dia harus bayar pajak 100 ribu. Terlihat wajar? iya, namun simak lagi. Dari omset 10 juta ternyata biaya yang harus dikeluarkan adalah 11 juta!!, dalam artian pengusaha itu merugi 1 juta. Dalam islam tidak ada potongan zakat apabila merugi. Namun di pajak, GILA, pengusaha untung ataupun rugi mereka tidak perduli yang penting bayar (gak jauh beda ama kompeni belanda). (sekilas info)

Oke, lanjut lagi. Untuk memadamkan api ketapel agar tidak menjalar kemana-mana, para petinggi pajak melakukan strategi yang menurut saya salah. Mereka membentuk kelompok tandingan bernama KETUPAT dengan visi dan misi untuk meng-counter semua cercaan dari para ketapel. Bukannya merangkul bawahan dan memberikan solusi terbaik, ini malah melawan dan menandingi apapun pendapat bawahan. Sifat arogan yang tidak pantas dicontoh. Sampai tulisan ini dibuat, belum ada bukti otentik bahwa mereka benar-benar ada, mereka hanya berani berselancar saja di dunia maya, berdebat tentang ketidakadilan atas pembagian kue presiden. Perlu diketahui, perseteruan atasan dan bawahan ini masih terus berlangsung di SELURUH kantor pajak, benar.. di SELURUH kantor pajak. Sangat menyenangkan sekali apabila kita melihat di siaran TV pasukan ketapel merangsek masuk ke kantor pusat pajak di jakarta dan mengibarkan bendera sang saka merah putih versi ketapel (sorii.. ini ide gila ane, haha).

Jika saya memposisikan diri sebagai ketupat, syukur alhamdulillah kesejahteraan saya naik berlipat ganda. Kredit bank akan semakin lancar dan usaha sampingan akan terus berkembang. Masalah kerja? oke tinggal main perintah saja selesai. Hanya dengan ngomong 10 detik pekerjaan 1 jam selesai (sudah barang tentu 1 jam bekerjanya itu jatah waktu ketapel) terus sisa 50 menit nya kemana? tanyakan saja pada rumput yang bergoyang (lho). Menjadi pejabat di negeri ini sangat enak bukan?, sudah berpenghasilan tinggi, pekerjaan tinggal main perintah saja.

Pajak yang katanya untuk listrik yang masih padam-padam juga, untuk perbaikan jalan yang masih bolong-bolong juga dan pembohongan publik lainnya terus saja dikumandangkan, yang kita tahu, pajak hanya untuk memperkaya pejabat negara.

Ketika saya memposisikan diri sebagai ketapel, dengan kenaikan penghasilan yang dikebiri dengan jumlah yang besar dan perilaku pejabat yang dilihat tiap hari (main enak aja). Wueeh, cobaan sabar tiap hari. Memang penghasilan pegawai pajak saat ini lebih besar dari kita. Namun seperti yang saya jelaskan sebelumnya, kalau penerimaan negara tidak tercapai selama tiga tahun berturut-turut, para ketapel ini penghasilannya akan jauh dibawah kita. Pernah terlintas dalam benak pikiran, bagaimana kalau para ketapel ini nantinya ngamen, ngemis dan ngorek-ngorek sampah di jalanan akibat dari penghasilan yang terus dipangkas habis.

Bagi para ketapel yang memiliki sifat sabar, mereka akan merasa senang di dzolimi oleh pejabat karena mereka memiliki peluang besar untuk masuk ke dalam sorga. Namun bagi para ketapel yang tidak sabar, maka akan terus mengaum dan menghidupkan kompornya hingga panci itu hangus (artikan sendiri ya..).

Saya sebagai pihak luar (non pajak), tahu dan sadar betul artinya ketidakadilan. Karena kami sekarang berada di posisi itu, setiap individu memiliki masalah masing-masing. Untuk para ketapel jika kalian merasa unsur ketidakadilan ini melecehkan kalian, tunjukkanlah dengan aksi nyata atau diamlah untuk selamanya.

Untuk para ketupat, apakah kalian tidak pernah berada di posisi terbawah? Apakah kalian langsung menjadi pejabat? Dengarkanlah keluhan mereka, bantulah mereka, berikan solusi terbaik dan bukan menantang mereka. Anda pasti sadar kalau mereka pantas kecewa, jika mereka tidak berhak mendapatkan kenaikan 2,5 kali, apa yang membuat anda berhak mendapatkannya? bukankah kalian tinggal di satu atap. Saran saya ajukanlah kepada presiden dan menteri, minta dilakukan revisi ulang bantu sampaikan suara mereka atau sisihkanlah 10 persen dari yang kalian terima untuk mereka, toh itu tidak terlalu menyakitkan. Atau anda lebih suka melihat mereka berbuat anarkis, menghancurkan institusi pajak dari dalam? hilangkanlah arogansi, bekerja samalah.

Walau secara pribadi saya tidak suka dengan pengelolaan pajak,

tapi seperti teman saya bilang, "Demi Ibu Pertiwi".

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun